Oleh Ferdinand Hutahaean
Semakin panas. Itulah dua kata yang membentuk satu kalimat pendek yang mampu memberi gambaran nyata tentang situasi kota Jakarta saat ini. Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia didiami lebih dati 10 juta orang setiap harinya, dari berbagai suku, RAS dan agama serta berbagai bangsa. Panas suhu udaranya karena Jakarta semakin sesak tidak tertata. Suhu politiknya semakin panas karena ada persaingan 3 pasangan calon semakin tinggi memainkan trik dan intrik bahkan bermain kotor dan fitnah.
Saya ingin mengajak kita semua menggunakan logika waras dan sehat untuk mencermati dan menyikapi perkembangan politik Jakarta saat ini. Logika waras ini perlu dikedepankan karena Jakarta sedang mencari pemimpin. Jakarta butuh pemimpin yang Pancasilais, Jujur, Bersih, Cerdas dan Beradab. Jakarta tidak butuh pemimpin yang pura-pura Pancasilais, pura-pura Jujur, pura-pura bersih dan pura-pura santun atau pura-pura beradab. Jakarta butuh pemimpin yang apa adanya, iklas dalam mengabdi serta mampu memanusiakan munusia dengan cara manusiawi. Karena Jakarta adalah milik rakyat, maka Jakarta harus untuk rakyat.
Dua Artikel sebelumnya telah membahas tentang paslon nomor urut 3 Anies Baswedan dan paslon nomor urut 2 yaitu Ahok. Anies dengan karakter inkonsisten dan gaya loncat-loncat politiknya, serta Ahok dengan gaya pura-puranya dan mirip dengan manusia yang memiliki multi kepribadian. Sekarang saya ingin mengajak kita melihat nomor 1 yaitu Agus Harimurty Yudhoyono. Berpasangan dengan Silvyana Murni didukung oleh Partai Demokrat, PKB, PAN dan PPP.
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) adalah Putra sulung Presiden RI Ke 6 Soesilo Bambang Yudhoyono. AHY memulai karir militernya saat lulus dari Akademi Militer pada tahun 2000 dan menjadi lulusan terbaik saat itu dan disematkan medali Adimakayasa oleh Presiden Ke 5 RI Megawati Soekarno Putri. Prestasi militer AHY sangatlah cemerlang, terakhir menjadi Komandan Batalyon posisi setingkat perwira menengah.
Kemudian pengabdiannya di TNI harus berakhir dan atas panggilan jiwa demi bangsa dan negara dan demi Jakarta yang sedang terluka, AHY kemudian maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta dan saat ini menjadi calon yang paling diharapkan publik Jakarta.
Terbukti rilis survay menempatkan AHY pada urutan pertama mengalahkan Ahok dan Anis.
Pengabdian seorang prajurit TNI tidaklah terbatas sekat dan ruang, tapi pengabdian tulus untuk bangsa dan negara dimana saja dengan memegang teguh sumpah prajurit dan Sapta Marga serta siap berkorban.
Reputasi AHY terbangun banyak didunia militer. Pengalaman birokrasi tentu dimiliki karena sebagai komandan, AHY tidak akan lepas dari birokrasi. Kecintaan kepada bangsa tidak perlu diragukan karena AHY dididik dan menjadi prajurit yang tertanam sumpah dan Sapta Marga.Pancasila dan NKRI adalah harga yang akan dibayar dengan pengorbanan tertinggi.
Pertanyaan sekarang adalah, apa yang menjadi hal negatif dari AHY? Apa yang harus diragukan dari AHY? saya harus jujur mengakui, sampai saat ini saya tidak menemukan sesuatu yang negatif yang pernah dilakukan oleh AHY. Saya tidak pernah mendengar dan melihat sisi buruk AHY. Tapi saya sering melihat sisi positif dan sisi baik yang ditunjukkan AHY. Satu-satunya yang pernah mencuat keraguan kepada AHY adalah dari sisi usia. AHY dinilai terlalu muda untuk maju sebagai Cagub. Bahkan seorang pengamat pernah menyatakan AHY sebagai anak ingusan.
Fakta hari ini menjawab semua keraguan itu bahwa AHY ternyata punya konsep yang memanusiakan manusia dalam membangun Jakarta. AHY ternyata dikerumuni ribuan orang setiap berkunjung ke kampung-kampung di Jakarta. AHY mampu menunjukkan kualitas dan kecerdasan sebagai pemimpin. Bung Karno bahkan berkata, berikan aku 10 pemuda, maka niscaya akan kuguncangkan dunia. Betul kata Bung Karno sang Bapak Proklamator, sudah saatnya sekarang yang muda yang memimpin. Lebih baik menyerahkan kepemimpinan kepada yang muda daripada menyerahkan kepemimpinan kepada orang-orang sudah gagal pada masanya.
Ahok sudah gagal memanusiakan manusia. <b>Bahkan selama menjabat Gubernur, Jakarta menjadi kota konflik dan ketentraman kebinekaan terganggu, dan karena ulahnya, Ahok harus menyandang gelar terdakwa dipengadilan. Anis juga sudah gagal pada masanya. Kegagalannya sebagai menteri pendidikan diganjar Presiden Jokowi dengan memberhentikan Anies dari kursi menteri.
Masihkan publik akan mempercayakan masa depannya kepada orang-orang yang sudah gagal?
Jakarta, 17 Januari 2017