PRIBUMI – PT Freeport Indonesia (PTFI) mengaku sudah mengajukan permohonan penerbitan izin prinsip untuk investasi pemurnian mineral (smelter) senilai Rp 30 triliun di Gresik, Jawa Timur. Dimana permohonan tersebut sudah diterima Badan Penanaman Modal Jawa Timur (BPM Jatim).
Smelter milik PT FI akan dibangun di kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) dengan luas 100 hektare. Smelter yang bakal dibangun berkapasitas bahan baku dua juta ton konsentrat tembaga.
Rencananya, PT FI bekerja sama dengan PT Newmont Nusa Tenggara untuk pembangunan smelter. Melihat izin prinsip yang baru masuk pada pertengahan tahun, Lili memprediksi realisasi investasi dari PT FI baru bisa terjadi tahun depan atau secepatnya kuartal keempat tahun ini.
’’Mereka (PT FI, Red) pakai fasilitas kemudahan investasi langsung konstruksi (KLIK),’’ ujar Lili.
KLIK adalah bentuk kemudahan dari pemerintah agar investor langsung bisa membangun proyek setelah mengantongi izin prinsip dari BKPM pusat dan BPM di daerah. Investor itu juga harus menaati tata tertib kawasan industri.
Awalnya, PT FI dikabarkan membangun smelter di tanah milik PT Petrokimia Gresik. Namun, pilihan akhirnya jatuh ke JIIPE karena tanah yang tersedia di sana lebih luas.
Selain itu, kawasan JIIPE terintegrasi dengan pelabuhan. Dengan begitu, biaya transportasi PT FI dapat ditekan. Meski smelter dibangun di JIIPE, PT Petrokimia Gresik tetap akan mendapat kemudahan.
Jika berminat, BUMN pupuk itu bisa membeli limbah hasil pengolahan mineral dari smelter PT FI. ’’Ada asam sulfat yang bisa dibeli untuk bahan baku pupuk urea. Asam sulfat itu termasuk limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun),’’ jelasnya.
Dengan pembelian limbah tersebut, Jatim dapat sekaligus mengurangi masalah ketersediaan bahan baku industri. Dengan masuknya investasi PT FI ke Jatim, izin prinsip yang tercatat di BPM Jatim naik lebih dari dua kali lipat.
Pada semester I 2016, izin prinsip yang tercatat sebesar Rp 27,94 triliun dengan realisasi Rp 55,35 triliun.
Jika nanti izin prinsip pembangunan smelter PT FI diterbitkan dua minggu atau tepatnya pada Agustus 2016, izin prinsip di BPM Jatim dapat naik signifikan. ’’Data realisasi investasinya mungkin baru masuk awal tahun depan,’’ terang Lili.
Ekonom Universitas Airlangga Wisnu Wibowo menilai pembangunan smelter Freeport dan Newmont di Gresik akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian.
Sebab, hilirisasi industri bakal makin baik. Output mineral yang bisa diekspor juga akan bertambah. Selama ini ekspor barang tambang dan mineral cenderung terhambat sejak UU Mineral dan Batu Bara berlaku.
UU tersebut membatasi ekspor mineral hanya boleh dilakukan setelah melewati pemurnian di Indonesia. Tenaga kerja juga bakal makin terserap karena pembangunan smelter itu setidaknya membutuhkan sepuluh ribu tenaga kerja.
Freeport Permainkan Indonesia
Ditei lain nampaknya Perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) PT Freeport Indonesia, semakin berani mempermainkan Indonesia. Hal itu terbukti dari sikap Freeport yang masih mengabaikan pembangunan smelter. Padahal mereka terkesan memaksa pemerintah Indonesia untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat.
Dari informasi yang diperoleh redaksi, Freeport hingga kini belum menyetorkan uang jaminan pembangunan smelter. Seharusnya uang tersebut disetorkan pada Januari 2016.
Problematika dengan perusahaan tambang ini sebenarnya sudah terjadi sejak jauh-jauh hari. Namun saat redaksi menanyakan perkembangan terhadap Freeport, Direktur Jendral Mineral dan Batubara (Minerba), Bambang Gatot Ariyono tak menjawabnya.
Namun Bambang pernah mengungkapkan jika pembagunan smelter tak akan terlaksana pada Juni, dan dirinya tidak melakukan memberikan izin tersebut karena penggunaan anggaran yang diajukan oleh Freeport tidak berkaitan dengan pembangunan smelter.
“Juli yang jelas groundbreaking tidak jalan, nggak jadi, 20 kalau pembelanjannya ngak ada hubungannya sama smelter nggak dikasih lah,” tegas Bambang di Kantornya, Kamis (22/6/2016).
Sebelumnya, pengamat energi Marwan Batubara menyarankan pemerintah tidak perlu memperpanjang berbagai izin dari Freeport. Hal itu disebabkan Indonesia mampu mengolahnya sendiri. “Gak usah diperpanjang, ambil alih sendiri aja,” terangnya beberapa waktu lalu dilaman Energyworld.
Seperti diketahui, pemerintah meminta uang jaminan kepada Freeport sebesar USD 2,5 miliar sebagai sebagai uang komitmen untuk pembangunan smelter, kemudian dengan uang itu juga pemerintah mengeluarkan izin ekspor selama enam bulan. Namun hingga kini baru sekitar USD 20 juta yang disetorkan. (Rko/ed/jpn)