Oleh Imam Wahyudi (IW) *)
KOMITE Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat yg berkedudukan di Jakarta dan KONI Jawa Barat yg berkantor di Kota Bandung, sedang dirundung malang. Ada apa dan mengapa?
KONI Pusat tersandung masalah, menyusul operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 18 Desember 2018. Episode OTT akhir tahun itu terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa suap (kickback) dana hibah Kemenpora ke KONI. Sejumlah oknum kedua lembaga itu ditetapkan sebagai tersangka.
Sebulan sebelumnya, kabar tak sedap — justru lebih dulu mencuat dari KONI Jabar. Kasusnya berbeda. Bukan terkait tindak pidana korupsi, tapi lebih kepada kasus perdata. Ikhwal legalitas kepengurusan yang diketuai Ahmad Saefudin (Brigjen TNI). Puncak kisruh ditandai keputusan Badan Arbitrase Olahgara Indonesia (BAORI) dalam struktural KONI Pusat yang menyatakan, kepengurusan KONI Jabar sebagai cacat hukum dan selanjutnya memerintahkan KONI Pusat menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) dengan tugas pokok menyelenggarakan musyawarah luarbiasa (Musprovlub).
Semula, penulis bersimpatik kepada Ahmad Saefudin dalam kapasitas sebagai Ketua KONI Jabar — mengingat posisi strategis lembaga yang dipimpinnya dengan tugas pembinaan dan peningkatan prestasi atlet dari cabang-cabang olahraga (cabor) di tingkat regional Jabar. Selanjutnya, bukankah jabatan itu merupakan keputusan kolektif para pimpinan cabor yang dibawahkan KONI Jabar?! Pun figur Ahmad Saefudin yang di pundaknya terpampang Bintang Satu yang dalam strata militer disebut Brigadir Jenderal (Brigjen). Beliau diketahui masih aktif di organisasi TNI. Secara umum, beliau sudah memahami hal-ikhwal terkait dengan jabatannya itu.
Digugat
Justru alasan masih menyandang prajurit aktif TNI itulah, kursi Ahmad Saefudin sebagai Ketua KONI Jabar — digugat. Konon, gugatan yang dilakukan sejumlah pengurus cabor — anggota KONI Jabar — sudah bergulir sejak April 2017. Rasanya, menarik untuk dipertanyakan ikhwal telaah administratif — termasuk fit and proper test — atau yang lazim terjadi, para pemegang hak pilih mendadak silau alias “mudah kagum”. Mungkin pula yang juga lazim dalam sebuah pemilihan, sang kandidat “main mata” dengan pemegang legalitas atau sebaliknya pihak KONI Pusat yang terlalu jauh melakukan “intervensi”?! Entahlah.
Toh, gugatan berlanjut. Jalur hukum ditempuh ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Ditolak! Kewenangan itu berada di BAORI dalam struktural KONI Pusat. Dalam keputusannya tertanggal 22 November 2018, seperti disebutkan di atas — BAORI merujuk pada Undang-undang No. 03 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN), utamanya pasal 40 yang intinya “pejabat publik dilarang menjabat ketua KONI”. Sebut saja, tidak dibolehkan rangkap jabatan. Belakangan diketahui, bahwa Asep Saefudin bukan semata masih anggota aktif TNI — namun juga menduduki jabatan struktural di Kementerian Pertahanan (Kemhan).
Keputusan BAORI sejatinya sudah berkekuatan hukum tetap untuk dilaksanakan pihak KONI Pusat, yang secara otomatis pula wajib didaftarkan ke PN Jakarta Pusat untuk eksekusi. Pihak KONI bereaksi. Alih-alih segera melaksanakan keputusan BAORI berupa penunjukkan Plt KONI Jabar dengan tugas utama menggelar Musprovlub — KONI Pusat justru membekukan lembaga arbitrase itu per 23 November 2018. Hanya selang sehari, setelah BAORI membuat keputusan tentang kisruh kepengurusan KONI Jabar tadi. Kedua pihak, tentu bertahan dengan argumennya. Tak kecuali pihak KONI Jabar yang berlindung di balik surat KONI Pusat yang menyatakan tetap sah.
Sengkarut KONI Jabar diprediksi masih akan berlanjut. Tidak berhenti pada aspek legalitas jabatan ketua, yang berdasarkan peraturan sebagai cacat hukum dan “batal demi hukum” — melainkan berkorelasi dengan posisi dana hibah 2018 dari Pemprov Jabar yang sudah dialokasikan untuk maksud pembinaan olahraga di Jabar. Konon bantuan rutin itu, kali ini bernilai sekitar Rp 40 Milyar.
Menunggu Sikap Politik Dewan
Merujuk keputusan arbitrase BAORI yang mendasarkan semata pada UU 03/2005 tentang SKN dengan konsiderans pelanggaran terhadap rangkap jabatan — hemat penulis, sudah cukup terang benderang adanya. Tak terkait dengan pembekuan BAORI, karena sudah lebih dulu membuat keputusan yang dapat diklasifikasikan bersifat mengikat bagi para pihak.
Berikutnya menjadi kewajiban dan kewenangan hakim PN Jakarta Pusat untuk melakukan eksekusi dari keputusan BAORI tadi. Adalah perkara perdata, bukan pidana yang tengah disidik KPK terhadap oknum KONI Pusat atas kasus suap pencairan dana hibah Kemenpora pada pembuka tulisan ini. Mengingat hal perdata itu pula, tidak dimungkinkan jatuh sanksi kepada pihak KONI Pusat — andai tidak melaksanakan perintah eksekusi — berupa penunjukkan Plt KONI Jabar dengan tugas utama menyelenggarakan Musprovlub untuk menghasilkan ketua dan pengurus (baru).
Bab eksekusi dan hak ingkar tersebut, sejatinya berkait dengan posisi alokasi anggaran bantuan hibah Pemprov Jabar kepada KONI Jabar. Bila tidak ekstra hati-hati, dimungkinkan penyalahgunaan wewenang — yang pada gilirannya memicu hadirnya tindak pidana suap atau grativikasi. Yang berkepentingan dalam lingkaran ini adalah Gubernur Jabar untuk dan atasnama Pemprov Jabar, Dinas Pemuda & Olahraga (Dispora) Jabar selaku Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggungjawab terhadap bidang (baca: KONI Jabar) dan DPRD Jabar, khususnya fungsi penganggaran (budgeting) dan pengawasan atas penggunaan anggaran.
Pihak DPRD Jabar patut menyatakan sikap politiknya, khusus terkait dengan posisi dana hibah. Dewan perlu bijak untuk menolak pencairannya. Hanya itu. Posisi dewan wajib menyelamatkan dana milik rakyat. Dengan demikian, akan lebih memudahkan langkah nihil disposisi Dispora hingga kewenangan gubernur untuk juga menunda pencairan.
Pertanyaan sisipan daripadanya, dari mana anggaran KONI Jabar yang diperuntukkan gaji staf dan pengurus hingga bantuan ke cabor selama tahun 2018? Mungkinkah dari kocek sang ketua sendiri atau pos lain dan pendapatan lain. Hal yang kemudian diperlukan audit keuangan selama kurun itu.
Akhirnya, alih-alih unjuk lembaga dengan posisi strategis sebagai induk organisasi cabang-cabang olahraga yang mengemban tugas pembinaan dan peningkatan prestasi para atlet — tapi malah cenderung berorientasi kekuasaan dan kesewenang-wenangan. Aspek tugas pokok dan fungsi (tupoksi) semata sebagai “barang jualan” yang siap dijajakan ke mana pun untuk meraih laba. Utamanya kepada pemerintah yang notabene siap mengucurkan dana bantuan dalam setiap tahun anggaran. Para pihak, tentu berharap — hendaknya sengkarut kepengurusan KONI Jabar segera berakhir dan beroleh solusi terbaik secara konstitusional alias legitimate. Tanpa langkah-langkah bijak, pembinaan olahraga dan peningkatan prestasi para atlet hanyalah “omong kosong”. Dalam posisi ini, bolehlah kita berucap: Memprihatinkan..!!*
*) Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jabar.