HARUSKAH KITA MENUJU NEGARA ILEGAL??

0
774

Oleh Ferdinand Hutahaean​
RUMAH AMANAH RAKYAT
BELA TANAH AIR​

Rasanya tak ada lagi ilmu pengetahuan yang mampu menjelaskan situasi bangsa yang kita alami dan jalani saat ini. Rasanya semua disiplin ilmu tak mampu lagi menalar kondisi ini dengan ilmiah. Hampir tidak ada lagi buku yang mampu menjadi rujukan atas situasi yang terus bergulir ditengah bangsa ini, kecuali satu-satunya buku Babad Tanah Jawi pada abad 17 dan Jongko Joyoboyo atau yang sering disebut ramalan Jayabaya yang ditulis dalam Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3) sekitar abad ke 16. Tak ada lagi rasionalitas, hilang dan menjadi serba aneh yang tak mampu kita pahami dengan rasionalitas wajar.

Lembaga-lembaga negara kita seperti Lembaga Kepresidenan, DPR, DPD, MA dan yang lain dipimpin oleh sosok-sosok yang lebih banyak menunjukkan kepemimpinan senda gurau dan dibawah ekspektasi publik serta dibawah standar kepemimpinan yang sepatutnya.​

Presiden? Bandingkanlah bagaimana kualitas Presiden sebelumnya, dari era Soekarno hingga sekarang. ​

Rasa bangga terhadap lembaga kepresidenan terjun bebas ketitik nadir saat ini, ketika negara diurus hanya dengan retorika dan senda gurau. Menabrak aturan dan selalu menyalahkan masa lalu, padahal saat pilpres janjinya adalah untuk memperbaiki bukan untuk mengeluh dan menyalahkan masa lalu.

Menyalahkan regulasi sebagai pembenaran atas ketidak mampuan, bahkan menandatangani sesuatu yang belum dibaca hingga harus dibatalkan sendiri. Inilah kualitas lembaga kepresidenan kita yang dipimpin seorang presiden bernama Ir Joko Widodo.

Pelantikan ketua DPD kemarin yang dilakukan oleh MA (Mahkamah Agung) menjadi sesuatu yang makin membuat bangsa ini aneh. DPD adalah legislator wakil daerah non partai. Tapi lucunya, ketua DPD sekarang malah dijabat Ketua Umum sebuah Partai. Kedua, pelantikan itu melanggar dan menginjak-injak sendiri keputusan MA yang telah mencabut Tatib DPD No 1 tahu 2017 tentang masa jabatan ketua DPD yang harusnya tetap selama 5 tahun.

Lantas, kekuatan apa yang membuat situasi seperti itu bisa terjadi? Situasi yang membolehkan Ketum Partai jadi Ketua DPD? Situasi yang memaksa MA untuk menginjak keputusannya sendiri? Tidak mungkin terjadi jika tanpa kekuatan kekuasaan.​

Itulah wajah buruk DPD kita, lembaga negara yang tidak jelas mamfaatnya kepada bangsa dan negara.

DPR RI yang dipimpin oleh Setya Novanto juga menjadi contoh buruk yang terjadi, yang tidak mampu dijelaskan secara ilmiah, mengapa seorang Setya Novanto yang mundur dari jabatannya, kemudian dengan seenaknya minta lagi kursi ketua DPR dan mendudukinya seolah DPR itu perusahaan keluarga yang kapan saja bisa mencopot dan diganti direksinya.

Legalkah semua itu dilakukan diatas negara yang memproklamirkan diri sebagai negara hukum? ​Menurut saya, dengan kejadian di DPD kemarin, kita sedang menuju bangsa yang ilegal dititik sentral pemerintahan dan lembaga negara. Kita sedang menuju negara tanpa tatanan negara, kita sedang menuju negara suka-suka. Suka-suka yang berkuasa.​

Lantas dimana rakyat berada? Dimana Indonesia dalam percaturan dunia? Dimana Indonesia sebagai negara demokrasi? Dimana ekonomi Indonesia ditengah ekonomi global? Saya yakin, mereka tidak bisa menjawab kecuali dengan retorika. Karena mereka semua adalah retorika itu sendiri.

Haruslah kita menuju negara ilegal supaya penguasa bisa terus berkuasa? Haruskah kita rusak tatanan kenegaraan demi kekuasaan yang tak ingin diakhiri? Tak bisakah bangsa ini diurus dengan benar sesuai cita-cita besar kemerdekaan?​

Semoga bangsa ini terselamatkan sebelum menjadi bagian-bagian kecil dan rusak.

Jakarta, 05 April 2017

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.