Dedengkot ProJo (Pro Jokowi), Budi Arie bisa saja bilang bahwa walk out-nya SBY lebay. Para petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pun bisa beralasan bahwa massa yang membawa atribut partai tanpa intruksi. KPU dengan enteng berkilah, “Kalau pun ada yang bawa bendera bawa atribut terkait dukung mendukung paslon tertentu, itu di luar arena deklarasi damai yang sudah ditentukan okeh KPU, karena tadi kan memang karnavalnya keluar area yang ditentukan,”
Rakyat menonton dan menilai. Rakyat tidak bodoh…!
Seribu alasan bisa dibuat, tapi satu hal yang pasti: KPU dalam melaksanakan Festival Kampanye Damai 23 September 2018 telah gagal karena ulah pihak-pihak yang tidak bisa mengendalikan syahwatnya. KPU dihari pertama kampanye tidak mampu melaksanakan tugas secara profesional, tidak berkutik menghadapi rezim yang sedang berkuasa. Karenanya jangan disalahkan kalau KPU mulai dipertanyakan independensinya.
Ini baru mulai, rakyat Indonesia menginginkan pesta demokrasi berlangsung bersih, terhindar dari laku curang dan korup. Dan keinginan luhur itu ditentukan oleh KPU..!
Arief Budiman sebagai Ketua KPU memiliki kesempatan untuk mengukir prestasi dalam demokrasi Indonesia. Pileg dan Pilpres serentak PERTAMA harus menjadi monumen perjuangan Arief Budiman dan jajarannya, yang terselenggara dengan jujur, adil dan transparan untuk mewujudkan motto juang KPU “Pemilu Berdaulat Negara Kuat”. Prestasi gemilang itu akan dicatat dalam sejarah Bangsa Indonesia dengan tinta emas dan dikenang oleh genarasi kita sepanjang masa.
Kita tunggu apakah KPU dibawah kepemimpinan Arief Budiman bisa mewujudkan demokrasi ditentukan oleh pemilik suara, dan bukan oleh penghitung suara..?!
Quo Vadis KPU…?!
Apakah mau jadi PECUNDANG atau PEMENANG..?
Bogor, 24 September 2018
Doddi Espe