PRIBUMI – International Rattan Forum 2016 berlangsung 15-16 November 2016 di Jakarta. Komitmen Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong peningkatan daya saing industri Rotan, perlu kita dukung. Kita lihat bagaimana progresnya ke depan. Dia janji urus dari hulu- hilir dan membantu tekniknya demi meningkatkan bisnisnya di pasaran lokal dan internasional.
“Desain dan inovasi rotan akan kami arahkan kepada tren pengguna global saat ini,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Peresmian International Rattan Forum 2016 di Jakarta, Selasa (15/11/2016).
Indonesia boleh jadi negara produsen Rotan besar di dunia. Sebanyak 85 persen bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan Indonesia, sisanya Filipina, Vietnam dan Asia lainnya.
Tapi tidak dikelola menjadi sebuah industri tangguh guna mendorong kemakmuran petani dan pengrajin. Parahnya diselundupkan secara mentah- mentah.
Ironisnya, sejak beberapa tahun lalu muncul Rotan sitetis buata China sebagai kompetitornya. Dalam hal ini, Airlangga mengatakan produk impor itu mengambil market share produk rotan alam kita.
Lalu? “Industri rotan harus ditingkatkan profitnya. Tanpa keuntungan, tidak akan sustainable. Industri rotan harus punya untung cukup untuk menanam kembali dan promosi,” ungkapnya.
Sentra industri hilir rotan di Indonesia tersebar di Cirebon, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Jepara, Kudus, Semarang, Sukoharjo, dan Yogyakarta dengan potensi 622 ribu ton per tahun.
Ketua Umum HIMKI Soenoto mengatakan, industri rotan dalam negeri harus terintegrasi dari hulu sampai hilir.
“Pemerintah telah membuat kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah. Selanjutnya perlu membangun model eco green dan promosi untuk memenangkan di pasar global,” tuturnya.
Sedangkan, Ketua PUPUK Lendo Novo menyampaikan, pihaknya telah melakukan program Promoting Sustainable Production and Comsumption Eco-friendly Rattan Pruducts (Prospect) yang didanai Komisi Uni Eropa guna mendukung keberlangsungan rotan ramah lingkungan di Indonesia.
“Program ini sudah berjalan hampir empat tahun sejak 2013 dan akan berlangsung sampai 2017, yang diimplementasikan oleh PUPUK Bandung bekerjasama dengan Stichting Nederlandse Vrijwilligers (SNV) Belanda dan Innovation Zentrum Licthenfels (Jerman), dengan lokasi pengembangan di wilayah hulu seperti Katingan (Kalimantan Tengah), Sigi di Sulawesi Tengah, sekaligus Aceh Besar. Untuk wilayah hilir dilakukan di Cirebon, Surakarta, atau Surabaya,” paparnya. |KAR