Blunder Jokowi
Oleh Ramadhani Akrom
Pengamat Politik yang juga mantan Menteri Muhammad AS Hikam membuat analisa brilian. Menurutnya, kehadiran Jokowi di demo ‘Aksi Bela Islam (ABI) 3 menunjukkan Jokowi mengakui kepemimpinan Habib Rizieq atas Umat Islam Indonesia.
Saya setuju. Karena itu, saya berpendapat secara politis, Jokowi melakukan blunder. Mestinya dia tdk usah hadir. Kalau mau solat Jum’at juga carilah tempat lain seperti di ABI 2 di mana dia soljum di Bandara Soetta.
Selama ini, Jokowi tidak menganggap Habib Rizieq sebagai pemimpin dari perlawanan terhadap Ahok. Jokowi selalu menolak bertemu, walaupun ada beberapa ulama mengusulkan dia bertemu karena mereka tahu Habib adalah salah orang pemimpin de facto Islam saat ini. Dia juga tidak meminta Habib ke Istana ketika dia mengundang para tokoh ormas Islam. Dia jelas negasikan peran dan ketokohan Habib.
Tetapi kemarin pada acara ABI 3, Jokowi membuat keputusan yang ‘aneh’. Secara mendadak dia hadir di Monas dan datang berhujan2 saat solat Jum’at mau dimulai. Padahal kehadirannya bagai tidak diharapkan. Dua hari sebelumnya, salah seorang pemrakarsa ABI 3, Ustad Bachtiar Nasir menyatakan, aksi ini bukan untuk mengetuk pintu Istana tapi untuk mengetuk pintu langit. Ungkapan Ustad Bachtiar itu menunjukkan dengan jelas bahwa mereka tidak lagi menganggap Jokowi sebagai tumpuan harapan mereka.
Acara ABI 3 itu jelas sekali diprakarsai oleh Habib. Kehadiran Jokowi itu seakan2 mengakui peran penting Habib selaku pemimpin umat Islam dalam perlawanan terhadap Ahok.
Tidak hanya sampai di sana, Jokowi pun duduk diam menyimak khutbah Jum’at yang disampaikan Habib selaku khotib. Dia dipaksa harus mendengarkan kata2 dari orang yang dia sendiri tidak mau menyalaminya.
Usai Jum’at, Jokowi memberikan sambutan singkat sekitar satu menit yang, saya pikir, mengambang dan tidak menjawab permasalahan yang menjadi tuntutan umat.
Seusai memberi sambutan dia seakan2 ‘kabur’ karena bergegas kembali ke istana. Saat itulah, Habib kembali menunjukkan ‘dominasi’nya dengan ancaman yang pasti didengar oleh Jokowi: “Jika Ahok bebas maka akan terjadi revolusi”. Dan itu diamini oleh jutaan massa yang mendengar kata2 Habib.
Bayangkan, seorang Presiden yang masih berkuasa diancam revolusi oleh orang yang tidak dianggapnya. Dahsyatnya lagi diamini oleh jutaan massa. Itu sebuah tamparan politis yang sangat keras.
Makanya saya merasa aneh jika para cebong (ungkapan sarkasme untuk pendukung fanatik Jokowi-Ahok) menyatakan bhw kehadiran Jokowi di Monas pada 212 itu sebagai ‘manuver politik tingkat tinggi Jokowi’. Bagi saya itu adalah Blunder.***