Pada Senin 2 Muharam 1441 atau 2 September 2019, berkumpul sejumlah ormas dan gerakan pendukung pengesahan RUU Koperasi dengan tetap mencantumkan pasal-pasal syariah.
Selain Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI selaku tuan rumah, hadir perwakilan ormas NU, Muhammadiyah, PINBUK, Inkopsyah, Perhimpunan BMT, Bid. Pemberdayaan Ekonomi MUI, Mathlaul Anwar, dsb.
Beberapa point hasil pembahasan RUU Perkoperasian di DSN MUI tersebut sebagai berikut :
- DSN MUI, Ormas Islam dan Gerakan Koperasi Syariah memberikan apresiasi baik terhadap isi RUU Perkoperasian yang pengaturannya lebih baik dari UU sebelumnya dengan lebih besarnya kehadiran negara dalam pemberdayaan koperasi, dukungan penjaminan simpanan, pengawasan, dan sanksi tegas pelanggaran.
- DSN MUI, Ormas Islam dan Gerakan Koperasi Syariah mendukung masuknya pengaturan subtansi koperasi syariah sebagai bentuk perlindungan hukum keberadaan koperasi syariah yang telah banyak berkembang di masyarakat.
- DSN MUI, Ormas Islam dan Gerakan Koperasi Syariah akan melaksanakan audiensi dengan pimpinan DPR RI untuk mendukung segera disahkannya RUU Perkoperasian.
- DSN MUI, Ormas Islam dan Gerakan Koperasi Syariah secara kelembagaan, masing-masing Pimpinan DSN MUI, Ormas Islam dan Gerakan Koperasi Syariah menyampaikan surat apresiasi dan dukungan untuk segera disahkannya RUU Perkoperasian kepada Pimpinan DPR RI, Menteri Koperasi, Seluruh Ketua Fraksi DPR RI, Pimpinan Komisi VI dan Ketua Panja RUU Perkoperasian.
Ditempat terpisah Mohamad Sukri Sekretaris Jenderal Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), saat ditemui di ruang kerjanya, di Jakarta, Selasa (3/9/2019), salah satu aspek misal mengenai kesulitan koperasi mengumpulkan modal dari masyarakat karena tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah lantaran tidak ada lembaga penjamin pinjaman seperti layaknya lembaga keuangan lainnya. Demikian juga menghadapi diversifikasi usaha, dimana lingkup usaha koperasi kian melebar.
Pihaknya meminta ada perlakuan yang sama antara koperasi dengan BUMN, misalnya. “Kalaupun ada pembedaan, ya disparitasnya jangan juga terlalu lebar,” jelasnya. Dicontohkan, misal di lembaga keuangan negara atau swasta ada proteksi terhadap investasi, di koperasi tidak ada. Karena itu, kami mengusulkan dibentuk Lembaga Penjamin Pinjaman Koperasi,” beber Sukri yang juga ketua Umum Inkopontren.
Dijelaskan Sukri bahwa jangan ada kanalisasi usaha-usaha koperasi yang selama ini hanya 4 jenis. “BUMN dan swasta bebas membuka bisnis apa saja, kenapa koperasi tidak. Ini tidak fair,” tegasnya.
Mengenai belum adanya putusan mengenai RUU Perkoperasian yang saat ini ada di DPR, Sukri menilai, salah satu faktornya, ada pihak-pihak yang sengaja menghambat. Salah satunya adalah mereka yang selama ini berperan sebagai Koperasi Rentenir.
“Ada pihak-pihak yang tidak suka dengan revisi RUU Perkoperasian ini. Dulu, saat pembahasan UU No. 17 Tahun 2012, saat itu saya ditemui beberapa pihak yang ingin menghapus beberapa ayat dan pasal dalam produk hukum tersebut,” jelasnya.
Salah satu ayat yang mau dihapus berkaitan dengan jati diri koperasi, dari dan untuk anggota. “Mereka yang menentang itu rata-rata banyak disebut sebagai koperasi rentenir. Mereka bermanuver dan melakukan berbagai pendekatan. Saat ini pun demikian, ganjalan itu karena berhadapan dengan mereka-mereka tadi karena lahirnya UU ini akan menggerus bisnis mereka yang sudah menahun selama ini,” papar Sukri yang saat ini digadang-gadang sejumlah tokoh koperasi Pondok Pesantren untuk bisa menjadi Menteri Koperasi Kabinet Kerja kedua 2019-2024. | PRB/RED