Politisi PKS, Mardani Ali Sera menyatakan bahwa mencintai negeri bisa dengan berbagai cara, baik di koalisi maupun oposisi. “Kami di Oposisi punya semangat yang sama mencintai negeri sebagai oposisi.
Demokrasi adalah kompetisi untuk kebaikan seluruh rakyat. Kompetisi dalam demokrasi adalah baik, sehingga dalam kompetisi ada Tesa, ada Antitesa, lalu di olah keduanya menjadi sintesa, sehingga menghasilkan kebaikan yg banyak buat rakyat dan negara,” katanya, Rabu, 6 Juni 2018, di akun Twitter pribadi miliknya.
Dalam melihat BPIP, misalnya, dia memandang ada dua jenis perspektif ideologi Pancasila. Pertama Principle Ideology dan kedua Working Ideology. “Sebagai prinsip ideologi, kita semua sudah sepakat bahwa Pancasila sebagai rumah kita, rujukan kita dan platform kita bersama dalam bernegara. Dan masalah bukan ada di principle ideology ini, tapi ada di Working ideology.”
Working Ideology menurut dia mempunyai masalah dalam mengimplementasikan dalam sebuah sistem dalam sebuah tatanan bernegara. “Ambil contoh berita terbaru. Pemerintah mendata dan mengawasi semua HP dan akun medsos mahasiswa: republika.co.id/berita/pendidi… ini sudah berlebihan di jaman reformasi.”
Negeri ini, lanjutnya, demokrasi bukan menganut paham Uni Sovyet jaman KGB dahulu yang memata-matai warganya. “Apakah Pancasila dalam lembaga BPIP akan bertentangan dengan demokrasi?
Tidak. Begitu pula yang terjadi pada kasus Prof Suteki (dosen Pancasila tapu dituduh anti Pancasila) ini membuktikan negara kita tidak dewasa dalam berpancasila, negera tidak menerapkan prinsip working Ideology (penerapan ideologi).”
Tidak boleh, menurut salah satu inisiator #2019GantiPresiden ini Pancasila dihadirkan untuk momen-momen memukul rakyatnya yang kritis, negara harus hadir menjadi orang tua yang mengayomi semua anak-anaknya, menghadirkan keadilan bagi rakyatnya. “Tentang Pancasila, saat ini DPR sedang bahas KUHP yang memasukkan pasal korupsi. KPK menolak karena bisa menghambat pemberantasan korupsi.”
Menurut dia, lembaga yg saat ini menetapkan working ideology adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), salah satu institusi yang paling Pancasilais, namun akan “dibunuh” via KUHP. “Kami di PKS sejak awal menolak adanya pansus KPK, tidak boleh menghambat pemberantasan korupsi, justru saat ini KPK harus diperbanyak dan diperkuat, contoh working ideology seperti KPK.
KPU saat ini sedang menerapkan working ideology Pancasila dengan menolak napi koruptor jadi caleg. Kami dukung penuh karena ini penerapan Pancasila.” Tapi anehnya, masih menurut dia, mohon maaf pemimpin negara protes KPU, sampai pimpinan KPU Arief Budiman minta izin menjadi lembaga mandiri. KPU menjalankan penerapan Pancasila.
“Dimulai pendidikan harus terapkan working ideology untuk mencari guru-guru yang sesuai dan terbaik. Ini penerapan ideology Pancasila. Bukan menerapkan ideologi yang memecah belah kita. BPIP silahkan jalan, baginya tidak masalah. Masalah ada pada kepemimpinan yg masih terus mempunyai isu hubungan Pusat-Provinsi-kota. Pemimpin tidak melihat masalah pada fundamentalnya.
“Mestinya presiden beresin, contohnya mengenai konsep ekonomi Pancasila, sampai saat ini koperasi tidak hidup, padahal di sini ada penerapan Pancasila. Penerapan Pancasila dalam ketimpangan dan tenaga kerja.” Ketika punya masalah pengangguran, harusnya gunakan tenaga kerja lokal, ini penerapan Pancasila bukan mendatangkan TKA.
“Pembiaran geruduk persekusi dan merusak kantor media, pembiaran intimidasi kasus idul fitri di Tolikara, kasus-kasus RMS, OPM. Di mana fungsi Negara ber-Pancasila? Problem berbangsa ini bukan ada di BPIP tapi dipengelolaan negara, problem ada dipemimpin negeri.
Karena itu jika selalu bermasalah terus maka #2019GantiPresiden.” RI