Nyali Buwas Memang Taring (Bagian-II)

Kisah Perjalanan Buwas yang Berani

0
1015

PRIBUMI – Soal kejujuran memang sangat dipegang benar oleh Budi Waseso.  “Itu pesan bapak saya ketika saya lulus dari Akabri Kepolisian tahun 1984 silam,” ujarnya.

Budi Waseso mengisahkan, bapaknya adalah perwira TNI Angkatan Darat. Sang bapak sangat menginginkan Budi Waseso mengikuti jejaknya, menjadi tentara di Angkatan Darat. “Pangkat bapak saya terakhir kolonel dari RPKAD dan dia membenci polisi, seolah polisi itu pengkhianat negara,” tutur Budi Waseso. RPKAD adalah singkatan dari Resimen Para Komando Angkatan Darat, yang kini menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Begitu tahu anaknya berhasil masuk Akabri, sang bapak senangnya bukan main. “Bapak sampai mengirim anak buahnya dan adiknya untuk mengawasi saya agar masuk Angkatan Darat. Apalagi, saya menempati peringkat pertama dari 800 orang yang diterima di Akabri,” kisah Budi Waseso.

Namun, rupanya, Budi Waseso punya niat lain. “Saya terobsesi untuk menjadi polisi. Karena itu, begitu masa pendidikan enam bulan pertama selesai, saya memilih Akademi Kepolisian. Dan, mengetahui itu, paman saya dimaki-maki Bapak, kenapa bisa ‘kecolongan’ membiarkan saya masuk Akademi Kepolisian,” katanya.

Toh, begitu Budi Waseso lulus dari Akabri Kepolisian dan berhak menyandang pangkat letnan satu, sang bapak mengucapkan selamat juga. “Bekerjalah yang baik. Anakku harus jujur. Walau menyakitkan, jujur itu harus. Dan, saya harus jujur kepada kamu, saya tidak bangga kamu menjadi polisi. Tapi, hidup adalah pilihan dan kamu telah memilih. Tunjukkan pilihanmu tidak salah,” kata sang bapak di hari kelulusan Budi Waseso dari Akademi Kepolisian, sebagaimana diceritakan kembali oleh Budi Waseso.

Dan, Budi Waseso mengaku, pesan bapaknya itu ia pegang teguh. Mungkin karena itu pula, sampai sekarang, ia tidak memiliki rumah pribadi. Budi Waseso sekarang menempati rumah dinas dan sebelumnya ia tinggal di rumah peninggalan bapaknya. “Di sana ada Vespa tua, skuter milik saya yang tidak akan saya jual karena banyak kisahnya. Saya pernah narik ojek dengan Vespa itu, walau ketika itu sudah perwira,” katanya.

Tidak mampukah ia membeli rumah sebagai seorang jenderal? “Saya punya tabungan. Cukuplah untuk membeli rumah, tapi bukan untuk rumah sekelas perwira. Masalahnya, saya punya anak-anak yang masih perlu biaya sekolah. Karena itu, daripada membeli rumah, lebih baik uang itu buat biaya sekolah anak-anak saya. Alhamdulillah, saya mendapat rumah dinas. Tapi, saya sudah punya tanah pribadi, bersertifikat, ukurannya  1 meter x 2 meter untuk makam saya,” ungkap Budi Waseso dengan nada serius.

Benarkah begitu? Dalam sebuah kesempatan, teman seangkatan Budi Waseso di Akademi Kepolisian, Kasespimti Brigjen I Ketut Untung Yoga Anna, yang merupakan bawahan Budi Waseso langsung sebelum Budi menjadi Kabareskrim, mengatakan Budi Waseso dikenal sebagai orang yang prihatin sejak zaman pendidikan di Akademi Kepolisian. ”Sosoknya bersahaja dan apa adanya. Tegas soal aturan. Sejak di taruna sudah begitu. Kami dulu bersama-sama di Lembaga Musyawarah Taruna semasa taruna, semacam DPR yang menjembatani jika ada persoalan antara lembaga dengan taruna,” kata Untung Yoga, yang mantan Kepala Polda Nusa Tenggara Timur, Februari silam, seperti diberitakan beritasatu.com.

Menurut Untung, sewaktu menjadi Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi Polri sebelum diangkat sebagai Kabareskrim, Budi juga tidak berubah.  “Ya selama itu juga lurus-lurus saja. Soal hobinya, paling suka dandanin mobil-mobil tua. Misal dibeli murah Rp 10 juta, lalu dijual kembali setelah dirawat,” ungkap Untung Yoga.

Sementara itu, seperti juga diberitakan media itu, Kapus Inafis Brigjen Bekti Suhartono mengungkapkan, ia dan Budi Waseso dulu pernah sama-sama bertugas di Kalimantan Tengah. ”Kami dulu juga sama-sama dinas di Kalimantan Tengah. Beliau Kapolres Barito Utara dan saya Kapolres Barito Selatan. Di situ bisa dibilang kami itu kepala polres paling kere karena kami saling mengingatkan. Pernah kami ditawari mobil di showroom oleh bos kayu, tapi tak kami ambil karena sudah punya mobil dinas,” kata Bekti.

Meski tetap berkukuh ia belum mengisi LHKPN karena kesulitan, patut diduga sebenarnya Budi Waseso tak ingin membuat republik ini gaduh lagi kalau dia mengisi LHKPN itu. Karena, bisa saja publik menjadi tidak percaya dengan apa yang ia laporkan itu dan kemudian terjadi debat di media sosial internet atau media massa mengenai kekayaan yang Budi Waseso miliki.

Ketika ditanya soal kemungkinan itu, Budi Waseso menjawab, “Rekening saya kan rekening terbuka, bisa ditelesuri kapan saja oleh PPATK dan KPK.”

Budi Waseso memang sosok yang bersahaja. Dan, mungkin banyak yang belum tahu juga kalau dia terbilang sosok yang hangat ketika diajak bicara. Dalam percakapan denganPribuminews.com dan sejumlah orang di ruang kerjanya beberapa waktu lalu, beberapa kali kami tertawa bersama dan Budi Waseso tertawa lebar, terutama ketika mengisahkan masa lalunya dengan bapaknya. Mungkin karena itulah ia tidak mempersoalkan ketika sejumlah media menyingkat namanya menjadi Buwas, yang memiliki kesamaan bunyi dengan kata “buas”, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti ‘galak; liar; ganas; bengis; kejam’ dan biasa disematkan pada binatang atau pelaku kriminal.

“Enggak apa-apa,” kata Komisaris Jenderal Budi Wasseso menanggapi panggilan barunya itu. (Bersambung)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.