Kapolri Tito Tolak TNI Tanggulangi Teroris

0
544

Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian tidak setuju dengan draft RUU Terorisme, terutama dalam Pasal 43 yang berbunyi TNI memiliki hak untuk menindak teroris.

Dijelaskan Tito, harus dipahami bahwa penindakan adalah upaya yang mengandung resiko. Jika ada perlawanan dari tersangka teroris, maka akan ada korban. Ditegaskannya, dalam konteks penegakan hukum, semua tindakan yang menyebabkan meninggal dunia atau luka-luka harus dipertanggungjawabkan.

“Harus dipertanggungjawabkan sampai kapan pun, lalu dilakukan oleh aparat negara maka kita harus berhati-hati dengan rambu-rambu undang-undang HAM. Karena undang-undang tentang HAM tidak memiliki kadaluwarsa,” kata Tito di Mabes Polri, Jumat (22/07/2016).

Namun, ada tindakan yang berlaku surut apabila aparat penegak hukum melakukan penindakan menyebabkan meninggal dunia atau luka-luka melalui tata cara hukum yang berlaku ditingkat nasional dapat dibenarkan sesuai aturan.

“Karena kalau tersangka meskipun dia teroris pun kalau dia tidak melakukan perlawanan itu tidak boleh dilakukan tindakan eksesife atau tindakan berlebihan. Harus berlandaskan azas proporsional,” ucpanya.

Tito mengatakan, polisi selama ini dilatih untuk bertindak proposional. Nah lain halnya dengan yang Tito pahami mengenai doktrin di TNI. “Kalau doktrin dari teman-teman TNI umumnya yang saya pahami kill or to be kill,” kata Tito.

Setiap selesai penindakan yang dilakukan Polri adalah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) secara detil dengan melibatkan tim forensik untuk mengetahui posisi senjata dan peluru.

“Jadi kita (polri) harus berhati-hati dengan emahaman kata-kata penindakan seperti apa. Jangan sampai juga penindakan disederhanakan ke penangkapan, jadi setelah itu diserahkan kepada penegakan hukum. Bisa saja itu nanti kalau salah cara menindak, cara menyita di lapangan, itu dapat berakibat teknis penyitaan yang salah, akan menghilangkan cain of evidance (rantai barang bukti),” ujarnya.

Tito menambahkan, jika terjadi kesalahan dalam permasalahan hukumnya, jadi mentah. Kalau dia (TNI) mau kuat berarti kan mesti ada Labfor, harus ada kemampuan identifikasi, DVI. Jika tidak ada, maka harus membangun kemampuan itu.

“Padahal di polisi sudah ada. Belum lagi pertanggungjawaban hukumnya jikan nanti penyelidikan salah. Harus pertanggungjawaban resiko ke depan. Nanti bisa terjadi abuse of power,” katanya. -rmn

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.