Akhir-akhir ini dia mulai ngerti peradaban karena elektabilitasnya merosot. Beda ketika elektabilitas terlihat perkasa, verbal dan non verbal Ahok luar biasa pongahnya yang seakan tiada kebenaran kalau tidak keluar dari dirinya.
Hanya dengan elektabilitas yang merosot itulah Ahok bisa berubah menjadi santun, menjadi paham peradaban. Seperti kemarin di acara debat Ahok klarifikasi bahwa tidak benar ungkapan yg selama ini dikatakannya “untuk apa santun kalau tidak jujur” yang benar itu menurut Ahok “harus santun dan jujur”. Ahok terlihat waras otaknya
Meski saya kira banyak dan amat banyak yang yakin bahwa perubahan prilaku dari tidak beradab menjadi terkesan sedikit mengerti peradaban itu hanya instrumen saja buat ahok untuk mengelabui warga Jakarta agar bisa terpilih lagi jadi gubernur untuk menjalankan misinya demi kepentingan-kepentingan gurita kuasa para pemilik modal.
Ahok itu gak layak bicara integritas
Publik Jakarta menghukumnya pertama kali justru karena integritas, bukan soal penistaan agama (bisa lihat track hasil survey). Lihatlah ketika ahok menari-nari dengan teman Ahok ngumpulin KTP, berjanji akan maju lewat jalur independen sambil ngata-ngatain parpol yang korup dan suka ngutipin mahar dari calon. Dititik ini Ahok begitu perkasa ditambah belum jelas siapa calon lain yag akan di usung. Disini elektabilitas Ahok diatas 50%.
http://m.liputan6.com/news/
http://bola.kompas.com/read/
Kemudian elektabilitas itu melorot sekali lagi bukan diawali karena kasus penistaan atas agama Islam, melainkan justru karena integritas sebuah kata yang selalu di tonjolkan melekat pada sosok Ahok yang di branding dengan prilaku yang jujur dan bersih.
Karena dasarnya Ahok itu pragmatis dan tidak punya konsistensi, tidak punya integritas, maka dengan mudah dia berbalik badan dan maju lewat parpol dan memuji-muji parpol yang mengusungnya, sampai banyak kader-kader parpol yang mengusung itupun merasa geli mendengar puji-pujian Ahok kemudian setelah sebelumnya dengan enteng mencaci maki partai politik dan lebih percaya pada relawan Teman Ahok
http://m.beritasatu.com/
Ternyata masuknya parpol Nasdem pertama, disusul Hanura, bukan malah menaikkan elektabilitas Ahok yang sebelumnya bertengger diatas 50%, justru malah turun menjadi di bawah 50%. Kemudian masuk lagi parpol Golkar, juga bukan malah naik. Kemudian muncul drama PDIP yang akhirnya mendukung Ahok, juga tidak mengangkat elektabilitas, justru malah turun. Kenapa? Jawabnya karena Ahok miskin integritas miskin integritas itu artinya tidak bisa di percaya, tidak bisa di percaya itu artinya suka berbohong, suka berbohong itu artinya adalah Penipu.
Tekanan elektabilitas itulah yang membuat Ahok panik dan mulai mengaktifkan kembali strategi SARA dengan cara mendeskriditkan pemilih Islam yang tidak mau memilihnya karena dia non muslim warga DKI pemeluk agama Islam jadi sasaran kemarahan Ahok atas elektabilitasnya yang melorot yang justru sebenarnya bukan di picu karena isu agama tapi karena integritas semata.
Tapi bukan Ahok namanya kalau tidak menohok orang, menumpahkan kesalahan kepada pihak lain, bukan Ahok namana kalau pandai instrospeksi diri. Kemudian mulailah Ahok menyinggung Al Maidah 51 dengan segala kambing hitam pada orang-orang yang memakai dalil itu untuk mempengaruhi pemilih dan tidak menguntungkan dirinya.
Apakah itu kuasa Tuhan, saya gak tahu atau mungkin alam semesta ini memang selalu berkonspirasi untuk menggoyang orang-orang sombong seperti Ahok, wallahu a’lam, cuma Tuhan yang tahu.
Yang pasti, elektabilitas Ahok semakin merosot, banyak pemilih Islam yang kemudian sadar bahwa justru Ahoklah yang memainkan isu SARA untuk kepentingan elektoral dirinya. Akhirnya pemilih Islam sadar bahwa para pendukung fanatik Ahok justru datang dari satu etnisitas dan satu agama dengan Ahok.
Pemilih muslim melihat Bahwa justru ada semacam kebanggaan pada mereka jika Ahok yang non muslim bisa menguasai Jakarta, sekali lagi menguasai Jakarta meski di balut dengan kosmetika Ahok hanya sebagai pelayan yang bekerja untuk warga Jakarta.
Tapi publik jakarta sepertinya paham perbedaan berkuasa dengan pelayan. Perbedaan berkuasa dengan bekerja. Dua hal yang secara diametral berbeda jauh sekali.
Karena itu, Zeng Wei Jian sudah benar atas apa yang dia tulis dengan judul. Ahok tidak punya integritas.
Posting Rizal Ramli Atas Nama Warga Jakarta