PRIBUMINEWS.CO.ID – Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor perkebunan yang dibentuk sejak 18 September 2014. Kala itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meneken Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III.
Tepatnya pada 2 Oktober 2014 menjadi awal perjalanan BUMN di bidang Perkebunan, pasalnya Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan Holding BUMN Perkebunan. Di dalam holding ini, terdapat 14 BUMN kebun yakni PTPN I sampai PTPN XIV. PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III yang dipercaya sebagai indukholding.
Dengan hadirnya holding, diharapkan kinerja bisa ‘melompat’ seperti holding BUMN pupuk dan semen. Usia holding BUMN kebun, mimpi berkinerja ‘kinclong’ tampaknya masih jauh dari harapan. Sejak April 2016 Elia Massa Manik menjadi Dirut PTPN III telah mengalami kerugian di beberapa PTPN. Selain tingginya utang yang ditanggung oleh PTPN III dengan mencatat kerugian Rp 823,43 miliar pada semester I-2016. Angka ini justru melompat dari rugi tahun 2015 yang mencapai Rp 613,27 miliar.
Sekalipun holding BUMN kebun tersebut telah berjuang keluar dari ‘perangkap’ keuangan sampai produktivitas. PTPN III selain mengalami kerugian Rp 823,43 miliar pada semester I-2016, juga memiliki utang Rp. 33,24 triliun pada semester I-2016. Utang ini merupakan konsolidasi dari 13 PTPN di bawah PTPN III.
Jurubicara Persatuan Organisasi Purnakarya Pertamina (POOP) Teddy Syamsuri kemudian menyikapi berita tersebut sebagai suatu bahan persandingan jika nama Elia Massa Manik pada hari Jumat (17/3/2017) benar-benar akan dilantik menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero), sangatlah paradoks untuk berkemampuan memimpin BUMN Migas yang akan menuju menjadi World Class Company ini.
“Ditengah Elia yang Dirut PTPN III akan dipilih jadi Dirut Pertamina, justru nasib holdingBUMN kebun yang dipimpinnya mengalami rugi Rp. 823 M sampai mempunyai utang Rp. 33 trilyun. Ini kan paradoks” ujar Teddy dalam rilisnya yang diterima Redaksi Pribuminews.co.id 16 Maret 2017.
“Ini juga menjadi ironis, Elia belum tuntaskan kerugian Rp. 823 milyar dan utang Rp. 33 trilyun saat menjadi Dirut PTPN III, malah dipilih menjadi Dirut Pertamina menggantikan Plt Dirut Yenni Andayani” imbuh Teddy yang juga Ketua Umum Lintasan 66.
Menurut Teddy, Elia tercatat mulai karier di PT Indofood Sukses Makmur (ISM), kemudian bergabung dengan Suez Group yang ditinggalkan pada 2001. Saat itu, Elia bergabung dengan PT Kiani Kertas dan kemudian bergabung dengan PT Jababeka. Selanjutnya menjadi CEO PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia, lalu menjadi Presdir PT Elnusa, sebelum akhirnya menjadi Dirut PTPN III (holding) sejak April 2016.
Dari jam terbang pengalaman Elia, Juru Bicara POPP menyebutkan jika Elia tidak pernah diketemukan pengalamannya bekerja di sektor minyak dan gas bumi (migas) baik di hulu maupun di hilir. “Pengalaman kerja di luar negeri juga sepertinya belum dialami. Padahal untuk Pertamina menjadi World Class Company, pengalaman pernah kerja diperusahaan migas asing sangatlah penting, selain ahli migas dan professional. Jika tidak, maka Pertamina akan jalan ditempat ”, lanjut Teddy seraya berharap persandingan dari POPP ini menjadi pertimbangan Presiden Jokowi sebelum melantik Elia menjadi Dirut Pertamina.|AEM/RED