Mengapa Mesti Anies-AHY?

0
615
Anies-AHY, Sipil-Militer adalah pasangan yang diprediksi mampu menguasai suara di pilpres 2019./dok

OLEH Tony Rosyid
Pemerhati Agama, Sosial dan Politik

Ada tiga tokoh yang namanya berada di papan atas sebagai penantang Jokowi. Prabowo, Anies Baswedan dan Gatot. Yang lain? Tak memenuhi syarat elektabilitas.

Prabowo deklarasi di awal. Tak membantu elektabilitasnya. Alias stag. Tak bergerak. Tak ada partai yang bersedia koalisi. Setidaknya hingga sekarang.

Gatot? PKS tak mau. Dan nampaknya tak akan mau. Ada alasan keumatan yang membuat PKS tak memberi peluang ke Gatot. Demokrat dan PAN tak cukup. Bagi Gatot, tak mudah dapat tiket. Perlu perjuangan yang ekstra. Meski dana politik paling siap.

Tersisa Anies Baswedan. PKS dan PAN memberi sinyal positif. Demokrat? Jika AHY didampingkan dengan Anies, tak ada alasan bagi Demokrat untuk menolak. Disinilah kebuntuan koalisi akan terurai.

Tak ada alasan bagi SBY untuk menolak koalisi jika AHY, sang putra mahkota mendapat tempat signifikan. Apalagi, performa AHY layak jual. Terbukti, masuk 4-5 besar survei.

Apakah PKS dan PAN terima AHY sebagai cawapres Anies? Proses dialog terus berjalan. Setidaknya ada empat alasan mengapa mesti AHY.

Pertama, elektabilitas AHY paling tinggi diantara sembilan calon yang disiapkan PKS, dan empat calon yang disediakan PAN. Kedua, AHY putra Jawa. Faktor sosiologis Jawa ini penting, karena pemilih Jawa lebih dari 100 juta. Ketiga, Demokrat punya kursi terbanyak yaitu 61 kursi, dibanding PKS (40 kursi) dan PAN (49 kursi). Keempat, AHY terbebas dari sektariansme ormas.

Fakta politik bahwa PKS dan PAN kurang diterima di Jawa, terutama Jateng dan Jatim, mesti menjadi kepekaan politik tersendiri. Jawa identik dengan NU. Sementara PKS diopinikan bukan NU. Meski argumentasi telah disusun sedemikian rapi, tegas dan valid untuk menunjukkan bahwa banyak kader PKS itu berasal dari NU. Seperti sekretaris PKS Jawa Barat misalnya, yang notabene adalah cucu pendiri NU. Tetapi tetap saja belum mampu mengalahkan gelombang opini di kalangan Nahdliyyin.

PKS, oleh sebagian kalangan NU, terutama yang liberal dan awam, dianggap sebagai partai ekstrem dan radikal. Kendati sulit membuktikan tuduhan itu kecuali hanya opini. Bahasa medsosnya “hoax”.Tapi, pengaruh politiknya luar biasa besar. Ini tentu sangat merugikan PKS.

PR tersendiri bagi PKS untuk terus meyakinkan warga NU jika ingin diterima di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mesti punya program dan operasi khusus, agar stigma Wahabi yang terlanjur dilekatkan ke PKS oleh sekelompok masyarakat “awam” bisa diakhiri.

Politik itu opini. Lepas benar dan salah. Siapa yang memenangkan opini, ialah yang akan memenangkan pertarungan. PKS itu Wahabi adalah opini, bukan fakta. Opini ini efektif untuk menggembosi PKS. Penggembosan tidak saja dari partai “abangan”, tetapi seringkali juga datang dari partai Islam. Persaingan, sama-sama punya kantong suara dari umat Islam.

Sedang PAN tak bisa dipisahkan dari Muhammadiyah. Ini juga faktor krusial tersendiri untuk memasuki pemilih dari NU. Tahlil, qunut dan ziarah kubur seringkali menjadi tema kampanye di sejumlah wilayah, khususnya di Jawa.. Termasuk SARA? Lebih dari SARA.

Dinamika dan situasi di atas menguntungkan buat AHY, “nemu pulung”. Dapat keberuntungan. Dengan catatan, jika SBY mampu memainkan posisi Demokrat di situasi sekarang . Apalagi, koalisi Gerindra-PKS-PAN sedang buntu. AHY bisa didorong menjadi alternatif, untuk mengurai kebuntuan tiga parpol tersebut. Kedekatan Demokrat dengan PAN bisa jadi pintu masuk.

AHY berpeluang jadi cawapres. Selain asal Jawa, bebas dari pengelompokan “isme sektarian” ormas, AHY adalah anak muda ganteng yang punya pasar milenial dan ibu-ibu. Selain faktor militer menjadi penting di tengah maraknya isu kebangkitan komunisme di Indonesia.

Anies-AHY, Sipil-Militer adalah pasangan yang diprediksi mampu menguasai suara di pilpres 2019. Tetapi akan bergantung kepada lobi partai mengingat Anies Baswedan tak punya partai dan AHY belum cukup punya pengalaman di pemerintahan. Sementara PKS dan PAN punya tokoh-tokoh senior yang tak diragukan pengalamannya. Ada Ahmad Heryawan dengan 79 penghargaan saat menjadi gubernur Jabar, Anis Matta dengan segudang pengalaman sebagai presiden partai yang matang dan piawai. Ada juga Zulkifli Hasan, ketua partai dan ketua MPR.

Koalisi partai oposisi dihadapkan pada dua pilihan, mengejar kemenangan dengan memasang Anies-AHY, dengan segala kekurangan dan kelemahannya. Atau mengutamakan prestasi dan pengalaman, tapi punya banyak “kendala sektarian” ketika mengikhtiarkan kemenangan dalam pertarungan di pilpres 2019. Dilematis! Ini bisa diatasi jika ego partai-partai oposisi itu bisa dikendalikan. Kata kuncinya: legowo!

Jakarta, 23/6/2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.