PRIBUMIINDONESIA – Kenapa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum ada tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP? Padahal Dalam kasus ini negara dirugikan di atas Rp 2 triliun.
“Belum ada ya,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di kantornya, Jakarta, Rabu (21/12/2016). Meski saksi e-KTP mencapai 200 orang, dalam pemanggilan saksi-saksi tersebut belum ditemukan atau terindikasi adanya tersangka baru dalam kasus megaproyek tersebut.
“Sampai saat ini saya belum tanda tangan (adanya tersangka baru),” ujar Saut.
Dalam kasus korupsi e-KTP, KPK telah menatapkan tersangkat atas nama Sugiharto, yang merupakan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil).
Selain Sugiharto, dalam kasus ini, penyidik KPK telah menetapkan satu orang tersangka lain. Dia adalah Irman yang pernah menjadi Dirjen Dukcapil. Irman juga dipanggil penyidik KPK untuk dimintai keterangannya sebagai tersangka.
Dus…Proyek e-KTP terus memunculkan aroma tak sedap. Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun dituding banyak pihak telah melakukan megakorupsi lewat proyek tersebut. Apa yang sebenarnya terjadi? Ikuti tulisan Tim Redaksi kami,
Awalnya adalah Kisruh daftar pemilih tetap atau DPT untuk pemilihan umum 2014 membuat banyak pengamat dan partai politik peserta pemilihan umum heboh bicarakan e-KTP .
Waktu itu DPT yang mestinya ditetapkan pada 23 Oktober 2014 lalu terpaksa diundur dua minggu ke depan. Banyak yang menuding, kisruhnya DPT itu tidak terlepas dari ketidakberesan program kartu tanda penduduk elektronik alias e-KTP, yang menjadi tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri. “Kalau program e -KTP lancar, tak perlu lagi ada masalah -masalah terkait nama dan alamat ganda, nama tanpa NIK, munculnya nama TNI/Polri dalam DPT,” kata pemerhati pemilihan umum Lingkar Madani Ray Rangkuti, 19/10/2014) waktu itu.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pun menyangkal. “Kisruh DPT tidak ada hubungannya dengan e -KTP. Kami sudah serahkan data lengkap ke Komisi Pemilihan Umum. Data itu bukan hanya dilengkapi nomor induk kependudukan, tapi juga informasi lain,” ujar Gamawan. Di tengah kehebohan itu, terpidana dan tersangka di banyak kasus korupsi yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, menyatakan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat kongkalikong dalam proyek 3 -KTP dan meraup Rp 2,5 triliun dari proyek tersebut. (Bersambung)