AGENDA

0
1118
Oleh Tarli Nugroho

Waktu Prabowo Subianto bertanya pada Jokowi, “Uangnya dari mana?” dalam debat Pilpres silam, dan mengenai persoalan Laut Cina Selatan, itu bukanlah sejenis pertanyaan dalam lomba debat mahasiswa yang tujuannya ingin menjebak dan mengeksploitasi ketidaktahuan lawan, seperti pertanyaan tentang DPPID itu, melainkan pertanyaan realistis atas persoalan-persoalan dasar yang dihadapi Indonesia.

Kita tahu, kala itu dua pertanyaan tadi dijawab secara enteng ala para motivator bisnis. “Uangnya ada, tinggal mau kerja atau tidak,” katanya, dan “kita tidak punya persoalan di situ (Laut Cina Selatan).” Dua jawaban itu, kini kita tahu, adalah jawaban yang sama sekali tidak punya dasar, sekadar lontaran saja, sebagaimana halnya ketika kita dulu menjawab pertanyaan ujian dalam bentuk esai yang jawabannya tidak diketahui.

Dari dua pertanyaan itu, dan jawabannya, kita sebenarnya bisa mengukur bagaimana Jokowi dan timnya waktu itu mendefinisikan agenda dan program kerjanya. Jika kita mau meluangkan waktu, kala itu, untuk menyimak lampiran visi, misi dan program kerja pasangan Jokowi-JK, maka hampir seluruh apa yang disebut sebagai program kerja itu memang diawali kata “kita ingin”. Hampir seluruhnya.

Apa artinya?

Artinya, seluruh daftar keinginan itu sebenarnya tidak pernah dibenturkan pada sejenis uji feasibilitas, dengan ukuran paling sederhana sekalipun, yang bisa mengukur konsekuensi forward dan backward linkages dari sebuah agenda, terutama anggarannya. Semua hanya berupa daftar keinginan saja. Kita hari ini bisa sama-sama melihat hasilnya: pemerintahan saat ini banyak sekali meresmikan proyek gede-gede dan mentereng, mulai dari kereta cepat, kereta trans-Kalimantan, proyek listrik 35 ribu MW, dan lain-lain, namun sebagian besarnya kini mangkrak, bermasalah, dan beberapa di antaranya bahkan tidak ada follow up-nya sama sekali meskipun sudah diresmikan.

Kenapa bisa begitu? Karena memang konsepnya tidak matang dan tidak ada anggarannya!

Apa yang tempo hari disebut sebagai agenda dan program kerja itu memang baru disusun persis sebelum mendaftar ke KPU. Itu sebabnya, meski telah digadang-gadang sejak akhir 2012, baik Jokowi, maupun partai pengusungnya, PDI-P, kalau ditanya program tidak pernah mau menjawab, apalagi mengemukakan tawaran yang jelas. Karena memang tidak punya!

Pengalaman bersama pemerintahan Jokowi dua tahun terakhir ini sebenarnya memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita. Persoalannya tinggal apakah kita mau belajar atau tidak. -prb

Dikutip dari FB  Tarli Nugroho

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.