SAYA MENOLAK TAWARAN MEMIMPIN SEBUAH BADAN OTORITA, ANGGARANYA 21 T
(“Aku Ma, Apa Atuh..”)
Kurang Lebih 3 Minggu yang lalu, pagi pagi benar sebelum fajar menyingsing aku terbangun akibat SMS, WA juga telpon bertubi 2. ” selamat pagi Pak Natalius, Menkopolhukam Jenderal Luhut Binsar Panjaitan ingin ajak makan siang di kantornya” demikian pula sekretaris pribad saya misscall juga SMS yang isinya undangan dari beliau.
Karena pada saat itu, suana hubungan saya dengan Menkopolhukam kurang harmonis, bahkan salah satu media mainstream Nasional ” Tempo” 25 Juni 2016 dan 26 selama 2 hari di 1 halaman utama menurunkan wawancara saya yang menolak segala intervensi pemerintah ke Komnas HAM maka sebelum memutuskan kesediaan saya untuk bertemu beliau, saya bertanya kepada orang2, tokoh2 nasional, tokoh2 di Papua “apakah boleh saya bertemu?
Saya kaget nasehat mereka hampir sama, sekalipun musuh harus bertemu untuk menghormati undangannya, kemudian memberi nasehat dari salah satu toko-toko nasional, saat ini Anda berada dijalur yang telat menjaga Marwah dan integritas serta independensi Komnas HAM RI, jangan pernah menyerah dan jangan pernah menyerah berjuang demi para pencari keadilan.
Pada pukul 12 siang tepat saya bertemu Jenderal Luhut Panjaitan dan di ruangan ada juga jenderal Sintong Panjaitan serta Staf Khusus Lambock P Nahathans.
Beliau menyambut saya dengan baik dan kalem mukanya bersahaja, tidak tampak marah pada saya. Setelah berbagai pembicaraan beliau menawarkan sebuah jabatan untuk memimpin Badan Otorita dengan Anggaran Fantastis 21 Trilyun. Saya tidak kaget karena 2014 pernah berjanji untuk berikan jabatan di salah satu kementerian oleh Pak Luhut sendiri, Hasto Kristyanto, Sekjen PDIP, mungkin juga sepengetahuan Ibu Mega, Partai Nasdem, Pak SP dan Kaka saya VBL, Jokowipun telah mengenal saya sebelum menjadi Presiden, sering menelepon saya terkait pembangunan di Jakarta.
Saya menolak dengan halus tanpa mengurangi rasa penghormatan, sembari mengucapkan terima kasih, ” sy belum berbuat apa2 di Komnas HAM, namun tidak sedikit pencari keadilan yg membutuhkan ukuran tangan kita”. Di Komnas HAM ini terminal akhir pengaduan di tengah ketidakadilan hukum, biarkan saya selesaikan tugas di Komnas HAM.
Kemudian beliau agak marah dan berkata ” oke kalau begitu sambil tunggu Resuffle kabinet bantu saya di Kemenkopolhukam sebagai staf khusus” , lagi2 saya sampaikan “terima kasih atas kepercayaan ini, Saya masih mencintai Komnas HAM”.
Adik saya Marthen Marthen Ramelau Somu Goo yang ikut menyaksikan pertemuan melihat saya tersenyum dengan cara halus saya menjawab. 2 Hari lalu tanggal 25 Juli 2015 saya dipanggil oleh Staf Khusus Presiden bidang Intelijen Jenderal Gories Mere, di salah satu kantor bersama Jenderal Hendropriyono di Kuningan, Ada Bonie Hargens, Pengamat Politik UI dan Komisaris Antara, mereka bertanya tentang masalah Papua dan juga soal jabatan di Negeri ini, jawabanku hanya satu, “saya tidak paham dan tahu tahu politik karena saya hanya seorang pembela kemanusiaan, jadi kalau bicara politik silakan bertanya kepada orang2 yang kompeten.
Hari ini para tokoh nasional bahkan juga tokoh2 dari Papua sedang siap siaga, matanya melotot tiap detik pada telpon genggam barangkali ada telpon dari istana, semua standby di Jakarta menunggu panggilan Presiden, saya memutuskan turun ke lapangan menemui para pencari keadilan di pedalaman Sumatera selatan, Palembang, besok saya akan gelar 9 kasus bersama para Kapolres dan Kapolda di Mapolda Sumatera selatan, hidup saya adalah hanya bekerja dan bekerja dan bekerja.
Namun pertanyaan saya, mengapa saya yg ditawarkan jabatan, kenapa saya yg ditanya ttg masalah yg membelit di negeri ini ” Aku Ma Apa atuh... (Natalius Pigai)