Fenomena Ahok adalah anak kandung dari perjuangan Reformasi 1998, terutama penghargaan tentang demokrasi dan pluralitas. Masyarakat Ibukota, yang merupakan sentrum dari Reformasi saat itu, menunjukkan komitmennya untuk memilih Jokowi-Ahok pada tahun 2012 dengan segala resikonya. Termasuk siap untuk dipimpin Gubernur pertama yang berasal dari etnis minoritas tentunya. Tak dinyana. Sepeninggal Jokowi karena dipilih rakyat menjadi Presiden pada 2014. Awalnya kita mengira Ahok akan memperjuangkan visi-visi yang diperjuangkan Reformasi, karena ia adalah anak kandung dari epos perjuangan tersebut. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Ahok di balik pencitraan anti korupsi dan pluralis-nya, malah menampilkan sisi bengis neofasis dalam pemerintahannya. Hampir persis wajah dari Orde Baru.
Ahok tanpa ragu meneruskan proyek peninggalan Orde Baru dalam Reklamasi Teluk Jakarta. Memang kebetulan “teman-teman” Ahok yang sesungguhnya adalah para taipan sektor Properti pengembang Reklamasi. Ahok juga sebetulnya berasal dari kelas yang sama dengan “teman-teman”-nya, yang gemar mempunyai aset pulau dan pantai pribadi. Padahal secara bersamaan Menteri KKP Susi Pudjiastuti sedang getol memperjuangkan agar publik dapat menikmati kembali pantai-pantainya yang indah. Dalam istilah Gerakan Occupy Wallstreet (yang lahir tahun 2008 di Amerika Serikat), orang seperti Ahok ini bersama “teman-teman”-nya adalah golongan 1% rakyat yang terkaya. Bukan berasal dari golongan 99% rakyat Indonesia yang menengah ke miskin. Gaya neofasis Ahok dalam melakukan penggusuran orang miskin menunjukkan bahwa dirinya belum pernah jadi orang miskin.Tidak segan-segan Ahok menurunkan tentara bersenjata lengkap dalam menghadapi warga yang menolak penggusuran gaya Ahok. Bahkan Ahok pernah menyampaikan tentang pengertian HAM menurut dirinya yang bisa membuat kita merasa ngilu. “Kalau saya ditanya, ‘Apa HAM anda?’ Saya ingin 10 juta orang hidup, bila dua ribu orang menentang saya dan membahayakan 10 juta orang, (maka dua ribu orang itu) saya bunuh di depan anda,” begitu kata Ahok seperti yang dimuat oleh detik.com pada 23 Agustus 2015 diambil darihttp://news.detik.com/berita/2998358/ham-versi-ahok-untuk-melindungi-rak… diambil darihttp://news.detik.com/berita/2998358/ham-versi-ahok-untuk-melindungi-rak… Namun di balik kebengisan Ahok dalam menggusur tersebut, ternyata terdapat motif bisnis para “teman-teman”-nya taipan sektor properti. Ahok meminta dana kontribusi ke “teman-teman”-nya ini untuk membayar tentara, polisi, satpol PP yang menggusur tanah rakyat miskin Jakarta, serta membangun taman-taman, dll. Setelah “bersih” dari warga, tanah-tanah tersebut akan dijual atau disewakan ke “teman-teman”-nya para taipan untuk dikembangkan propertinya.
Daftar KKN Ahok Yang menarik, kontribusi dari “teman-teman” Ahok tidak memiliki payung hukum apapun, mirip dengan model anggaran off-budget seperti era Orde Baru. Dana off-budget adalah dana yang digunakan untuk membangun proyek tanpa melalui proses pembahasan di Parlemen, seperti diatur UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara. Sehingga sangat diragukan transparansi dan akuntabiltas dari model off-budget tersebut. Inilah kesalahan yang menjadi bukti utama Ahok telah mengkhianati amanah Reformasi tentang Pemberantasan KKN. Jangan tepancing pada upaya Ahok mengalihkan perhatian publik pada besaran dana kontribusi. Seolah-oleh memang dirinya adalah pahlawan, yang menginginkan besaran yang tinggi untuk dana kontribusi pengembang. KPK ikut mensukseskan pengalihan perhatian publik tersebut dengan mengungkap, bahwa memang benar terjadi suap menyuap dari “teman-teman” taipan Ahok kepada anggota Parlemen Daerah oposan Ahok, melibatkan staf khusus Ahok yang sedang menyusun Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur besaran dana kontribusi tersebut. Jangan terilusi bahwa Ahok dan para pengembang properti ini sedang berseteru, karena yang terjadi adalah mereka selalu bergandengan. Bukti berikutnya Ahok KKN adalah tentang kasus penjualan tanah yayasan RS Sumber Waras.
Dalam kasus ini KPK ikut memainkan genderang melindungi Ahok, sementara BPK menyatakan banyak terjadi kejanggalan sehingga telah merugikan Negara hampir Rp 190-an milyar (karena terdapat perbedaan NJOP yang signifikan mencapai Rp 13 juta/meter). Dalam catatan kami, ada dua hal penting yang perlu dikejar dalam persoalan KKN yang melibatkan Ahok ini. Pertama.Ada pembicaraan apa antara Ahok dengan Jan Darmadi sebelum akhirnya Jan Darmadi berkirim surat atas nama Yayasan RS Sumber Waras dan kemudian Ahok mengeluarkan disposisi perintah peanggaran di APBD-Perubahan 2014 sebesar Rp 755 miliar untuk pembelian lahan sebesar 3,6 Ha kepada Bappeda Jakarta? Jan sendiri adalah taipan raja Judi di era Orde Baru, sekarang Watimpres Jokowi, petinggi dan donator Partai Nasdem, yang juga petinggi di Yayasan RS Sumber Waras. Jangan-jangan salah satu poin pembicaraan adalah dukungan Partai Nasdem untuk Ahok maju lagi di Pilkada 2017? Kedua. Sangat janggal bahwa untuk transaksi sebesar Rp 755-an miliar dari rekening Bank DKI Dinas Kesehatan DKI ke Yayasan dilakukan selepas jam operasional bank. Terlebih lagi menggunakan cek tunai yang dilakukan pada malam Tahun Baru 31 Desember 2014, empat hari setelah tanggal tutup buku.
BPK sendiri mengindikasikan bahwa cek tersebut diterima oleh pihak ketiga. Kemungkinan pihak ketiga yang dimaksud BPK ini adalah adik Ahok, Fifi, yang namanya juga tercantum di Panama Papers karena memiliki perusahaan cangkang (offshore). Karenanya kita jadi curiga, jangan-jangan ada aset kekayaan Ahok yang dititip ke adiknya Fifi tersebut. Kemungkinan besar juga Fifi lah yang dipercaya Ahok untuk mengurus legalisasi dana kontribusi (yang dari Podomoro saja sebesar Rp 1,6 triliun) dari pengembang Reklamasi… Kembali ke soal lahan yayasan RS Sumber Waras. Yang perlu digarisbawahi juga adalah bahwa status tanah seluas 3,6 hektar yang dihargai sebesar Rp 755 miliar ini adalah Hak Guna Bangunan (HGB). Yayasan RS Sumber Waras mendapatkan HGB lahan ini selama 30 tahun sejak Februari 1998 hingga Februari 2018 (dan dapat diperpanjang 20 tahun lagi) dengan biaya saat itu Rp 74-an miliar. Artinya Jan Darmadi mendapatkan keuntungan 1000% dari Ahok. Pertanyaannya adalah, mengapa Pemerintah DKI terburu-buru melakukan pembelian di tahun 2014?
Padahal tinggal ditunggu saja empat tahun lagi hingga tahun 2018 saat HGB-nya habis, jangan berikan perpanjangan izin, dan akhirnua Pemerintah DKI tidak perlu mengeluarkan dana sepeserpun untuk mendapatkan lahan tersebut. Bukti lainnya adalah dugaan Ahok mengkorupsi dana politik. Untuk membangun rumah megahnya di pemukiman mewah Pantai Mutiara, yang bertetangga dengan rumah para eksekutif taipan pengembang, Ahok kabarnya mengumpulkan dana yang seharusnya digunakannya untuk pencalonan Pilkada DKI bersama Jokowi tahun 2012. Bahkan kabarnya Ahok sendiri yang mengambil uang-uang tersebut. Untuk menyangkal desas-desus ini Ahok harus membuktikan secara terbalik darimana aset rumah mewahnya di Utara Jakarta tersebut berasal. Bukti lainnya adalah tentang proses pengadaan 150 Bus Scania dan 150 bus Eropa lainnya oleh PT Transjakarta sebesar Rp 2,2 triliun yang dilakukan tanpa proses tender. Direktur Utama PT Transjakarta Budi Kaliwono adalah teman masa SMA Ahok di Belitung. Sebelum diangkat Ahok sebagai Dirut Transjakarta, Budi merupakan dealer bus Scania di Astra International yang dimiliki United Tractors. Lainnya adalah tentang kasus proyek-proyek pembangunan PT Jakpro yanggunakan puluhan triliun rupiah anggaran APBD ternyata malah kembali menguntungkan taipan pengembang yang itu itu lagi. Seperti misalnya dalam kasus proyek Thamrin City dan Waduk Pluit yang meskipun bekerja sama dengan Agung Podomoro namun PT Jakpro tetap menggelontorkan belasan triliun anggaran daerah. Wajar lah bila kemudian Ahok disebut sebagai Gubernur Podomoro (hal yang juga tidak disanggahnya!), bukan Gubernur Rakyat Jakarta. Jadi, mari kita jangan terjebak ke dalam permainan ISU SARA (tentang Surat Al-Maidah ayat 51) dalam Pilkada DKI. Toh Ahok sudah minta maaf. Akan jauh lebih mencerdaskan bagi generasi muda untuk dapat mewaspadai bangkitnya ideologi neofasis dan KKN , musuh ideologi kita, yang saat ini kebetulan ditampilkan oleh wajah Ahok.*** (Iskra Malaya, aktivis prodemokrasi dan kompasioner) KONFRONTASI.com