Disaat kehilangan kepercayaan…
Hampir dibanyak Negara kepala Negara dan Pemerintahan yang sedang berkuasa enggan mengakui kesuksesan kepemimpina dimasa lalu, kecuali dinastinya, mungkin termasuk di Indonesia.
Padahal konstitusi yang diajarkan dan yang sudah digariskan mengisaratkan untuk mematuhi prinsif-prinsif yang fundamental, baik dalam berbangsa, bernegara, maupun dalam upaya mempertahankan kedaulatanya.
Dalam banyak cerita tak heran rakyatpun menjadi korban sejarahnya. Dalam polemik itu bahkan Presiden yang sedang berkuasa bisa jadi bertikai dgn mantan Presiden sebelumnya dan seterusnya, dan atau antar pemimpin nasional dengan pemimpin lainya.
Dalam konteks ini, Saya memahami banyak alasan hal ini bisa terjadi kerna beda prinsif dan partai pengikutnya masing-masing. (untuk hal ini kita bisa belajar menyimak dari Pilipina, Malaysia, Miamar, pakistan dll).
Pada sisi lain tak cukup alasan untuk mendiskriminasi demo dugaan penistaan agama akan menggulingkan pemerintahan yang ada, kerna semua insititusi negara berjalan efektif DPR-MPR, Lembaga dan Badan-badan Hukum, ORMAS AGAMA dan tatanan sosial masih tegak utuh dan Polri dan TNI masih menjadi Garda terdepan mengawal NKRI bersama Rakyat.
Maka sangat disayangkan jika semua itu jadi menggeliat gara-gara seorang manusia yang tertuduh sudah menjadi tersangka sebagai penista dibiarkan dan atau dilindungi tanpa logika yang rasional dalam perspektif sosial dan hukum.
Yang sangat saya kuatirkan adalah semua itu terjadi kerna pergulatan kekuasaan, satu dengan yang lainya bisa jadi saling menyandera dan mengabaikan kepentingan nasional, sehingga relatif saling tidak mengakui kesuksesan yang pernah dicapai.
Jika semua mau duduk bersama, melepaskan ketegangan, menurunkan derajat kepentingan pribadi dan kelompok, maka tidak mustahil peristiwa hari ini yang makin memanas dapat diredam dengan damai.
Dan seiring dengan itu tentu tuntutan2 rakyat dapat dipenuhi dengan rasa adil.***
EFFENDI SAMAN, AKTIVIS HUKUM