by M Rizal Fadillah
Berita media gelora.co, konten Islam.com, Swamedium Dotcom dan lainnya tentang (diduga) James Riyadi konglomerat taipan yang menyatakan etnis Cina akan mengeleminasi pribumi dalam 10 tahun ke depan, cukup menggemparkan. Dinyatakan tahun 2014 telah masuk 10 Juta TKA asal Cina dah hal ini melebihi kuota. Lalu tahun 2021kini sudah berjumlah 17 Juta. Mendapat proteksi dari para naga yang menjadi penyandang dana. Disebutkan sejak 2019 hingga kini telah 1238 penerbangan ke berbagai bandara mengangkut TKA Cina. Ditambah 933 kapal berlabuh membawa emigran Cina ke Indonesia.
Berita ini memang masih perlu uji kesahihan baik benar diungkap oleh James Riyadi atau kebenaran fakta-fakta yang dimunculkan baik soal penerbangan, kapal laut, maupun jumlah TKA kini yang telah berjumlah 17 Juta orang. Meskipun demikian informasi ini tidak dapat begitu saja diabaikan, perlu respons Pemerintah maupun masyarakat atas gelombang kedatangan emigran Cina ini yang, jika benar, tentu sangat berbahaya. Infiltrasi hingga invasi bisa terjadi. Aneksasi hingga eliminasi bukan hal yang mustahil.
Rakyat cukup lama resah dan gelisah dengan masifnya TKA Cina masuk dan bekerja di Indonesia. Mereka kebanyakan bukan berprofesi dengan keahlian spesifik. Bekerja dengan kemampuan yang sama dan dapat dilakukan oleh TK kita sendiri. Meski nyatanya gaji TKA Cina berbeda. Mereka jauh lebih tinggi. Pembukaan penerbangan Jakarta-Wuhan di tengah masyarakat yang dilarang ketat untuk dapat mudik di bulan Ramadhan, sangat ironi dan mengkhawatirkan.
Beberapa hal penting untuk diperhatikan atau bahkan dilakukan, yaitu :
Pertama, instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah harus memiliki data valid mengenai jumlah TKA Cina yang ada di negara Indonesia dan berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik masyarakat secara terbuka dapat menerima informasi akurat tentang keberadaan TKA Cina dari instansi Pemerintah tersebut.
Kedua, masyarakat perlu membentuk semacam lembaga swadaya pengawas yang khusus mengawasi keberadaan TKA Cina di berbagai daerah. Emigran Care atau TKA Cina Watch dan sejenisnya perlu dibentuk publik.
Ketiga, mengingat WNA Cina adalah bagian dari komunisme Cina, maka lembaga intelijen seperti BIN dan BINDA perlu meningkatkan pengawasan dan pendataan dari aspek ideologis. Demikian juga dengan instansi Kepolisian. Intelkam lebih dituntut untuk lebih cermat “memantau”.
Berita berbagai media yang hingga kini belum terklarifikasi bila tidak diantisipasi maka dapat saja membahayakan keamanan negara. Kedatangan TKA Cina gelombang demi gelombang mencolok mata di depan publik. Belum lagi keeratan beberapa partai politik di Indonesia dengan Partai Komunis Cina lebih mengkhawatirkan lagi.
Waspada investasi yang dapat berubah menjadi infiltrasi, aneksasi, dan eliminasi.
Rakyat resah dan gelisah dengan TKA Cina.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 8 Mei 2021