Pribumi – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menilai tindakan yang dilakukan PT Pertamina (Persero) pada satu contohnya pelaksanaan tender minyak mentah ” West Afrika Crude” sejumlah 18 juta barel untuk memenuhi kebutuhan semester 2 yaitu untuk periode Juli – Desember 2016 di Fungsi Integrated Supply Chain (ISC) pada tgl 25 April 2016 , dugaan telah melakukan kebohongan publik atau melanggar prinsip tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG).
Pasalnya yang diundang sebagai peserta tender sangat terbatas hanya sekitar 8 perusahaan trader , anehnya bukan National Oil Company ( NOC ) dari 150 perusahaan yang terdaftar sebagai rekanan ISC , dan waktunya pun sangat singkat dari undangan tender sampai dengan batas waktu pemasukan penawaran tidak lebih dari 40 jam saja , sehingga fakta tersebut sangat berbanding terbalik dengan apa yang selalu diucapkan oleh Dirut Pertamina Dwi Sucipto diberbagai forum energy dan juga oleh Wianda Puspanegoro selaku vice president corporate comunication Pertamina yang dengan mudahnya mengungkapkan bahwa semua proses tender ISC selalu dimuat di situs perseroan, dilakukan secara transparan dan dipilih perusahaan yang memberikan harga terbaik untuk Pertamina dan bisa menghemat sampai dengan USD 561 juta , padahal dari keterangan dari perusahaan yang mengikuti maupun yang tidak diundang tender , faktanya informasi tersebut tidak ada dalam situs Pertamina , kata Yusri seperti dilansir redaksi di Jakarta, Jumat (20/5/2015).
Lebih lanjut Yusri menyatakan bahwa Pertamina sudah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dalam bekerja, ada perintah kerja nya, baik untuk individu, organisasi dan alat, namanya TKI (tata kerja individu), TKO (tata kerja organisasi), dan PO (pedoman operasi) “.
Lagian sejak awal tahun 2015 bahwa keputusan Pertamina menutup cucu perusahaannya PETRAL di Singapore karena ditenggarai selama lebih 12 tahun sebagai sarangnya mafia migas , sehingga dengan semangat visi dan misi melakukan efisiensi dengan memotong pemburu rente dan akan berhubungan langsung dengan produsen minyak ( MNOC dan NOC) serta kilang minyak diluar negeri dan bukan dengan pedagang ( trader).
Suatu hal yang harus sangat dikritisi adalah semua proses bisnis di ISC menurut Yusri , bahwa ISC secara struktural dalam struktur organisasi Pertamina berada langsung dibawah kendali Dirut Pertamina dan dia hanya bisa diperintah dan bertanggung jawab hanya kepada Dirut Pertamina , sehingga kewenangan yang sangat luar biasa menyangkut perencanaan , pelaksanaan tender dan memutuskan sendiri siapa rekanan terpilih untuk setiap pembelian minyak mentah dan BBM setiap tahunnya .
Mengingat pada tahun 2015 total pembelian minyak mentah dan produk BBM sejumlah 280 juta barel dengan nilai total transaksi USD 27, 41 miliar atau setara Rp 356,3 triliun yang mendekati 20% dari nilai APBN thn 2015, artinya kewenangan yang luar biasa cenderung dapat disalahgunakan berkongkalikong antara oknum ISC dengan trader yang akan merugikan Pertamina dan akhirnya rakyatlah menjadi korbannya sebagai pembeli BBM kemahalan.
Untuk itulah menurut Yusri , kita tidak boleh lengah sedikitpun meneropong terus setiao aktifitas bisnis di ISC yang menyangkut hajad hidup orang banyak dan harapan kita penegak hukum untuk pro aktif melakukan proses penyelidikan setiap adanya indikasi penyimpangan dalam setiap tender ISC., karena menyangkut perputaran uang besar untuk transaksi perhari bisa mencapai USD 75 juta – 100 juta , sehingga menjadi senteran elit elit di Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sehingga sekarang ada muncul wacana lagi membentuk perusahaan baru sebagai pengganti Petral dan semua aktifitas tendernya dilakukan di Singapore, dan patut diduga wacana ini sebagai upaya pengumpulan pundi pundi menjelang tahun 2019 , sehingga wacana ini harus ditolak secara tegas , tutup Yusri Usman /UJ