Oleh Tarli Nugroho
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Jabodetabek berkisar antara 10 hingga 15 persen per tahun. Angka ini mewakili pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor nasional. Seturut data BPS, antara 2003 hingga 2013, misalnya, rata-rata pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor nasional adalah 14,74 persen per tahun. Pada rentang waktu itu, pertumbuhan rata-rata jumlah kendaraan jenis penumpang dengan jenis bus, masing-masing adalah 11,88 persen dan 11,54 persen.
Jika dilihat secara agregat, pertumbuhan dua jenis kendaraan bermotor ini seolah tidak terpaut jauh. Namun, jika diperhatikan data per tahunnya, sejak 2008, pertumbuhan jumlah bus terus-menerus turun, dimana pada saat yang bersamaan pertumbuhan jenis kendaraan penumpang (baca: kendaraan pribadi) terus melonjak. Bahkan, pada rentang antara 2011 hingga 2013, menurut data Gaikindo, jumlah penjualan kendaraan bermotor di Indonesia melebihi angka produksi nasional!
Dengan angka-angka itu, dan memperhatikan pertumbuhan populasi kendaraan yang terkonsentrasi di wilayah Jabodetabek, neraka kemacetan sebagaimana yang terjadi beberapa kali sejak libur Natal 2015 silam, mestinya tidak perlu diherankan. Yang membuat kita heran adalah pemerintah tidak berusaha mengantisipasi lonjakan kepemilikan kendaraan pribadi itu dengan kebijakan tegas dan spesifik. Kementerian Perindustrian, misalnya, terus membuat target peningkatan kapasitas produksi kendaraan bermotor hingga dua juta unit per tahun, tanpa memperhatikan mau ditampung dimana jutaan kendaraan itu?!
Sementara pertumbuhan ekonomi masih akan terus terkonsentrasi di Jabodetabek, dan secara umum Jawa, usaha untuk mengatasi kemacetan tidak bisa dilakukan hanya dengan pembangunan infrastruktur atau sekadar rekayasa lalu lintas. Apalagi jika yang dimaksud dengan pembangunan infrastruktur itu berupa pembangunan jalan tol. Itu tak ada bedanya dengan berusaha mengatasi banjir melalui produksi mesin pompa air. Dari sudut pandang kepentingan para pedagang memang nyambung, tapi tidak dari sudut kepentingan umum.
Persis di situ pemerintah perlu membuat kebijakan terobosan yang selain drastis juga harus cerdas. Dan semua masalah itu tak akan bisa diselesaikan oleh video adu panco! Jangan sampai kita kemudian mengabadikan lelucon yang tidak lucu ini: “Mobilnya ada. Jalan tolnya ada. Tinggal kita mau macet atau tidak di dalamnya!”
sumber akun FB Tarli Nugroho