PERJANJIAN HUDAIBIYAH DI AKSI 212
Saya yakin anda pasti ingat saat Umar bin Khattab tak kuasa menyembunyikan rasa kecewanya yang amat dalam menyaksikan Rasullah tunduk pada kemauan kafir Qurais dalam menyusun perjanjian Hudaibiyah.
Darahnya mendidih melihat arogansi utusan Qurais yg mendikte isi perjanjian, yang terasa sangat merugikan UMMAT Islam itu. Puncaknya, ketika Suhail bin jandal, seorang mukmin yg melarikan diri dan ingin bergabung dengan rombongan Rasulullah karena tak tahan menanggung penyiksaan kafir Quraisy di Mekkah, harus dikembalikan ke Mekkah sesuai salah satu fasal dari perjanjian yg baru saja ditandatangani itu.
Umar menyaksikan Suhail diseret dan meronta ronta minta tolong pada Rasulullah dan kaum muslimin agar ia tak diserahkan lagi ke Mekkah. Saat itu UMMAT Islam tak berdaya, perjanjian telah berlaku. Umar geram, tak kuasa menahan perasaan yg teriris.
Ia mendekati Abu Bakar Siddiq.
“Wahai Abu Bakar, bukankah Muhammad adalah Rasul Allah ?”
“Ya, benar.” jawab Abu Bakar
“Bukankah kita Muslim dan mereka kafir ?”
“Ya, benar.” jawab Abu Bakar
“Bukankah Suhail Muslim dan adalah saudara kita?”
“Ya, benar.” jawab Abu Bakar
“Bukankah Allah menolong orang beriman dan dengan pertolongan Allah kita mampu melawan mereka?”
“Ya, benar.” jawab Abu Bakar
“Mengapa kita biarkan semua ini terjadi ?”
“Tenanglah wahai Umar. Muhammad benar-benar Rasul Allah dan Allah pasti menolong kita”., Abu Bakar menenangkan Umar.
Saat itu, semua sahabat memang merasakan kecewa dan sedih menyaksikan peristiwa itu, sampai sampai perintah Rasul agar mereka berkemas untuk pulang kembali ke Madinah, tidak melanjutkan ke Mekkah umtuk Umroh, sesuai poin lain dari perjanjian itu, tidak mereka hiraukan gingga rosul kesal…
Cuma Abu Bakar yg tampak tenang.
Perjanjian itu ternyata menjadi titik balik kebangkitan Islam. Secara politis, dg perjanjian itu berarti kaum kafir Quraisy telah mengakui eksistensi masyarakat muslim, mengakui Muhammad sebagai pemimpin.
Hari-hari selanjutnya, kafir Mekkah justru merasa bahwa perjanjian Hudaibiyah adalah merugikan mereka. Orang orang Islam Mekkah lari bukan ke Madinah melainkan ke satu tempat yg strategis, yakni jalur yg dilalui pedagang Kafir Mekkah. Mereka membegal kafilah dagang Mekkah yg melintas.
Orang kafir Quraisy mengadu pada Rasul, tapi apa daya, daerah begal itu tak tercantum dalam perjanjian dan oleh karenanya Rasul tidak bertanggungjawab. Akhirnya, karena kerugian yg dialami hari demi hari akibat geng begal yg dipimpin Basir ini semakin besar, kafir Qurais minta pada Rasul agar point tentang wajibnya Rasul mengembalikan orang Mekkah yg lari kemadinah dihapus…tidak berlaku.
Begitulah, satu persatu poin perjanjian itu minta dibatalkan sendiri oleh kafir Qurais karena ternyata merugikan mereka sendiri. Maka, UMMAT Islam bisa berhaji dengan tenang. Islam makin tersebar di luar Madinah oleh para begal Muslim, Islam makin kuat sampai MEKKAH takluk tanpa pertumpahan darah.
Banyak juga Orang-orang seperti Umar ketika para ulama bersepakat aksi 212 menjadi aksi zikir dan “dikerangkeng” di silang Monas, tak boleh shalat jum’at di jalan protokol. Mereka kecewa berat.
“Aksi macam apa ini, ?”
“Ulama kok melemah ?”
“Bukankah kita berjihad demi Agama Islam?” dst…dst..dst..
Tapi tahu kah Anda ? Saya membaca peristiwa perjanjian Hudaibiyah ada di Monas…
Satu. Jemaah ternyata melimpah ruah, Polisi terpaksa membuka sendiri blokade yg menutup jalan jalan protokol. Mereka mencabut sendiri larangannya, tanpa diminta para Ulama.
Dua. Jokowi, dan petinggi negeri ini secara sadar telah mengakui kepemimpinan Ulama. Ini dibuktikan dengan kehadiran mereka dalam aksi shalat Jumat 212 yg minta temannya, Ahok, dipenjara dan mengucapkan selamat.. Mereka Mengakui EKsistensi FPI yang selama ini ingin mereka bubarkan !
Tiga. Lebih dari itu, mereka menyaksikan, dan oleh karenanya mengakui, bahwa ulama lebih mulia, lebih dihormati dan lebih didengar perintahnya. Bayangkan, jutaan UMMAT bisa hadir dengan susah payah, dan tertib mengikuti pesan pesan ulama dari mimbar. Berbeda ketika Jendral Tito Karnavian memberi sambutan, ia disoraki, bahkan ada yg minta ia turun dari panggung. Begitu juga ketika Presiden Berpidato. Jemaah lebih memilih meninggalkan tempat. Ia ditinggalkan banyak jemaah. Bandingkan saja dengan mereka yang datang berjalan kaki dari Ciamis. Mereka disambut haru dan bangga sebagai mujahid. Mereka dimuliakan.
Insya Allah, ini adalah “fatham mubina”, ” Fathan qoriba”, kemenangan yang nyata, kemenangan yang dekat… Mudah mudahan berlanjut pada “futuh Mekkah”…
Maka, tenanglah saudaraku, bersabarlah. Kita percaya pemimpin kita adalah Ulama. Mereka pewaris Nabi, pewaris Rasulullah. |DBS/PRB