Tak dapat dipungkiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memilih-milih orang yang akan diproses dalam kasus korupsi. Terkenal di kalangan KPK dengan istilah Big Fish or Big Name. Big Fish maksudnya adalah tangkapan dengan hasil atau nilai korupsi yang besar, sedangkan Big Name untuk tangkapan dengan orang yang memiliki nama besar. Nah, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman termasuk, dalam golongan yang kedia, Big Name.
Tak heran jika tangkap seperti Irman Gusman tak perlu dengan nilai korupsi yang besar. Dalam aturannya KPK adalah menangani korupsi, minimal senilai Rp 1 miliyar. Namun, semua itu diterabas demi nama besar. Big Name inilah yang sering dituduhkan banyak orang, KPK sedang main politik. Penangkapan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishak, Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Ketua Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali, Calon KaPolri Budi Gunawan dan beberapa tokoh lainnya, yang dirasakan akan merugikan orang yang sedang berkuasa saat itu.
Sudah menjadi rahasia umum banyak pula, kasus yang dilaporkan ke KPK, tapi tak naik ke tahap selanjutnya. Berhenti ditahap penyidikan, karena “sudah diselesaikan.” Atau kasus besar yang berhenti sampai orang tertentu saja. Misalnya, kasus cek pelawat, Bank Century dan banyak kasus lainnya.
Ada tiga tokoh yang tak bakal ditangkap KPK saat ini. Yaitu : Setya Novanto, Sugianto Kesuma alias AGuan, Basuki Tjahja Purnama alias AHok.
Sprindik KPK terhadap Setya Novanto sempat muncul saat dia mau menjadi Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Memang, sebelum menjadi Ketua DPR, Setya Novanto sedang disidik dan dibidik dalam kasus penyelundupan limbah beracun di Bangka Belitung, dugaan korupsi pengadaan E- KTP, kasus suap PON Riau, kasus lobi pembelian pesawat amfibi Jepang, dan kasus intervensi BBM Pertamina.
Sedangkan kasus jatah “papa minta: saham Freeport-lah yang membuat Setya Novanto ditendang dari Ketua DPR. Namun kabar ada sprindik yang sudah ditandatangani ketua KPK dengan Setya Novanto sebagai tersangka, tak dilanjuti. Malah Abraham Samad dan Bambang Wijayanto tersingkir dari KPK sebelum waktunya gara-gara buru-buru ingin menyeret calon Kapolri Budi Gunawan (BG). Keduanya malah dikriminalisasi kasus-kasus kecil yang laporannya “dibuat-buat”.
Tokoh lain, AGuan, dalam kasus suap reklamasi Jakarta Utara jelas-jelas terlibat. Namun, di KPK komisioner terbelah dua pihak. Dan pihak yang ingin AGuan dinyatakan sebagai tersangka kalah 3 Komisioner tak mendukung, dua komisioner yang inginkan AGuan menghuni sel dingin KPK, kalah. Demikian juga AHok, tokoh ini terlibat dalam kasus pengadaan bus Transjakarta, Sumber Waras dan Reklamasi, tapi pimpinan tertinggi KPK dan juga ada tokoh lain tak ingin AHok masuk bui saat ini. (AT)/http://indonesiapolicy.com/