Saatnya Gajah Mada Menyelamatkan Nusantara Kapolri, belajarlah dari Polda Jateng!

0
624
Kapolri Jenderal Tito Karnavian /ist

Saatnya Gajah Mada Menyelamatkan Nusantara
Kapolri, belajarlah dari Polda Jateng!

MS Kalono*

Di saat negeri ini dibuat sibuk dengan pernyataan seorang Ahok yang dinilai melecehkan Surat al Maidah 51. Polisi sebagai penegak hukum nampak kewalahan, cenderung ragu2 untuk menegakkan hukum atas Ahok.

Tiba2 di Solo ada sebuah kejadian yang mirip dilakukan oleh Ahok. Jika Ahok menista agama lewat kata-kata, maka AHP (Ahok-2: orang Solo menyebut) melakukannya dengan menyobek al Qur’an. Kejadiannya di kost mewah No 1, Green Park, Sumber, Solo, Senin, 31 Okt 2016, 03.30 WIB.
14 jam kemudian peristiwa penyobekan kertas tersebut dilaporkan ke Polresta Surakarta. Tidak menunggu lama, media sosial WhatsApp, Facebook dan lain-lain penuh dengan berita tentang penyobekan Qur’an tersebut.

Berbagai spekulasi beredar lewat postingan media sosial. Pelaku yang kebetulan seorang Cina dan beragama non muslim dikabarkan berani berbuat seperti itu karena “tertular” keberanian Ahok menista yang hingga saat ini masih melenggang bebas. Spekulasi yang lain karena dia anak salah seorang pejabat yang sangat dekat dengan Walikota Solo. Sehingga tidak mungkin diproses hukum. Tentu spekulasi-spekulasi ini sangat meresahkan semua pihak.

Kapolresta Surakarta, Kombes Ahmad Lutfi, menepis semua itu. Dia mengambil langkah cepat. Setelah pemeriksaan awal menunjukkan bukti adanya tindak pidana yang kuat, dan kasus ini dinilai dapat menimbulkan Potensi Gangguan Keamanan dan Ketertiban .

Sadar bahwa SDM di Polresta Surakarta yang ada sangat terbatas, sementara kasus harus segera tertangani dengan cepat, maka Kapolresta segera berkoordinasi dengan Kapolda Jateng, Irjen Condro Kirono. Akhirnya jam 22:00 pemeriksaan dialihkan ke Subdit Keamanan Negara Reskrimum Polda Jateng.

Jam 17:00, 1 Nop 2016 pemeriksaan Tersangka dan 5 Saksi selesai, kemudian dilanjutkan Penahananan Tersangka.

Kerja cepat yang dilakukan Polresta Surakarta dan Polda Jateng patut untuk diapresiasi dan dijadikan contoh. Jika sejak dari awal Polda Metro Jaya dan Mabes Polri bergerak cepat seperti Polda Jateng tentu tidak akan terjadi demo-demo dimana-mana, dan demo besar 4 Nopember 2016. Potensi Ganggu Keamanan dan Ketertiban bisa diminimalisir.

Jika kita bandingkan antara Ahok dan Ahok-2 sama-sama warga negara Indonesia keturunan Cina. Jika Ahok melakukan dugaan penistaan agama secara terbuka dengan menggunakan lisan dan banyak saksi, sedangkan Ahok-2 melakukannya di tempat tertutup.

Yang membedakan adalah jika Ahok-2 secara jantan mengakui kesalahannya dan menampakkan penyesalannya (bahkan sempat bersimpuh minta maaf di hadapan saya, meskipun proses hukum tetap berjalan). Sedangkan Ahok “mbulet” mencari dukungan dan pembenaran kemana-mana. Tidak bersikap jantan seperti Ahok-2.

Penanganan Polda Jateng cepat selesai, Tersangka, Ahok-2 segera ditangkap dan ditahan. Kurang dari 24 jam sejak Laporan Polisi dilakukan. Sehingga Potensi Gangguan Keamanan dan Ketertiban nyaris nihil.

Sementara Polda Metro Jaya atau Mabes Polri yang mendapatkan Laporan sejak tanggal 7 Okt 2016 hingga saat ini, 3 Nop 2016 belum jelas menetapkan siapa yang menjadi Tersangka. Padahal tindak pidananya terang benderang seterang siang hari di musim panas tanpa awan.

Maka jika ada gelombang besar demo 4 Nop 2016 dan demo-demo lain di seluruh pelosok negeri ini, bukan karena tidak dewasanya umat Islam. Ini akibat lambatnya Polda Polda Metro Jaya atau Mabes Polri menindak lanjuti Laporan Polisi.
Ini tidak ada kaitannya dengan pilkadal DKI. Urusan pilkadal DKI adalah urusan kecil dalam Islam. Jangan mengkerdilkan diri dengan mengkait-kaitkan masalah penistaan agama Islam dengan pilkadal DKI.

Yang tidak dipahami oleh para pengamat dan pembisik Presiden maupun Kapolri, bahwa umat Islam setelah Khulafur Rosyidin dalam berIslam tidak mengikuti rejim penguasa atau ulama yang mendekat kepada penguasa. Tapi umat mengikuti ulama yang memegang erat Islam meski tanpa susuan penguasa, meski hidupnya sangat sangat sederhana.

Jika yang didengar penguasa adalah ulama yang biasa dekat dengan penguasa maka akan menjadi salah pendengaran. Bukan suara langit yang datang, tapi suara duwit.

Jangan salah dengar. Ini sudah bukan urusan duwit, tapi urusan dunia lain. Urusan langit. Umat Islam akan tetap berbondong-bondong pada 4 November.

Jangan pernah berpikir bahwa setelah demo akan mereda isu untuk menuntut Ahok. Dan akan berhenti dengan sendirinya. Apalagi jika ada yang ditangkap dengan tuduhan pengrusakan, anarkis, atau yang lainnya.
Percayalah, demo menuntut Ahok tidak akan berhenti setelah 4 November jika Ahok belum ditangkap.

Akan menurun intensitasnya?
Tidak. Semakin merata dan masif, iya.

Suasana semakin kritis. Bola di tangan Kapolri. Kapolri adalah Gajah Mada, komandan Bhayangkara. Saatnya bersikap tegas untuk menyelamatkan Nusantara. Meski harus bertentangan dengan Hayam Wuruk. Seluruh prajurit Bhayangkara ada dikomandomu. Bukan orang lain.
SEGERA TETAPKAN AHOK SEBAGAI TERSANGKA. TAHAN.

*Penasehat Hukum Pelapor penyobekan Qur’an di Sumber Solo.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.