Sektor pertahanan penting untuk negara, seperti Indonesia ini yang memiliki banyak pulau yang memang perlu diamankan. Disisi lain transparasi dan akuntabilitas dari anggara Alutsista sangat dibutuhkan sehingga masyarakat bisa yakin kalau anggaran tersebut digunakan tepat sasaran khususnya pada masa pandemi ini.
“Isu Alutsista ini strategis bukan karna nilainya yang wow, tapi saya kira perlu bahasan yang lebih dalam, kenapa memang ditengah situasi dalam 2 hal kita sama-sama ketahui bahwa anggaran pertahanan kita memang masih rendah ya mungkin sekitar 1% pdb, jauh sekali dari kebutuhan, tapi disisi lain bahwa kit aini negara berkembang yang memang sangat membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lain dan tentu saja ini menjadi catatan mengingat bahwa banyak hal kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi terutama di era pandemic,” ujar Direktur Direktur Riset Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya dalam Webinar Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun, Rabu (9/6/2021).
Kemhan merancang anggaran untuk modernisasi Alutsista sebesar Rp1,7 Triliun dan tertuang dalam rancangan Perpres tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Pertahanan dan Keamanan (ALPALHANKAM). Anggaran ini berasal dari hutang luar negri yang akan dihabiskan hingga 2024 untuk proses akuisisi ALPALHANKAM, biaya pemeliharaan dan perawatan, biaya bunga selama 5 periode renstra, dan dan kontingensi. Peningkatan ataupun pengurangan anggaran untuk sektor pertahanan itu sesungguhnya bukan berada dalam ruang yang kosong. Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisa anggaran pertahanan dan modernisasi persenjataan. Naik atau turunnya anggaran pertahanan sangat terkait dengan pertimbangan dan penilaian rasional terhadap beberapa aspek.
“Ini beberapa review target MEF saya kira sangat penting, harus dikaitkan kepada kebutuhan kita,” Berly.
– Analisa kebutuhan supply alutsista (Minimum Essensial Forces – MEF) perlu dikaitkan
– dengan demand, threat assessment & strategi pertahanan Indonesia
– Belanja pemerintah to GDP Indonesia relatife rendah karena penerimaan rendah.
> Tahapan umum: naikkan dulu penerimaan negara, lalu naikkan belanja (termasuk alusista)
– Tidak semua hutang jelek dan dampak negatif, tapi hutang harus tetap di bayar
– Beban APBN: proporsi (%) dan nilai (Rp)
– Pentingnya transparasi dan akuntability / good governance (sejauh dimungkinkan pada sector pertahanan)
– Strategi mengkaitkan alutsista dengan industry pertahanan dalam negri
Adapula pembahasan terakhir yang membahas tentang Rancangan Peraturan Presiden untuk memoderanisasi alutsista di Indonesia dan yang kedua merupakan bagian yang tak terpisahkan dari isu ini yaitu Surat Menteri Pertahanan No. B/2099/M/XI/2020 tertanggal 16 November 2020 & Rancangan Peraturan Presiden 2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Alutsista 2020-2024 > 17 Maret 2021. Berikut adalah garis besar tentang pembahasan terakhir :
– Rencana pengadaan 1.700 T alutsista dari skema pinjaman luar negeri memiliki banyak catatan kelemahan serius
– Dari aspek tata Kelola, Menteri Pertahanan terindikasi terlibat dalam konflik kepentingan (pendirian, penunjukan, dan tujuan PT TMI dibuat) sehingga kebijakan itu berbau koruptif dan dapat masuk dalam ranah tindak pidana korupsi
– Dari aspek teknis anggaran, banyak celah yang tidak atau belum dapat dijelaskan secara detail, bahkan cenderung janggal/aneh
– Kebijakan kompresi pengadaan alutsista untuk 5 renstra MEF pada 2020-2024 akan melahirkan masalah serius dari sisi modernisasi alutsista dan ancaman melemahnya alutsista Indonesia.
Secara ekonomi, Undang-Undang Industri Pertahanan memuat kewajiban di mana alutsista dari luar negeri harus diikuti oleh transfer teknologi dan memperkuat industri pertahanan dalam negeri. “Ini juga perlu disebut Kemhan ketika menjelaskan secara komprehensif ke masyarakat,” pungkasnya. (PRB/HDR)