POKOK GUGATAN WARGA BUKIT DURI
Pokok gugatan warga Bukit Duri terhadap Pemprov DKI dalam sidang PTUN, adalah bahwa penerbitan Surat Peringatan Satpol PP DKI Jakarta, untuk melakukan penggusuran paksa untuk kepentingan proyek normalisasi, sama sekali sudah tidak ada dasar hukumnya (“groundless”).
Perda 1 tahun 2012 tentang proyek normalisasi sudah daluwarsa tahun 2015.
Adapun gugatan “Class Action” warga Bukit Duri di PN Pusat juga sama, bahwa penggusuran paksa Bukit Duri itu sama sekali tidak ada dasar hukumnya, bahkan melanggar hukum, UU 2/2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, secara khusus menyangkut ganti-rugi, dan mengabaikan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) proyek normalisasi sungai Ciliwung, yang menyatakan bahwa baik Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Pemprov DKI pada dasarnya mengakui bahwa tanah di bantaran sungai Ciliwung adalah tanah rakyat. Kalau pemerintah membutuhkan tanah tsb untuk kepentingan proyek pembangunan pemerintah, maka pemerintah harus taat hukum mengikuti prosedur ganti rugi, yang mrkanismenya diatur dalam Amdal itu, bahkan termasuk bagi warga yang sama sekali tidak punya surat tapi de facto berdomisili di tanah itu, maka berhak mendapatkan ganti rugi.
Dengan penggusuran paksa dan memaksa warga untuk menerima Rumah Susun Sewa Rawa Bebek sebagai satu-satunya solusi, tanpa proses dialog dan demokrasi partisipatif, dan jelas menghancurkan kehidupan dan hak-hak ekoonomi, sosial, budaya dan politik warga Bukit Duri, Pemprov DKI telah melanggar asas-asas pemerintahan yang baik, dan jelas melanggar hak-hak asasi manusia. |RBS