Gelombang operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin semarak. Belakangan para pejabat teras kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menjadi pesakitan OTT KPK, selain berpeluang menjerat Menpora Imam Nahrowi, kabarnya juga bisa mengarah ke Erick Thohir. Benarkah?
Sinyal itu ditegaskan oleh Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Memang mereka tidak menyebut nama dan perilaku secara spesifik yang mengarah ke sana, namun ungkapan itu memang ada peluang besar ke Imam Nahrowi dan Erick Thohir.
Tentu saja jika hal ini terjadi bisa membuat runyam—kalau tidak bisa dikatakan gempat politik—kubu calon wakil presiden 01. Sebab Imam Nahrowi adalah satu dari 15 menteri yang masuk Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin. Sementara Erick Thohir adalah Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, ia didaulat Jokowi sebagai Ketua TKN karena dianggap sukses sebagai Ketua Inasgoc dalam perhelatan Asian Games 2018 dengan Jakarta dan Palembang sebagai tuan rumah.
Akankah Erick Thohir digiring oleh penyidik KPK ke arah tersangka? Sebagaimana Menpora juga diduga akan jadi tersangka?
Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan pihaknya masih mendalami siapa saja yang terlibat dalam kasus kickback dana hibah Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). KPK bahkan juga mengembangkan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI itu hingga kemana-mana. Termasuk di antaranya menyelidiki hingga dana untuk Asian Games 2018.
“Kami masih dalami siapa saja yang akan terlibat kemudian rangkaiannya kemana,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya beberapa hari lalu.
“Kalau Kemenpora pasti tak hanya dana hibah Kemenpora ke KONI, ada juga yang ke International Olympic Committee (IOC). Ya kami bisa men-trace juga misalnya penggunaan dana Asian Games kemarin ya,” tegas Agus.
Kendati demikian Agus enggan menyampaikannya secara detail mengingat hal itu saat ini tengah dalam penelusuran tim KPK.
“Jadi kami akan telusuri itu. Kami belum bisa melaporkan secara komplit, secara jelas,” katanya.
Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang lebih tegas lagi. Ia mengungkapkan institusinya telah menemukan indikasi-indikasi korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018.
Hanya saja, menurut Saut, KPK sabar untuk mengusut indikasi korupsi tersebut, lantaran alasan kelancaran event olahraga internasional tersebut.
“Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu, tetapi kami mau kelancaran acara (Asian Games 2018),” ujar Saut.
Setelah acara berlangsung, diungkapkan Saut, KPK baru menelusuri kecurigaan-kecurigaan indikasi tersebut. Hasilnya, dilakukan operasi tangkap tangan pada Selasa malam terhadap para pejabat Kemenpora dan pengurus KONI.
“Jadi, kami sudah ikuti, telusuri ini sejak lama,” kata Saut.
Sepertinya OTT kickback dana hibah Kemenpora hanya merupakan pintu masuk bagi KPK untuk membongkar korupsi yang lebih besar. Semua data, semua percakapan, termasuk mutasi rekening dan bukti-bukti lain sudah ada di tangah. KPK tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membongkar semuanya.
Sementara Menpora Imam Nahrowi menyatakan menghormati proses hukum yang dilakukan KPK ihwal kasus dana hibah. Ia masih menunggu kepastian status hukum pegawainya.
Imam mengaku terkejut dan prihatin atas kejadian yang menimpa Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana. Ia pun meminta maaf kepada semua pihak atas operasi tangkap tangan yang melibatkan pegawainya. “Saya kecewa atas kejadian semalam,” ucapnya di Gedung Kemenpora, Jakarta, Rabu (19/12).
Kasus Erick clear
Sudah tiga bulan berlalu pesta akbar Asian Games 2018 yang terbilang sukses pelaksanaan dan sukses prestasi, menjadi sorotan banyak mata dunia. Namun dibalik kemeriahan itu KPK mencium aroma korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018.
Pelan tapi pasti KPK mengusut indikasi korupsi atas even olahraga Internasional tersebut, sebab dana yang digunakan sekitar Rp30 triliun, bukan tidak mungkin ada tangan nakal pejabat yang memanfaatkan uang tersebut untuk masuk kantong pribadi. Kabarnya ada senilai Rp1,2 triliun yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu, tetapi kami mau kelancaran acara (Asian Games 2018),” ujar Saut.
Ia mengaku berdasarkan OTT KPK terhadap pejabat Kemenpora dan pengurus KONI jika ditarik dengan mutasi-mutasi keuangan pelaksanaan Asian Games memang ada benang merah. “Jadi, kami sudah ikuti, telusuri ini sejak lama,” kata Saut.
Selain itu, dana hibah dari Kemenpora ke KONI yang dialokasikan itu sebesar Rp17,9 miliar, tapi ternyata hanya akal-akalan saja. Padahal, dikatakan Saut, para pegawai KONI belum mendapat gaji selama lima bulan.
“Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai ‘akal-akalan dan tidak didasari kondisi yang sebenarnya,” jelasnya.
Seperti diketahui keberhasilan Asian Games membuat presiden Jokowi memberi amanat kepada Erick Thohir menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional pada pilpres 2019, hal ini bisa memunculkan opini publik bahwa bergabungnya Erick ke kubu Jokowi sebagai salah satu strategi agar terhindar dari kasus tersebut. Karena dilihat dari kedekatan Erik merupakan teman dekat Sandiaga Uno calon wakil presiden nomor urut 02, mengapa tidak bergabung kekubu Jokowi.
Jika kasus ini melebar ke panitia Asian Games, bukan tidak mungkin Erik Thohir terlibat dalam kasus korupsi meski tidak mengambil uangnya. Namun hal ini masih menduga-duga karena ini berkaitan dengan anggaran yang dipakai pada perhelatan Asian Games.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono sebelumnya menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. Erick Thohir sudah dinyatakan clear dalam kasus itu.
“Berita yang beredar di medsos polisi akan periksa Erick Thohir adalah tidak benar,” kata Argo Yuwono lewat keterangannya, Rabu (12/9).
Argo mengungkap bahwa kasus korupsi sosialisasi Asian Games 2018 itu adalah kasus lama. Polisi sendiri telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus itu. Saat itu Erick Thohir menjadi Ketua Komite Olimpiade indonesia (KOI).
“Kasus sosialisasi atau promosi dana Asian Games tahun 2017 memang dikorupsi oleh tiga tersangka (Sekjen KOI, Bendahara KPI dan penyedia jasa KOI),” jelasnya.
Erick memang pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada 2017 itu menyatakan bahwa Erick sama sekali tidak terlibat dalam penyelewengan dana sosialisasi Asian Games di beberapa tempat itu.
Lain Polda Metro Jaya, lain pula KPK. Kalau dimata Polda Metro Jaya status Erick Thohir dinyatakan sudah clear, tapi di KPK justru kasus ini baru dimulai. Kalaupun dimasa lalu KPK tidak bertindak karena hanya ingin menghormati perhelatan Asian Games 2018 agar berjalan lancar.
Namun, ibarat sampah yang disembunyikan di bawah karpet, sampah tetap saja sampah. Kapan saja harus dibersihkan agar karpet benar-benar bersih dan nyaman digunakan.
Berangkat dari pernyataan Ketua dan Wakil Ketua KPK tersebut di atas dan pernyataan resmi Polda Metro Jaya, ada kondisi yang bertolak belakang. Itu sebabnya KPK bisa memulai pengungkapan kasus korupsi Kemenpora, lalu dilanjutkan dengan potensi dana korupsi Asian Games 2018.
Karena itu, KPK bisa saja meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif atau audit khusus untuk menelisik lebih dalam. Tujuannya jelas mulia, kalau memang Erick dinyatakan clear oleh BPK maka KPK harus menghormati hasil audit tersebut.
Sebaliknya, jika hasil audit BPK menyatakan ada ketidakberesan dengan penggunaan dana Asian Games 2018, maka semua pihak juga harus menghormati proses hukum lanjutannya. Semoga KPK segera meminta BPK mengaudit kelayakan dana hibah Kemenpora ke KONI, sekaligus mengaudit penggunaan dana Asian Games 2018.
Sehingga prestasi penyelenggaraan dan prestasi pertandingan yang diperoleh Indonesia dalam Asian Games 2018, benar-benar sempurna jika memang penyelenggaraannya benar-benar bersih, jujur dan dapat dipertanggungjawabkan. |sumber : nusantara.news