PRIBUMI – Pumpunan KKG: SRI MULYANI INDRAWATI, BERKELEY MAFIA, OTB, IMF & WORLD BANK (III)
SMI, BERKELY MAFIA, KEKUATAN ASING DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA
Kekuatan asing yang boleh dikatakan menentukan semua kebijakan ekonomi dan keuangan Indonesia diwakili oleh tiga lembaga keuangan internasional, yaitu Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan IMF.
Ketika KKG sebagai Menko EKUIN pertama kali harus mengucapkan pidato di depan CGI dalam pembukaan rapat tahunannya, kepada KKG disodorkan naskah pidato oleh staf yang jelas anggota OTB. Isinya sama sekali tidak disetujui oleh KKG, dan dia minta kepada staf yang bersangkutan supaya diubah dengan arahan dari KKG.
Dia menolak sambil mengatakan bahwa sudah menjadi tradisi sejak dahulu kala bahwa pidato pembukaan IGGI/CGI oleh Ketua Delegasi RI haruslah dibuat oleh WB melalui staf Menko EKUIN.
Akhirnya saya membuatnya sendiri yang isinya sesuai dengan hati nurani dan keyakinan saya, yang ternyata isinya mengejutkan pimpinan sidang, Wakil Presiden WB Dr. Kasum.
Pidato yang saya ucapkan mengandung tiga inti. Yang pertama, kalau Indonesia tidak mampu membayar cicilan pokok utang beserta bunga yang jatuh tempo, negara-negara IGGI/CGI ikut bersalah, karena barang siapa memberi utang harus mengevaluasi apakah yang diberi utang akan mampu membayar cicilan utang pokoknya beserta bunganya tepat waktu.
Kalau ternyata tidak bisa, negara-negara pemberi utang harus ikut bertanggung jawab dalam bentukhair cut. Bukan hanya penundaan pembayaran cicilan utang pokoknya saja, yang sifatnya menggeser beban di kemudian hari, sedangkan bunganya membengkak.
Kedua, KKG protes penggunaan istilah “negara donor”, dan minta supaya istilah yang sudah dibakukan oleh WB bersama-sama dengan para ekonom OTB itu diganti dengan istilah “negara kreditur” atau “negara pemberi utang”.
Ketiga, KKG juga protes digunakannya istilah “aid” atau bantuan, dan minta diganti dengan “loan” atau kredit.
Kesemuanya tidak dihiraukan. Belakangan saya mendengar dariDr. Satish Mishra yang khusus diperbantukan pada Indonesia oleh PBB selama krisis. Dia memberitahukan kepada saya bahwa walaupun segala sesuatu yang saya katakan masuk akal, para ekonom OTB sendiri bersama-sama dengan WB, Bamk Pembangunan Asia dan IMF menyikapinya dengan “let him talk”. Biarlah dia bicara, tidak akan ada dampaknya sama sekali.
SEJARAH PENGUASAAN EKONOMI INDONESIA OLEH KEKUATAN ASING DAN KELOMPOK BERKELEY MAFIA
Mari sekarang kita telaah bagaimana beberapa akhli dan pengamat asing melihat peran kekuatan asing dan kelompok Berkeley Mafia dalam perekonomian Indonesia sejak tahun 1967.
Saya kutip apa yang ditulis olehJohn Pilger dalam bukunya yang berjudul “The New Rulers of the World.” Saya terjemahkan seakurat mungkin ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut :
“Dalam bulan November 1967, menyusul tertangkapnya ‘hadiah terbesar’, hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konperensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambil alihan Indonesia. Para pesertanya meliputi para kapitalis yang paling berkuasa di dunia, orang-orang seperti David Rockefeller. Semua raksasa korporasi Barat diwakili : perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut “ekonoom-ekonoom Indonesia yang top”.
“Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan ‘the Berkeley Mafia’, karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, Sultan menawarkan : …… buruh murah yang melimpah….cadangan besar dari sumber daya alam ….. pasar yang besar.”
Di halaman 39 ditulis : “Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. ‘Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler’ kata Jeffrey Winters, guru besar pada Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya yang sedang bekerja untuk gelar doktornya, Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konperensi. ‘Mereka membaginya ke dalam lima seksi : pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan : ini yang kami inginkan : ini, ini dan ini, dan mereka pada dasarnya merancang infra struktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri.
Freeport mendapatkan bukit (mountain) dengan tembaga di Papua Barat (Henry Kissinger duduk dalam board). Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang dan Perancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan kepada Soeharto membuat perampokan ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.”
Demikian gambaran yang diberikan oleh Brad Simpson, Jeffrey Winters dan John Pilger tentang suasana, kesepakatan-kesepakatan dan jalannya sebuah konperensi yang merupakan titik awal sangat penting buat nasib ekonomi bangsa Indonesia selanjutnya.
Kalau baru sebelum krisis global berlangsung kita mengenal istilah “korporatokrasi”, paham dan ideologi ini sudah ditancapkan di Indonesia sejak tahun 1967. Delegasi Indonesia adalah Pemerintah. Tetapi counter part-nya captain of industries atau para korporatokrat.
PARA PERUSAK EKONOMI NEGARA-NEGARA MANGSA
Benarkah sinyalemen John Pilger, Joseph Stiglitz dan masih banyak ekonom AS kenamaan lainnya bahwa hutanglah yang dijadikan instrumen untuk mencengkeram Indonesia ?
Dalam rangka ini, saya kutip buku yang menggemparkan. Buku ini ditulis oleh John Perkins dengan judul : “The Confessions of an Economic Hit man”, atau “Pengakuan oleh seorang Perusak Ekonomi”. Buku ini tercantum dalam New York Times bestseller list selama 7 minggu.
Saya kutip sambil menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
Halaman 12 : “Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri dari 11 orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik buat pulau Jawa.”
Halaman 13 : “Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa”. “Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya.”
Halaman 15 : “Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan hutang yang sangat besar jumlahnya yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Halliburton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyek-proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya telah dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara penghutang (baca : Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya.”
Halaman 15-16 : “Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima hutang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian ketergantungan keuangan negara penerima hutang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan dari pemerintah-pemerintah penerima hutang. Maka semakin besar jumlah hutang semakin baik. Kenyataan bahwa beban hutang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan.”
Halaman 15 : “Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB.”
Halaman 16 : “Claudia dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani hutang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi.”
Halaman 19 : “Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF.”
Bersambung