KETIKA KEMARAHAN MENGUBUR NALAR

Sebuah Jejak Keprihatinan Sebagai Korban Pembunuhan Karakter Di Media Sosial

0
441
Ferdinand Hutahean

Oleh : Ferdinand Hutahaean

Seminggu terakhir ini, adalah hari yang cukup mengguncang bagi saya secara pribadi. Aktivitas politik saya telah membawa saya kedalam sebuah atmosfir yang tidak tenang dan terus bergejolak. Bagai ombak samudera, atmosfir itu terus bergulung dan bergelombang, tinggi rendah ombak tergantung angin yang bertiup. Demikian juga otmosfir politik yang saya jalani, naik turun sesuai isu yang bergulir.

Tingginya ombak dan hantamannya kepantai juga berbagai macam makna dan arti, tergantung pada posisi seseorang dan latar belakangnya untuk bisa memaknai gempuran ombak itu apakah membahayakan atau justru menyenangkan. Tapi kali ini, saya ingin melihat tingginya ombak itu dari sisi seorang peselancar dan dari sudut pandang seorang pelaut. Peselancar tangguh dan pelaut handal hanya akan lahir dari lautan berombak besar dan tinggi, dari gelombang yang besar bergulung, bukan dari lautan yang tenang tak berombak dan tak bergelombang. Ya, saya ingin melihat dari sudut itu, karena saya seorang politisi dan aktivis yang kerap bersuara keras dan lantang untuk membela kebenaran dan hak-hak rakyat yang saya yakini sebagai sebuah kebenaran. Dan saya melakukannya tanpa pamrih, tanpa menuntut balas hasil.

Apa yang saya sampaikan pada alinea pembuka diatas, hari yang cukup mengguncang bagi saya adalah kehidupan dari dunia maya yang berimbas kepada dunia nyata. Kedua dunia berbeda ini sesungguhnya kontras dan berbeda. Dunia maya entah siapa Tuhannya kita tidak tau, akan tetapi dunia nyata kita tau siapa Tuhannya dan kita tau siapa yang bersuara, berbicara atau bertindak. Nyata dan bukan maya, tanggung jawab dituntut dalam semua tindak tanduk dan perilaku serta ucapan.

Kerasnya dunia maya, dunia sosial selain dimamfaatkan oleh orang-orang baik untuk aktifitas sosial, juga telah dimamfaatkan oleh orang-orang jahat, tidak berperi kemanusiaan dan tidak memiliki nilai kemanusiaan untuk mencari keuntungan pribadi maupun kelompok. Banyak penipuan terjadi, banyak korban pembunuhan karakter dan media sosial yang seharusnya memelihara batas-batas etika sosial kemanusiaan berubah menjadi mesin pembunuh yang siap menghancurkan martabat dan nama baik siapa saja dalam sekejap, sesaat namun efeknya tidak sesaat, akan tetapi panjang dan membinasakan.

Yang saya alami beberapa hari terakhir, ketika ada seseorang atau sekelompok orang membuat akun twitter yang mengunakan nama saya, menggunakan foto saya secara tidak sah dan merupakan pelanggaran UU kemudian mencuit menyerang suku Batak yang tidak mungkin saya lakukan karena saya orang Batak, yang lahir dan besar di tanah Batak. Peristiwa tersebut kemudian menjadi mesin pembunuh yang ingin membunuh saya dengan mudah.

Membawa saya kedalam ruang pengadilan opini terutama orang Batak. Tanpa ingin mengetahui kebenaran, maka tersulutlah amarah, emosi kemudian nalar terbunuh, mati dan menjadi sebuah mahluk yang siap menghancurkan dengan energi penuh dan saya menjadi target atas amarah tersebut.

Adakah kita memahami peristiwa yang saya alami atas perlakuan akun palsu yang dibuat orang tak bertanggung jawab, menebar fitnah dan hoax untuk membunuh karakter saya bisa dialami juga oleh orang lain? Bisa dialami oleh saya, anda, istri anda, suami anda, anak anda, dan keluarga anda atau teman anda. Bila semua dengan mengedepankan amarah dan mematikan nalar terlebih dulu mencari kebenaran, apa yang terjadi kepada anda, keluarga anda, anak anda, suami anda, istri anda atau teman anda? Seseorang bahkan dengan mudah membuat akun palsu atas nama anda kemudian melakukan hal sama untuk menghacurkan nama anda. Apakah kita semua memahami ini? Tentu akan paham bila hati dibuka, pikiran dibuka lapang tidak sempit dan membuang kebencian serta amarah.

Biarlah saya menjadi martir dalam kejahatan media sosial ini. Nama saya dirusak dengan mudah oleh akun palsu yang tidak jelas siapa pemiliknya dan pembuatnya. Saya berharap semoga hal yang saya alami tidak lagi dialami oleh siapapun karena siapapun bisa menjadi korban seperti saya.

Pemerintah harus membuat regulasi lebih ketat terhadap media sosial, reaktif dan responsive atas laporan masyarakat, agar hal yang saya alami dibenturkan dengan suku batak tidak terjadi lagi kepada siapapun. Mari kita gunakan media sosial dengan bijak, berbeda pandangan politik dan berbeda dukungan politik adalah hal biasa dalam demokrasi dan hal yang sepatutnya harus berbeda, karena demokrasi ada karena perbedaan, bukan karena persamaan.

Sekali lagi diakhir tulisan saya ini, mengajak kita semua untuk mengedepankan nalar, nurani, hati daripada mengedepankan amarah, karena ternyata amarah bisa membuat kita justru jatuh kedalam masalah yang tidak kita inginkan. Hindarkan kita semua dari perilaku jahat di media sosial, agar anda, saya, anak anda, istri anda, suami anda dan keluarga anda tidak menjadi korban kejahatan media sosial seperti saya.

JANGAN KUBUR NALAR ANDA OLEH AMARAH DAN KEBENCIAN

Jakarta, 31 Agustus 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.