CATATAN LAIN SESUDAH AKSI WALKOUT
OLEH Tarli Nugroho
Berbarengan dengan Rapat Paripurna pengesahan RUU Pemilu kemarin, sejumlah nama besar dalam dakwaan kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto tiba-tiba lenyap dalam vonis hakim Pengadilan Tipikor kemarin. Kalau ada yang bertanya tentang arti penersangkaan SN, vonis di Pengadilan Tipikor hari Kamis, 20 Juli 2017 kemarin ini bisa dijadikan salah satu alat baca.
Sebagai sekutu penting penguasa, SN tentu tidak akan pernah dikorbankan. Jika dia dijerat, maka ada banyak sekutu lainnya yang juga akan terjerat. Dan itu bisa mendestabilisasi sokongan terhadap kekuasaan. Namanya, bersama nama dua gubernur dan menteri terbukti hilang dari vonis Irman dan Sugiharto. Dalam vonis hakim itu tinggal AK saja yang bisa disebut sebagai nama besar. AK adalah mantan ketua parlemen yang kebetulan juga mantan rival SN dalam Munaslub Golkar tempo hari.
Jadi, apakah penersangkaan SN hanyalah hiburan semu buat publik–sebagaimana penilaian beberapa pihak yang bisa membaca politik dengan teliti, atau memang sungguh-sungguh?! Kita akan mengujinya dalam proses pra-peradilan yang mungkin akan segera diajukan SN atas pemberian status tersangka tersebut.
Pertanyaan berikutnya, kalau SN memang tidak akan pernah dikorbankan, lalu apa perlunya menersangkakan dia–selain untuk memberi hiburan buat publik yang sedang panas dengan debat Perppu Ormas?!
Penersangkaan SN menurut saya hanyalah untuk memberi pesan penting bahwa SN yang sekutu dekat dan punya jabatan tinggi saja bisa ditersangkakan, apalagi yang lain!?!
Itu adalah pesan penting bagi mitra koalisi penguasa dan pihak yang selama ini mengaku netral. Pesan itu bukan hanya berlaku untuk momen Paripurna RUU Pemilu kemarin saja, tapi juga momen-momen lainnya, terutama dalam penentuan konfigurasi politik menjelang Pemilu 2019 nanti.
Jadi, meskipun PAN sudah berani walkout dinihari tadi, begitu juga dengan Demokrat, tak berarti dua partai itu nantinya otomatis akan “berani” untuk bermitra dengan Gerindra dan PKS dalam Pemilu 2019. Di luar kemungkinan pembatalan pasal tentang Presidential Threshold 20% oleh Mahkamah Konstitusi dalam uji materi nanti, kemungkinan bahwa Pilpres 2019 hanya akan menghasilkan calon tunggal memang masih sangat terbuka lebar.
Itu juga sebabnya saya tidak bisa memberi kredit bagus pada KPK atas tindakan menersangkakan SN. Kita masih harus melihat ujung semua ini dulu.