KEPADA PRESIDEN JOKOWI, TERKAIT PEMBENTUKAN SATGAS CEGAH TINDAKAN INTOLERAN (SCTI).
Sebagai rakyat, saya beri apresiasi atas rencana Presiden Joko Widodo untuk membentuk Satgas Cegah Tindakan Intoleran (SCTI). Namun dikhawatirkan kebijakan tersebut menjadi instrumen politik kekuasaan dan justru bertindak diskriminasi untuk melindungi oknum penista agama yang terkesan kebal hukum.
Kita sambut niat baik pak Presiden. Tapi sekali lagi, wadah atau tim dimaksut sudah pasti akan menambah beban keuangan negara dan menjadi tumpang-tindih dengan keberadaan dan peran kepolisian serta lembaga berwenang terkait.
Selanjutnya, bila tim SCTI di isi oleh orang-orang Parpol atau kelompok yang berada dalam lingkarang kekuasaan. Maka akan kehilangan legitimasi publik dan dicurigai sebagai “lapak” bagi para pemburu jabatan untuk mengais upah dari negara. Terlebih bila kinerganya hanya mengejar target “orderan” dengan memanfaatkan isu-isu intoleran (SARA) sebagai komuditas politik.
Pak Presiden Jokowi kalau memang serius untuk membangun semangat toleransi lintas umat beragama, maka tindakan konkretnya mendorong pihak penegak hukum untuk menangkap dan penjarakan oknum penista agama. Itu sumber masalahnya!
Sebab fakta menunjukan bahwa salah satu penyebab munculnya tindakan intoleran akhir-akhir ini, akibat dipicu oleh perilaku oknum penista agama. Yang secara langsung atau tidak, telah menimbulkan kemarahan luar biasa oleh jutaan ummat Islam dan ummat agama lainnya.
Kami percaya, pak Presiden punya niat baik dan kesungguhan untuk mendorong terciptanya situasi damai dan sejuk antar sesama umat beragama. Dan sikap itu sejalan dengan ummat Islam yang telah membuktikan bahwa mereka sangat toleransi sebagaimana ditunjukan melalui aksi Bela Islam yang juga diikuti oleh pak Presiden dan sejumlah pejabat negara.
Memang kita akui, masih terdapat segelintir orang dari agama manupun yang cenderung bertindak radikal dan ekstrim. Persoalan seperti itu muncul akibat berbagai faktor, salah satunya terkait kesenjangan sosial-ekonomi serta problem penegakkan hukum. Pak Presiden sendiri telah mengakui bahwa aspek hukum, sampai sejauh ini pemerintah masih lamban dan belum maksimal.
Toleransi ummat beragama dapat diwujutkan bila rasa keadilan ummat beragama dilindungi oleh hukum secara konsisten, transapan dan jauh dari segala agenda politik apapun. Namun dam kasus penistaan agama, tampak supremasi hukum menjadi distorsi, berlarut-larut dan berakibat memicu kegusaran ummat beragama secara berkalanjutan dan kini makin mengkhawatirkan.
Pak Presiden, sejujurnya kehidupan rakyat sangat harmoni dan toleran, mereka penuh cinta kasih antar sesama ummat. Tapi pemerintah terkadang bertindak kontraproduktif dan bersikap cuek terhadap suara aspirasi ummat. Dalam kasus penistaan agama hal itu terlihat mencolok dan telah menyiram rasa ketidakadilan bagi pemeluk agama manapun, tegasnya diskriminatif !
Faizal Assegaf
Ketua Progres 98