27 JULI 1996, Percakapan ini terjadi di Lenteng Agung, 14 Maret 2000

0
867
F0T0 Tarli Nugroho

PRIBUMI – Dilini masa Akun Facebook Tarli Nugroho ada yang menarik, dan kami kutip tanpa suntingan silakan selamat membaca:

27 JULI 1996

Percakapan ini terjadi di Lenteng Agung, 14 Maret 2000.

“Bu Mega yang terhormat. Ada kesan di antara para korban dan sebagian besar masyarakat bahwa Bu Mega sengaja mengorbankan para satgas dalam Peristiwa 27 Juli 1996. Karena ternyata Bu Mega diam saja. Kesan ini semakin menghangat setelah Pak R.O. Tambunan menyatakan bahwa Bu Mega memang sudah tahu dua hari menjelang penyerbuan atas bisikan L.B. Moerdani. Mumpung saya berhadapan dengan Bu Mega saya minta tanggapannya.”

Kalimat itu diucapkan oleh Agus Siswantoro, bekas anggota relawan satgas pendukung Megawati, yang kemudian mengadvokasi para korban peristiwa Kudatuli.

“Tolong sampaikan kepada teman-temanmu, saya kan tidak pernah menyuruh kamu mendukung saya. Dan saya tidak pernah memaksa-maksa kalian untuk mempertahankan kantor DPP PDI.” Kalimat itu meluncur dari orang yang dipanggil “Bu Mega”, dan ditulis kembali oleh Agus dalam buku kesaksiannya, “Membongkar Kudatuli: Menggugat Megawati” (2004).

Peristiwa Kudatuli adalah artefak sejarah dari bagaimana kompleksnya papan catur operasi intelijen para jenderal. Bayangkan, dalam peristiwa itu yang diserbu adalah para pendukung Bu Mega, namun mereka pula yang kemudian dijadikan terdakwa.

Apakah itu permainan penguasa untuk menyingkirkan tokoh oposan?!

Kesan pertama memang begitu. Tapi nanti dulu.

Sesudah penyerbuan itu sang oposan malah jadi kian berkibar. Ia jadi simbol perlawanan terhadap rezim. Dan komandan para penyerbu itu kemudian mendapatkan jabatan-jabatan penting saat sang oposan tadi berkuasa, bertahun-tahun kemudian.

Jadi, untuk kepentingan siapa sebenarnya operasi penyerbuan itu? Kepentingan sang penguasa otoriter, kepentingan pihak yang sedang berkonflik dengan sang oposan, kepentingan si oposan sendiri, atau kepentingan seseorang yang terbiasa berada di belakang layar yang ingin menciptakan simbol perlawanan bagi sang penguasa yang telah menyingkirkannya dan memasukan anak-anak didiknya ke dalam kotak?!

Papan catur politik selalu mengandaikan imajinasi multidimensional. Jika Anda hanya melihatnya secara tiga dimensi, Anda terhitung ke dalam golongan orang-orang yang rabun. -RB/ TN

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.