Upaya penolakan pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang dilakukan ratusan petani Desa Sukamulya, Kabupaten Majalengka ditembak senapan berpeluru gas air mata oleh 1.500 personel gabungan, Kamis (17/11/2016).
Ribuan personel gabungan itu berasal dari Polda Jawa Barat, Polres Majalengka, TNI dan Satpol PP, diketahui ikut mengawal proses pengukuran lahan yang akan digunakan untuk pembangunan BIJB.
Sekretaris Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Mohamad Ali, mengatakan penembakan tersebut terjadi ketika ratusan petani tersebut menggelar aksi untuk menolak proses pengukuran lahan, yang ditujukan untuk pembangunan BIJB
“Penembakan gas air mata itu dilakukan setelah waga gagal bernegosiasi agar pengukuran lahan untuk BIJB dibatalkan. Tuntutan kaum tani ini wajar, karena belum pernah ada kesepakatan dengan warga. AGRA mengecam keras tindakan penembakan tersebut,” tegas Mohamad Ali.
PEMPROV JABAR AKAN LANJUTKAN AKSI PERAMPASAN TANAH
Terkait pembangunan proyek Bandara Internasional Jawa Barat ( BIJB ) dan kebutuhan perluasan runway seluas 1000 m x 60 m, rencanya pada tanggal 15 dan 16 Nopember 2016 akan dilakukan pengukuran lahan untuk kepentingan tersebut tanpa melalui tahapan – tahapan yang seharusnya dilakukan saat pemerintah membutuhkan lahan rakyat untuk kepentingan umum. Gubernur Jabar rencananya akan memobilisasi kekuatan militer untuk mengusir warga.
Desa Sukamulya merupakan satu-satunya desa dari 7 ( tujuh ) desa yang masih bertahan dari penggusuran. Warga Desa Sukamulya sebagaimana telah disampaikan ke Kementerian ATR/BPN, Komnas HAM dan Mabes Polri, selama ini konsisten menolak penggusuran atas dasar sbb:
1) Belum disepakatinya bentuk ganti rugi; 2) Banyak terjadi kecurangan dan praktek calo yang diduga dilakukan oleh oknum pejabat yang berusaha meraup keuntungan dari hasil ganti rugi lahan milik warga dengan cara, salah satunya mendirikan “rumah-rumah hantu” – rumah dadakan, yg tidak layak huni yang tiba-tiba bermunculan di area-area yang ditetapkan sebagai obyek pengadaan tanah; 3) Dari pengalaman desa lain yang sudah dibebaskan lahannya, justru kehidupannya warganya lebih terlantar/sengsara (ganti rugi yang diterima warga hanya berbentuk uang seharga Rp.86.000 – 150.000 per meter, sementara jika warga harus membeli tanah/lahan di tempat baru harganya mencapai Rp.350.000-500.000 per meter)
4) Dalam proses pengadaan tanah proyek BIJB, pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, budaya yang lebih luas bagi warga desa, seperti keberlanjutan mata pencaharian warga yang utamanya bertani/berkebun, serta pendidikan anak-anak Desa Sukamulya.
Kami dari KNPA bersama jaringan mohon solidaritas dan mobilisasi dukungan bagi warga Desa Sukamulya, Front Perjuangan Rakyat Sukamulya (FPRS) Selamatkan masa depan warga Desa Sukamulya. Sebarkan!
Salam hormat,
– KPA
– LBH Bandung
– Sajogyo Institute
– IHCS
– KontraS
– Jatam
– Solidaritas Perempuan
– API
– STI
– HuMa
– AGRA
#AntiPerampasanTanah
#KeadilanAgraria
#AntiKriminalisasi
#ReformaAgraria
#Tanahuntukrakyat