KETIKA SUARA LIRIH IBU MEMANGGIL…!!
Oleh : Ferdinand Hutahaean
Komunikator Partai Demokrat
My Mother was the most beautiful women I ever saw. All I am owe to My Mother. I attribute my succes in life to the moral, intelectual and physical education I received from Her.
Begitulah George Washington Presiden Amerika Serikat ketika memimpin Amerika mendedikasikan hidupnya untuk seorang Ibu. Terjemahan bebasnya kira-kira seperti berikut :
Ibuku adalah wanita terindah yang pernah aku lihat. Seluruh diriku berutang pada Ibuku. Aku dedikasikan kesuksesanku dalam hidup untuk pendidikan moral, intelektual dan fisik yang telah aku terima darinya.
Sungguh indah kata-kata itu dan tentu mampu kita pahami maknanya dengan mudah, terang dan jelas. Pengabdian seorang anak kepada Ibu.
Di dalam politik ungkapan ini juga berlaku dan identik terjadi. IBU SEORANG POLITISI ADALAH PARTAI, IBU SEORANG NEGARAWAN ADALAH BANGSA. Adakah seseorang lahir menjadi politisi tanpa partai? Adakah seseorang disebut negarawan tanpa hidup untuk bangsa? Saya mengajak kita untuk sama-sama menjawabnya dengan hati dan pikiran, karena jawaban kita akan menentukan sejauh mana kita akan mengabdi kepada Ibu dan mengabdikan hidup kepada Bangsa.
Saya ingin menarik sedikit cerita singkat yang terjadi kemarin tidak lebih dari 12 jam dihitung dari artikel ini Saya tuliskan.
Tulisan ini Saya dedikasikan untuk para Kader Partai Demokrat, Anggota DPRD Fraksi Demokrat seluruh Indonesia yang sebagian bertatap muka dengan kami pada Acara Bimtek Pendalaman dan Orientasi Tugas Anggota FPD DPRD Kabupaten Kota seluruh Indonesia di Wisma Proklamasi markas DPP Partai Demokrat.
Atas nama kewajiban anak kepada Ibu, kami bersama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Sekjen Hinca Panjaitan melakukan rapat marathon membahas agenda kerja politik partai kedepan. Membahas tentang tujuan partai mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Tugas kita adalah adalah memastikan bahwa Partai harus semakin dekat dengan rakyat, Demokrat semakin perduli dengan rakyat, Demokrat harus menjadi solusi bagi rakyat, Demokrat harus selalu bersama rakyat dan Demokrat harus memastikan, menjaga dan mengawal pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga selesai 2019 tentu dengan memberikan kritik konstruktif sebagai pengabdian kepada bangsa dan turut serta membangun bangsa.
Begitulah sambutan Ketua Umum Demokrat bapak SBY yang tegas dengan penekanan bahwa itu adalah kewajiban bukan hak, kewajiban seorang anak kepada Ibu, kewajiban Politisi kepada Partai dan kewajiban Negarawan kepada Bangsa.
Selepas pertemuan tersebut, malam sudah merangkul dan memeluk Jakarta dengan mengirimkan Matahari ke sisi bumi lain, hampir larut malam kami bersama Sekjen Hinca Panjaitan dan Ketua Deppolhukam Harris Widjaya memacu langkah menuju DPP PARTAI DEMOKRAT di bilangan Proklamasi.
Saya menemukan wajah-wajah lelah yang tetap semangat, Saya melihat wajah anak-anak Ibu yang letih namun tetap memancarkan aura seorang pejuang, aura srikandi yang tak pudar. Itulah mereka anak-anak Ibu, Anggota DPRD FPD seluruh Indonesia.
Mereka menunggu kehadiran Sekjen untuk membuka Bimtek secara resmi hingga malam. Kelelahan dan keletihan tak berarti bagi mereka demi pengabdian kepada seorang Ibu, mudah-mudahan saya tidak salah melihat.
Satu-satunya cinta yang sungguh aku percaya adalah cinta seorang ibu kepada anaknya. Demikian Karl Lagerfeld seorang perancang busana tersohor berkebangsaan Jerman. Saya berharap tadi malam bahwa ungkapan inilah yang mendasari hati para anak-anak Demokrat yang terus semangat hingga larut malam mendengar dan mengikuti cerita si Malin Kundang dan Naga Bonar yang disuguhkan Sekjen Hinca Panjaitan sebagai perbandingan seorang anak kepada ibu.
Kita mau jadi siapa? Mau jadi Malin Kundang terhadap Ibu atau ingin seperti kisah Naga Bonar kepada Ibunya? Doaku bahwa semua anggota DPRD FPD akan memilih menjadi Naga Bonar dengan kisahnya menggendong Ibu meski dalam suasana perang. Pertanyaannya, maukah kita menggendong Ibu setelah ibu ia menjadi orang sukses menjadi Anggota DPR dan DPRD? Maukah kita menggendong bangsa ini setelah bangsa ini memberikan ruang dan waktu bagi kita untuk meraih kesuksesan? Jawaban ada di hati kita masing – masing, karena saya tidak ingin memaksa untuk memilih sebuah sikap.
Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin mengajak kita merenung dan memasuki sebuah situasi, dimana ketika suara lirih seorang ibu memanggil, apa yang akan kita lakukan? Kehilangan ibu sungguh menyedihkan, dikutuk seorang ibu sungguh menyakitkan, namun mengabdi kepada ibu adalah jalan menuju mendapatkan kemuliaan akhirat. Kita adalah anak ibu, ibu kita sebagai politisi adalah Partai, ibu kita sebagai negarawan adalah bangsa.
Mari menjawab panggilan Ibu…!!!
Jayalah Demokrat…!!!
Jakarta, 12 April 2017