PRIBUMINEWS – Berita mengejutkan tentang Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dilarang masuk ke Amerika Serikat oelh US Border Protectiion dan alsanya hanya administratif menjadi pembicaraan penting.
Penolakan itu akhirnya memang bergulir menjadi pembicaraan serius. Adalah Garuda Nusantara (GN) Center yang akhirnya merespon dengan menggelar diskusi publik. Tajuk besarnya “Insiden Cekal Panglima TNI – Apa Mau Mu Amerika?” (panitia salah menulis di backdrop acara dengan inseden, tak ditemukan artinya apa dalam KBBI-red). Tapi acara sudah berlangsung di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Jumat (27/10) siang sampai sore.
Acara ini akan menghadirkan narasumber Anggota Komisi I DPR RI Bobby Rizaldi, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Hendrajit dari Global Future Institute, dan mantan Kepala BIN Syamsir Siregar. Acara sendiri dihadiri lengkap pembicara dari semua yang tertera dalam promo acara tersebut kecuali, mantan kepala BIN Syamsir Siregar yang tidak hadir sesuai jadwal pembicaranya, karena msih meeting katanya panitia.
Insiden Gatot Nurmantyo yang bakal menghadiri undangan dari Panglima Tentara Gabungan AS Jenderal Josef Dunford Jr untuk hadir pada acara Chiefs of Defense Confrence on Country Violent Extremist Organization di Washington DC itu bagi GN Center merupakan sesi III.
Dari pembicara yang paling jadi panggung Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI) sangat tajam analisanya Red notice yang ditujukan oleh pemerintah AS kepada Panglima TNI memang sarat misteri. Pada saat Pak Gatot, isteri dan delegasi siap berangkat menggunakan pesawat Fly Emirat melalui bandara Sukarno-Hatta pada Sabtu 21 Oktober 2017, sontak muncul pengumuman dari maskapai penerbangan bahwa Pak Gatot dilarang masuk AS oleh US Customs and Borders Protection.
“Seperti halnya imigrasi, US Costums and Borders Protection berada dalam kewenangan dan otoritas Kementerian KIeamanan Dalam Negeri AS (Homeland Security). Otoritas Homeland Security Ministry ini dibentuk pada 2001 oleh Presiden George W Bush, menyusul terjadinya aksi bom di gedung World Trade Center dan Pentagon,” jelas Hendrajit.
Menurut Hendrajit bahwa melalui profil singkat kementerian ini maupun lembaga yang mengeluarkan red notice terhadap Pak Gatot, sedari awal berdiri maupun para personilnya, menganut haluan politik Partai Republik dan penganut pendekatan keamanan dan Hard Power/Perang Simetris. Dan bukan penganut softh power atau Perang Asimetris ala Partai Demokrat,”jelasnya.
Masih kata Hendrajit bahwa kalau mau bicara hasil reformasi 1998 yang diawali kejatuhan Presiden Suharto maupun produk-produk hukum dan perundang-undangan baru yang berhaluan liberal, sejatinya merupakan hasil karya jejaring partai demokrat yang waktu itu masih dijabat oleh Presiden Bill Clinton dan Menlu Madeline Albright.
“Beberapa aktor balik layar yang waktu itu memainkan peran penting dari jejaring Partai Demokrat AS antara lain Dr Jeffrey Winters, Dr Karen Brook yang punya akses langsung kepada Megawati sejak masih menulis tesis doktor di Universitas Cornell, dan beberapa aktor kunci dri National Democratic Instititute (NDI) yang berperan dalam mempengaruhi kerangka pemikiran baru politik dan TNI di negeri kita. Setidaknya ada dua pemain sentra yang saya ingat. David Liberman dan Blair King,” paparnya.
Analisa Hendrajit juga mengatakan sepertinya ada dualisme komando di Gedung Putih, sehingga manuver US Customs and Borders Protection yang berada dalam kewenangan Kementerian Keamanan Dalam Negeri, sama sekali tidak dikoordinasikan kepada Kementerian Luar Negeri. Hasilnya, Wakil Duta Besar AS, Erin Mc Kee pun sama bingungnya dengan kita-kita yang awam ini.
Berdasarkan konstruksi kejadiannya itu sendiri, nampak jelas adanya mis-komunikasi dan tidak adanya koordinasi yang tersirat dari istilah Kedubes AS, sedang berkoordinasi dengan otoritas terkait, berarti AS sedang memainkan operasi intelijen yang rumit dan berbahaya di Indonesia.
BACA: Membaca Operasi Bendera Palsu di balik Red Notice AS Kepada Pak Gatot Nurmantyo
Sementara pembicara sebelumnya salah satu Ketua DPP PKS, Mardani Ali Seradari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai, penolakan memasuki wilayah yang dialami Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang dilakukan Amerika Serikat (AS) adalah upaya mempermalukan Indonesia.
“Jenderal Gatot ke AS sama saja sebagai ikon Indonesia karena dalam rangka memenuhi undangan dari Panglima Angkatan Bersenjata (Pangab) AS Jenderal Joseph Dunford dan juga atas izin Presiden RI. Level diplomasi yang terjadi dalam kasus Gatot tidak apple to apple karena hanya disampaikan oleh maskapai penerbangan bukan oleh perwakilan resmi dari Pemerintah AS,” jelasnya
Menurit Mardani yang juga mantan ketua pemenangan Anies-Sandi saat Pilkada DKI Jakarta ini bahwa ini sudah tindakan yang humiliating (dipermalukan), sudah bawa istri, bawa rombongan dan lain-lain dicekal, AS tidak menghargai status Indonesia sebagai negara yang berdaulat,” tandasnya. | PRB/ATA