*4 NOPEMBER ITU BUKAN PERUSUH, MEREKA MENUNTUT PENEGAKAN HUKUM*
_Oleh : Ferdinand Hutahaean_
_RUMAH AMANAH RAKYAT_
Tanggal 4 Nopember 2016 tinggal hitungan puluhan jam saja. *Tanggal 4 Nopember 2016 akan tercatat dalam sebuah catatan sejarah bangsa dan catatan biografi kehidupan setiap insan yang turun kejalan hari Jumat nanti dalam memperjuangkan kebenaran keyakinan sebuah ajaran agama yang dianut mayoritas penduduk bangsa ini*. Maka kelak dalam catatan kehidupan kemudian akan bercerita bangga kepada anak cucu insan yang turut hadir memperjuangkan agamanya yang diduga dinistakan oleh seseorang bernama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. *Tentu cerita kebanggaan itu tidak akan pernah dimiliki oleh orang yang tidak turut hadir dan bahkan malah membela sipenista agama*.
Aksi umat Islam tanggal 4 Nopember 2016 tersebut adalah sebuah REAKSI yang timbul atas AKSI. Publik kemudian menjadi terpanggil jiwanya untuk memperjuangkan aqidah yang dipahaminya. *Panggilan dan seruan yang melebihi apapun panggilan didunia ini dan bahkan diyakini banyak orang sebagai panggilan menuju ke surga*.
Kemudian yang menjadi aneh adalah adanya upaya membalik logika normal menjadi logika tidak normal. *Langkah yang diambil oleh Presiden beberapa hari terakhir ini adalah langkah yang membalik logika dan bisa berakibat salah makna bila dipandang dari sudut yang berbeda*. Presiden melakukan safari perjalanan ke Hambalang dan kemudian mengundang PBNU, MUI dan MUHAMADYAH silaturahmi. Tentu bila dimaknai dari sudut pandang lurus, ini adalah upaya Presiden untuk menyejukkan suasana, upaya untuk mendinginkan suhu yang panas. Namun bila dipandang dari sudut mirimg, maka safari itu bisa jadi negatif maknanya, yaitu seolah olah Presiden menuding atau setidaknya menduga bahwa Hambalang, PBNU, MUI dan MUHAMMADYAH adalah otak dari gerakan 4 Nopember dan maka itu perlu diajak bicara atau ditemui. Itulah sikap tidak hati-hati dari Presiden.
Logika kemudian semakin terbalik karena diupayakan dibalik secara paksa oleh pihak-pihak yang mungkin saja adalah bagian dari pendukung Ahok. *Presiden sebagai warga PDIP dan PDIP adalah pendukung Ahok sangat wajar bila kemudian Presiden juga turut mendukung Ahok*. Dan sikap yang ditunjukkan oleh Presiden membuat publik menjustifikasi hal itu sebagai sebuah fakta bahwa Presiden tidak netral, bahwa presiden melindungi Ahok. Begitulah utak utik pikiran banyak orang.
*Mestinya tidak ada yang boleh menyalahkan REAKSI umat yang timbul tanggal 4 Nopember ini. Yang harus disalahkan adalah sumber masalahnya yaitu AKSI Ahok di kepulauan seribu yang diduga menistakan ajaran agama Islam*. Mestinya semua mulut dan lidah serta semua jari harus menjuk pada Ahok sebagai sumber masalah. Bukan sebaliknya malah menyalahkan reaksi umat Islam yang kemudian turun kejalan menuntut penegakan hukum. *Presiden semestinya memerintahkan Kapolri dan kekuatan 10 orang pasukannya untuk menangkap Ahok supaya masalah kemelut bangsa bisa segera selesai*, dan bukan malah mengerahkan puluhan ribu pasukan Polri berhadap hadapan dengan rakyat. Terlalu mahal ongkosnya dan terlalu besar taruhannya hanya untuk seorang Ahok. Karena nasib bangsalah yang dipertaruhkan.
*Akan lebih mulia lagi jika Presiden meminta dan atau memerintahkan Ahok untuk menyerahkan diri secara suka rela ketangan penyidik Polri untuk ditahan demi keselamatan bangsa dan tentu demi kondusifitas kedudukan presiden dalam jabatannya*.
Semua sekarang berlomba dengan waktu. Kebijakan mendesak perlu segera ditempuh. Sebaiknya Presiden jangan menguji kesabaran publik karena kegiatan tanggal 4 Nopember itu bukan perusuh, tapi aksi umat untuk menuntut penegakan hukum. Tidaklah baik jika pelaku kejahatan dilindungi dan para pejuang penegakan hukum kemudian dituding sebagai kaum radikal dan perusuh.
*Mari kita doakan agar aksi tanggal 4 Nopember menjadi tonggak baru sejarah hukum dan politik di negara ini demi kejayaan Indonesia kedepan*.
Jakarta, 02 Nopember 2016