PRIBUMI – Kinerja Kementrian BUMN sejak diawal kerja Kabinet Jokowi Jk sampai saat ini selalu membuat kebijakan kontroversial dan cenderung menguntungkan investor asing daripada kepentingan Nasional, contoh nyatanya dalam kasus Pelindo 2 dan proyek Kereta Api cepat Jakarta-Bandung, fasiltas kredit 3 Bank BUMN dari Tiongkok dari yang sekarang mencuat adalah kekisruhan sesama BUMN dalam menunjang program Pembangunan Listrik Nasional 35.000 MW.
Sehingga pada acara “Bukber antara Pertamina dengan insan Wartawan di Hotel Pullman pada Rabu (29/6/2016), Dirut Pertamina secara tegas dan percaya diri penuh menyatakan bahwa Pertamina akan melakukan persiapan yang terbaik untuk bisa memenangkan tender Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap ( PLTGU ) Jawa 1 kapasitas 2 x 800 MW rencananya pada tgl 25 juli 2016 ditutup penawarannya, walaupun ditengah jalan PLN merubah skema tender bahan baku gas akan disediakan oleh PLN, ditambah beredarnya kuat issue ada tekanan terhadap Pertamina supaya mundur dari proses tender, karena ada bisikan dari anggota komisaris Pertamina yang juga merangkap Deputy Meneg BUMN, lalu kemudian belakangan sudah dibantah.
Akan tetapi sikap percaya diri dan tegas yang diperlihatkan oleh Dirut Pertamina akan dimaknai dua hal oleh publik, pertama dikesankan oleh publik telah terjadi “egosentris dan arogansi ” sesama BUMN, khususnya disektor energi dalam proyek 35.000 MW, padahal menurut Undang Undang BUMN nomor 19 thn 2003 di Pasal 1 telah jelas diamanatkan tugas dan fungsi BUMN, apalagi khususnya kegiatan pembangunan pembangkit listrik ini adalah menyangkut hajat hidup orang banyak, sebaiknya sesama BUMN harus bersinergi sesuai Peraturan Presiden nomor 41 thn 2015 yang hubungan sinergi antar BUMN strategis sudah diatur secara tegas, bahkan di pasal 4 ayat J untuk Bagan organisasinya Menteri Negara BUMN sudah diperbantukan Staf Ahli Bidang Tata Kelola, Sinergi dan Investasi, dan peran Deputy Bidang Usaha Energi sudah dijelaskan juga pada pasal 12 dan 13, sehingga setiap kebijakan yang menyimpang dari aturan Perundang Undangan dapat diklasifikasikan memenuhi unsur perbuatan melawan hukum.
Apalagi kalau mau melihat kebelakang, dari surat edaran BUMN nomor SE -03 /MBU.S/ 2009 yang ditujukan kepada seluruh Direksi BUMN adalah suatu penegasan saja bahwa pada tgl 3 September 2008 Kementerian Negara BUMN sudah menerbitkan Peraturan Menteri BUMN nomor 05/MBU/2008 perihal perlunya sinergi antar BUMN dalam menjalankan program Pemerintah untuk dapat mensejahterakan rakyat.
Sehingga munculnya kekisruhan pada tender PLTGU Jawa 1 bisa dianggap bahwa Meneg BUMN Rini Soemarno telah gagal mengatur dan mengendalikan BUMN yg dibawah tanggung jawabnya , akibatnya publik melihat PLN dengan Pertamina dan PT Bukit Asam serta PT PGN Tbk berjalan sama dengan arah yang berbeda tujuannya, kalau dikampung saya istilahnya jadi “tidur seranjang dengan mimpi yang berbeda “.
Sedangkan persepsi publik yang Kedua atas pernyataaan Dirut Pertamina bisa juga ditafsirkan untuk memuaskan rasa penasaran publik seolah olah memang tidak ada intervensi pihak pihak berkuasa yang ingin mengambil keuntungan dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW dengan nilai sekitar seribu triliun rupiah sebagai balas jasa dalam Pilpres 2014 dan persiapan Pilpres 2019 dan sekaligus ingin memperlihatkan bahwa sesama BUMN akur akur saja, walaupun dalam prakteknya seperti bumi dengan langit.
Sesungguhnya menjadi aneh kalau ada pihak yang melarang Pertamina untuk berpartisipasi di bisnis hilir energi, sementara kita ketahui bahwa Pertamina sudah lama ikut terjun langsung disektor hilir bisnis energi melalui anak perusahaan PT Pertamina Geotermal Energy sejak tahun 1974 yaitu PLTP PLTP Drajat bersama Amoeses Caltex , PLTP Dieng, dan PLTP Kamojang sebagai proyek pertamanya.
Sehingga hal ini menjadi jauh lebih aneh dan lucu lagi disaat bersamaan Meneg BUMN yang sangat getol menginisiasi pembentukan Holding BUMN Energi dengan Pertamina sebagai lokomotifnya , dan info terakhir Peraturan Presiden nya dalam hitungan hari akan ditanda tangani oleh Presiden Joko.
Sehingga publik semakin jadi bingung dengan kebijakan Meneg BUMN yang terkesan tidak konsiten terhadap UU dan Peraturan yang merupakan “roh” dari setiap kebijakan dan tidak jelas peta jalan proses bisnisnya, khususnya terhadap BUMN yang bergerak di sektor energi, tentu kebijakan yg tidak konsisten dan tidak jelas ini akan menghasilkan inefisiensi dalam pelayanan disektor publik dan ujungnya pastilah rakyat yang selalu jadi korbannya.
Sementara itu ada juga juga melihat bahwa percaya diri Dirut Pertamina pada acara berbuka puasa tersebut dalam menyikapi hal ini mungkin saja didasari hasil pertemuan 4 matanya dengan Presiden pada hari senin tgl 27 Juni 2016 mendahului sebelum digelar acara rapat terbatas antara Presiden dengan Wapres dan Menko Perekonomian , Meneg BUMN serta dihadiri juga Dirut Pertamina Dirut PLN , ketidak hadiran Menko Kemaritiman dan Menteri ESDM pada saat rapat itu sempat memancing tanda tanya publik sehubungan desas-desus rencana resuffle kabinet setelah lebaran Idul Fitri, bahkan sempat beredar kabar kuat bahwa Dwi Sucipto juga akan mengisi pos baru.
Sehingga suasana lebaran Idul Fitri dan setelahnya akan banyak mungkin terjadi lobi-lobi yang menarik untuk diamati menyangkut siapa yang tetap diposisi jabatan Menteri dan siapa terpental, akan tetapi kebanyakan rakyat masih tetap dihantui selalu pertanyaan yang tidak pasti soal apakah setiap resuffle kabinet akan membawa perubahan nyata bagi kesejahteraan rakyat seperti yang selalu dijanjikan oleh siapapun yang berkuasa, itulah pertanyaan wajar yang akan muncul disepanjang masa.
Jakarta Juli 2016
Direktur Eksekutif
Center of Energy and Resources Indonesia.
Yusri Usman.