Karena itu, peluang untuk menduduki singgasana kepala daerah halnya yang ia torehkan di Kabupaten Garut masih cukup besar. Terlebih jika tidak ada lawan tangguh yang sama kuat.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menegaskan modal popularitas saja belum dianggap cukup untuk sebuah pengabdian panjang. Masyarakat Kota Tasikmalaya merindukan sosok ideal yang mampu menggeser perubahan ke arah lebih baik dari sebelumnya. Entah peningkatan di sektor produktivitas ekonomi kreatifnya, perbaikan infrastruktur maupun menurunkan angka kemiskinan yang saat ini masih tinggi. Jadi, kata dia, sederet bekal harus Diky miliki.
“Saya berharap agar Dicky meningkatkan kemampuan kepemimpinan, menambah ilmu pengetahuan tentang manajemen, masalah anggaran, tentang regulasi, masalah sosial, masalah politik, dan lain-lain, “ungkapnya kepada Tasikmalayasatu.com belum lama ini.
Menurutnya, kualitas leadership Diky sangat dipertaruhkan di pemilihan walikota Tasikmalaya 2017 mendatang. Terlebih di perhelatan krusial itu, Diky berniat membidik kursi nomor wahid, tidak lagi tergiur menjadi nomor dua seperti di Garut. Tantangan besar menantinya.
“Sejarah kelam di Garut jangan sampai terulang, “tandasnya.
Karyono menegaskan image Diky bukan sekadar artis karena ia pernah duduk di lingkaran birokrasi. Meski tak sampai tuntas pengabdiannya akibat ketidakcocokan dengan bupatinya saat itu, sambung dia, Diky tetap ditantang untuk lebih mempertajam taring kualitasnya lebih dari popularitas yang disandangnya.
“Rasional jika publik berharap agar artis tidak sekadar mengandalkan popularitas tetapi juga kualitas. Siapapun kepala daerah termasuk artis harus memiliki modal pengetahuan selain modal sosial agar roda pemerintahan dapat berputar selaras dengan visi misi pemerintahan itu sendiri,”terangnya. (tsksatu/yus/amt/).