PRIBUMINEWS – Kasus e-KTP hmmm seksi. Namun kini rada ‘lebih’ pudar. Timeline jurnalis enior bahkan menulis judul yang menukik. Berikut saya kutip
Jadi cuma gitu doang?
Ada apa dengan KPK? Apa yang sedang terjadi? Benarkah statement ini hanyalah langkah kecil untuk melokalisir kasus E-KTP ini, demi menyelamatkan para Executhieves dan Legislathieves yang jaringannya merajalela ke mana-mana? Lalu atas perintah siapa? Bagaimana pula kabar kerugian negara yang konon mencapai Rp 2,3 Trilyun itu? Siapa yang harus mengembalikan?
Duh Gusti, nyuwun pinaringan waras…
Tulisan jurnalis Hanibal Wijayanta itu juga menampilkan lama http://nasional.news.viva.co.id/…/896307-kpk-sebut-aliran-d…
yang isinya adalah KPK Sebut Aliran Dana Korupsi E-KTP ke Parpol Baru Rencana
Dalam dakwaan disebut ada pembagian dana ke sejumlah parpol. Memang isi berita nya bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan sejak awal penyidikan telah mendeteksi ada rencana beberapa oknum untuk mengalirkan uang hasil bancakan proyek kartu tanda penduduk elektronik tahun anggaran 2011-2013 ke sejumlah partai politik.
Namun rencana bagi-bagi uang ke partai politik belum sempat terealisasi, dan ‘penjarahan’ proyek-e-KTP hanya mengalir ke kantong sejumlah oknum pengusaha, pejabat Kemendagri, dewan dan korporasi.
“Pertama, perlu memang dipisahkan. Pembicaraan awal sejumlah pihak alokasi pembagian anggaran dalam dan lain-lain,” kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 21 Maret 2017.
Menurut Febri, mengenai rencana aliran uang ke partai itu telah diuraikan jaksa penuntut KPK dalam surat dakwaan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan Irman.
Kendati demikian, selain ke oknum-oknum tertentu, KPK tetap akan menggali keterangan ihwal rencana aliran dana proyek e-KTP ke partai politik.
“Kedua, aliran dana yang disebutkan pada siapa saja, dan ketiga ada keterangan saksi tentang rencana atau akan dialokasikan sejumlah uang, dalam dakwaan disebutlah di sana untuk partai politik. Jadi kita perlu pisahkan tiga hal tersebut dan tentu saja seluruh bagian dakwaan itu akan kita buka diproses awal dan akan diuraikan satu persatu dipersidangan,” kata Febri.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan kasus korupsi pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, terungkap bahwa pada 11 Februari 2011, pengusaha Andi Narogong menemui terdakwa Sugiharto yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek e-KTP, untuk membahas pemberian uang kepada sejumlah pihak untuk kepentingan penganggaran pengadaan e-KTP.
Andi berencana menggelontorkan dana Rp520 miliar yang akan diserahkan ke beberapa pihak, antara lain Partai Golkar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar, PDI Perjuangan Rp80 miliar, Marzuki Ali Rp20 miliar, Anas Urbaningrum Rp20 miliar, Chaeruman Harahap Rp20 miliar dan partai-partai lainnya sejumlah Rp80 miliar.
“Rincian pemberian uang tersebut kemudian dilaporkan oleh Terdakwa II (Sugiharto) kepada Terdakwa I (Irman). Atas laporan tersebut Terdakwa I menyetujuinya,” ujar Jaksa Irene saat membacakan dakwaan.
Sementara itu ditepi lain Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, mempertanyakan sikap KPK yang merahasiakan nama-nama penerima suap proyek pengadaan e-KTP.
“Sekarang bandingkan dengan 40 orang yang katanya mengaku terima suap EKTP itu. Kenapa data mereka dirahasiakan dan tidak masuk ke ruang sidang? Apa dasarnya?” kata Fahri menulis di Twitter-nya.
Fahri menyampaikan hal itu, untuk membandingkan nama dirinya yang disebut-sebut dalam kasus suap pajak PT Eka Prima Ekspor yang kini disidangkan di Pengadilan Tipikor. Kasus ini menjerat, Ramapanicker Rajamohanan Nair (Mohan). Direktur PT EKa Prima Ekspor karena diduga menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, sebesar US$ 148.500 (Rp1,98 miliar) dari komitmen Rp 6 miliar.
Dalam persidangan awal pekan ini, jaksa menyebut sejumlah nama termasuk nama Fahri dan koleganya di DPR, Fadli Zon.
“Nama saya dan Fadli Zon disebut dalam perkara yang tak ada hubungannya dengan tugas KPK,” kata Fahri.
Padahal menurut Fahri, data pajak adalah rahasia dan dia sebagai pimpinan lembaga negara harusnya diklarifikasi dan diproteksi, tapi KPK menyebutnya sebagai fakta hukum.
“Fakta apa? Kalau kami ngemplang pajak sudah dibantah sama handang. Lagipula sejak kapan pidana perpajakan jadi domain KPK? Lalu apa guna tax amnesty?”
Dia juga mempertanyakan: “Mana yang lebih pantas jadi fakta persidangan; formulir pajak yang bersih atau pengakuan korupsi disuap?” kata Fahri.
Beberapa jam sebelumnya, Fahri berbicara kepada wartawan di DPR, dan menantang KPK untuk mengusut dugaan keterlibatan adik ipar Presiden Joko Widodo, Arif Budi Sulistyo, dalam kasus korupsi pajak Rajamohanan dan Handang.
“Berani enggak ke sana larinya? Ke adik ipar Presiden? Ini kan mau diputar ke tempat lain supaya yang inti (adik ipar Presiden) enggak selesai. Saya enggak tahu sampai kapan ini muter-muter begini dibiarkan,” kata Fahri.
Fahri menutup ocehanya di Twitter dengan kalimat: “Inilah kelakuan KPK yang tidak pernah diperbaiki karena terus.mendapat pujian.. Tugas kita mengingatkan. Kalau tidak mau akan ada balasan..jangan bermain2 dengan keadilan.” demikian dilansir lama RimaNews.
Lantas akahkan kasus ini lenyap begitu saja bagai kasus lainnya seperti Sumber Waras, Transjakarat , Centuri bahkan BLBI? KPK ada apa dengan mu? | ATA