Pendiri PRESEDIUM Alumni 212 itu juga mengatakan, penyatuan potensi kepemimpinan Jokowi-Prabowo sudah pasti akan menuai dukungan luas dan menjadi catatan paling bersejarah bagi bangsa Indonesia.
“Kalau mengamati aspirasi yang berkembang di kalangan elite partai, duet Jokowi-Prabowo tampak makin menguat. Namun, pendekatan rekonsiliasi politik yang disuarakan masih bersifat malu-malu,” ungkap Faizal.
Menurut dia, kunci penyatuan Jokowi dan Prabowo ada di tangan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, dan Wakil Presiden, Jusuf Kalla. Bila kedua tokoh itu berani melakukan terobosan, maka peluang terbentuknya koalisi Jokowi-Prabowo terbuka lebar.
“Mega dan JK saya kira tidak akan mengabaikan aspirasi yang berkembang, terlebih belakangan ini hubungan mereka dengan Prabowo Subianto mulai mencair,” katanya.
Duet Jokowi-Prabowo bukan hal mustahil bila berkaca pada momentum Pilkada Serentak 2018, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Di sana, PDIP dan Gerindra berkoalisi sehingga pendekatan pada level nasional dipercaya dapat terealisasi.
Kekuatan dan dukungan luas dari kedua partai berbasis nasionalis tersebut akan menghasilkan konsensus politik yang sangat mutakhir dan berdampak positif bagi kehidupan berbangsa bila dikolaborasikan.
“Hubungan Jokowi dan Prabowo di balik pintu belakang Istana sejauh ini sangat mesra dan berjalan baik, hanya saja di ruang publik tampak berbeda. Prabowo sosok yang legowo dan tentu akan lebih memilih jalan rekonsiliasi ketimbang terjebak dalam kepungan politik identitas. Dia harus keluar dari suasana yang tidak sehat demi memenangkan Indonesia yang kebhinekaan,” tutup Faizal. | PRB/ATA