oleh Hanibal Wijayanta
Dua pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang S. Brodjonegoro mengatakan bahwa dalam RAPBNP 2016, pemerintah telah memutuskan untuk merevisi target pendapatan negara menjadi Rp 1.734,5 T. Target pendapatan negara dalam RAPBNP 2016 ini turun Rp 88 T dari target APBN 2016 yang mencapai Rp 1.822,5 T. Pendapatan ini berasal dari pendapatan dalam negeri sebesar Rp 1.732,5 T, dan penerimaan dari hibah (baca utang) sebesar Rp 205,4 T. Target belanja negara dalam RAPBNP 2016 juga turun, dari Rp 2.095,7 T dalam APBN 2016, menjadi Rp 2.047,8 T. Target belanja negara itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.289,5 T dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 758,3 T.
Dari target pendapatan dalam negeri sebesar Rp 1.732,5 T, sebanyak Rp 1.350 T berasal dari penerimaan pajak. Namun, per hari Rabu 15 Juni 2016 kemarin, penerimaan pajak nasional baru mencapai Rp 402 T. Artinya sampai masuk bulan keenam ini, perolehan pajak nasional baru mencapai 29,8 persen… Sementara, Rp 200 T yang seharusnya dibayarkan tahun ini malah sudah diijon dan dibayarkan pada Desember 2015 lalu. Tentu dengan berbagai iming-iming termasuk korting bagi pengusaha yang mau membayar sebelum jatuh tempo.
Awal tahun ini Kementerian Keuangan sempat menepuk dada sambil berkata, “Perolehan kami tahun 2015 ini mencapai Rp 1.006 T. Ini perolehan terbesar selama ini…” Padahal, sebulan sebelumnya Sigit Priadi, Dirjen Pajak yang lama memutuskan untuk mengundurkan diri karena tidak mampu mencapai target perolehan pajak. Saat Priadi mundur pada 1 Desember 2015, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 865 T.
Yang menyedihkan, tax amnesti yang tadinya diperkirakan bisa mengeruk uang Rp 300-an T dari para pengemplang pajak, ternyata setelah didetailkan cuma bisa mencapai Rp 170 T. Itupun masih perlu effort lebih. Maka, ketika dikonsultasikan ke Istana, Presiden Jokowi pun tak terlalu yakin angka Rp 170 T itu bakal bisa diraih. “Kasih saya 100 T saja Mas…,” kata Mas Presiden kepada Menteri Keuangan.
Pemerintah pun mencoba berhemat dengan mengurangi anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) dalam RAPBNP 2016. Anggaran belanja K/L dipangkas Rp 45,5 T menjadi Rp 738 T dari pagu sebelumnya Rp 748,1 T. Dengan pemangkasan ini, terjadi penghematan sebesar Rp 50,6 T. Penghematan sebesar Rp 50,6 T ini dirancang dengan efisiensi belanja operasional berupa belanja perjalanan dinas, paket rapat, belanja jasa seperti pembayaran listrik, telepon, dan air, serta pembangunan gedung baru.
Efisiensi belanja juga diterapkan pada belanja pemeliharaan maupun pengadaan peralatan kantor, belanja iklan, belanja modal non infrastruktur seperti gedung atau kantor, serta kendaraan operasional maupun kendaraan dinas kementerian. Belanja bantuan sosial serta kegiatan prioritas dan pendukung juga akan dihemat. Penghematan hasil lelang proyek infrastruktur juga dilakukan, begitu pula optimalisasi dengan mengurangi honorarium kegiatan dan menunda sebagian belanja yang diperkirakan tidak akan bisa dieksekusi tahun ini.
Meski sebagian anggaran K/L dipangkas, anggaran K/L lainnya malah bertambah, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk Asian Games, serta beberapa institusi terkait penanggulangan dan pencegahan terorisme. Misalnya orbit satelit untuk Kementerian Pertahanan, pembangunan dan rehabilitasi lapas. Pemerintah juga tetap membayarkan gaji ke-13, serta Tunjangan Hari Raya (THR) yang sudah dimasukkan dalam APBN 2016 meski tidak dibayarkan secara serentak. Komponen Gaji ke-13 memang sudah sejak jaman Orde Baru dimasukkan dalam rencana angaran, sementara untuk THR baru dibahas di masa pemerintahan Jokowi pada tahun 2015, untuk dimasukkan dalam APBN 2016.
Pemerintah sebenarnya sudah memahami berbagai kesulitan yang bakal dihadapi untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Dua belas paket kebijakan ekonomi sudah dibuat. Ribuan peraturan daerah yang dianggap menghambat investasi sudah dibabat. Tapi hasilnya tampak masih menggantang asap. Sementara, gara-gara isu kenaikan suku bunga The Fed, penjualan SUN kurang laku. Padahal uang dari penjualan SUN adalah salah satu komponen utama pembayaran gaji pegawai negeri. Walhasil, penjualan SUN kemarin hanya bisa untuk menambal 2-3 bulan gaji ke depan… Pada saat yang bersamaan kebijakan impor pangan terus digelontor untuk mengendalikan harga, dan membutuh dana yang tak sedikit.
Apakah trouble shootnya harus ngutang lagi?
===
Apa komentar anda?