Ini Isi Pledoi Jumhur Hidayat yang Sangat Mengugah dan Meninju (Bagian 7)

0
701

 D. KETERANGAN TERDAKWA

  • Bahwa Terdakwa menyatakan telah memberikan perhatian pada perjuangan buruh dan terlibat dalam gerakan buruh sejak tahun 1995;
  • Bahwa terdakwa menyatakan terlibat dalam organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sejak tahun 2011 dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum SPSI di Bidang Pengembangan Kesejateraan yang memiliki tugas untuk memastikan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah maupun Perusahaan harus mensejahterakan buruh;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan memiliki media sosial berupa Twitter dan Instagram, namun tidak aktif menggunakannya. Terdakwa menyatakan memiliki akun twitter sejak tahun 2010. Pengelolaan penggunaan akun twitter dilakukan oleh pegawai di kantor BNP2TKI dan sejak 2014 baru dikelola sendiri oleh Terdakwa. Terdakwa juga menyatakan jarang menggunakan Twitter. Twitter hanya digunakan apabila ada hal yang penting untuk ditulis;
  • Bahwa terdakwa menyatakan fitur untuk membuat tulisan di Twitter hanya terbatas pada 140 karakter, sehingga apabila Terdakwa ingin menulis sesuatu, tulisan tersebut hanya diwakili pokok-pokok pikiran dan kata-kata kunci;
  • Bahwa SPSI secara keorganisasian menolak Omnibus Law karena selain tidak sepakat dengan substansi yang diatur, SPSI juga tidak sepakat dengan prosedur, karena tidak dilibatkan dalam penyusunan Omnibus Law. SPSI hanya dilibatkan dalam pembahasan dalam draft yang telah dibuat oleh DPR;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan telah mempelajari substansi Omnibus Law dalam klister ketenagakerjaan dan terlibat dalam pembahasannya. Menurut Terdakwa, pengaturan dalam Omnibus Law tidak membawa kesejahteraan bagi buruh. Oleh karena itu Terdakwa bersikap untuk menolak pemberlakuan Omnibus Law;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan karena supply tenaga kerja di Indonesia banyak, maka bargaining position pekerja menjadi rendah. Menurut Terdakwa, dalam posisi tawar yang rendah itu, maka Negara harus ikut campur untuk menghadirkan regulasi yang dapat menjaga dan menajamin kesejahteraan buruh;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan permasalahan yang ada dalam Omnibus Lawa antara lain yaitu pengaturan mengenai upah minimum, outsorcing, dan pesangon;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan contoh investor yang beradab adalah seperti 35 investor dari seluruh dunia yang ikut mengkritik Omnibus Law, karena Omnibus Law dianggap tidak ramah terhadap lingkungan dan tidak ramah terhadap hak asasi manusia serta tidak ramah terhadap hak-hak pekerja. Sehingga menurut Terdakwa, hal tersebut merupakan contoh dari investor yang beradab karena tidak hanya mencari keuntungan;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan maksud dari “pengusaha rakus dan primitive investor (tidak beradab)” adalah pengusaha-pengusaha yang menikmati dilonggarkannya pengaturan lingkungan hidup, dilonggarkannya penghormatan terhadap hak asasi manusia, dilonggarkannya peningkatan kesejahteraan bagi buruh;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan maksud dari “buruh Bersatu tolak Omnibus Law” adalah Terdakwa mengutip dari fenomena aksi-aksi buruh di seluruh Indonesia yang sedang bersatu untuk menolak Omnibus Law;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan penolakan terhadap Omnibus Law dalam SPSI bukan atas inisiatif dari para pimpinan organisasi melainkan karena dorongan para anggota atau para buruh yang mengalami masalah-masalah ketenagakerjaan secara langsung di lapangan;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan tahu nama dari Saudara Andika Fahrezi, namun tidak mengenal secara langsung. Terdakwa tahu karena Saudara Andika Fahrezi merupakan saksi yang menyatakan bahwa ia melakukan kerusuhan karena membaca postingan Terdakwa. Padahal Sudara Andika Fahrezi menyatakan bahwa ia tidak memilika twitter. Saudara Andika Fahrezi membaca tulisan/postingan twitter Terdakwa yang telah diposting ulang oleh akun bukan milik Terdakwa di Instagram. Terdakwa sangat menyayangkan kesaksian Saudara Andika Fahrezi tidak bisa diuji, karena Saudara Andika Fahrezi tidak dihardirkan dalam Persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan penolakan terhadap Omnibus Law tidak hanya datang dari buruh, namun elemen masyarakat sipil secara umum;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan pengaturan mengenai perburuhan dalam suatu Negara harus dilihat dari posisi tawar. Apabila posisi tawar perusahaan lebih tinggi, maka Undang-Undang harus melindungi kepentingan tenaga kerja. Sebaliknya, apabila posisi tawar tenaga kerja lebih tinggi, maka Undang- Undang harus melindungi kepentingan perusahaan;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan dalam negara tertentu yang yang posisi tawar perusahaan rendah diakibatkan oleh supply tenaga kerja yang kurang. Sehingga untuk menjaga agar perusahaan tetap berjalan Negara tersebut menghadirkan regulasi yang memudahkan perekrutan tenaga kerja asing. Di Indonesia, terdapat fakta bahwa supply tenaga kerja yang banyak mengakibatkan posisi tawar tenaga kerja menjadi turun, namun kehadiran Omnibus Law justru mempermudah perekrutan tenaga kerja asing. Terdakwa menyatakan kecewa terhadap Omnibus Law karena tidak melindungi tenaga kerja Indonesia;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan pembahasan mengenai fakta-fakta permasalah tenaga kerja yang talah disebutkan di atas, sudah sering dibahas oleh Terdakwa dalam banyak forum-forum diskusi Bersama elemen masyarakat sipil, pengusahan, maupun dengan Pemerintah;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan terjadi perbedaan pandangan antara pekerja dan pengusaha merupakan hal yang biasa. Hal ini juga terkonfirmasi melalui kesaksian Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang dihadirkan oleh pihak Penuntut Umum. Bahwa Ketua APINDO tidak merasa tersinggung dan tidak timbul perasaan permusuhan oleh tulisan Terdakwa di twitter karena menganggap hal tersebut wajar dan biasa terjadi antara pekerja dan pengusaha;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan dalam pengalaman kehidupan Terdakwa dalam gerakan dan dalam aksi-aksi demonstrasi yang Terdakwa terlibat di dalamnya tidak pernah menimbulkan kerusuhan. Terdakwa menyatakan tidak pernah menghasut atau memerintahkan agar aksi demonstrasi menimbulkan kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik. Terdakwa menceritakan pada sekitar tahun 2005 atau 2006 pernah menjadi koordinator suatu aksi demonstrasi yang melibatkan sekitar 100.000 (serratus ribu) buruh, namun aksi demonstrasi tersebut tidak membuat kerusuhan ataupun menimbulkan kerusakan fasilitas publik. Bahkan aksi tersebut dipuji oleh Pemerintah saat itu. Sehingga Terdakwa merasa heran dengan aksi penolakan Omnibus Law yang menimbulkan kerusuhan dan kerusakan fasilitas publik. Terdakwa mempertanyakan siapa pelaku kerusuhan dan pengrusakan tersebut. Terdakwa juga mempertanyakan kenapa pelaku-pelaku tersebut belum juga ditangkap;
  • Bahwa menurut Terdakwa apabila suatu aksi demonstrasi yang menimbulkan kerusuhan dan pengrusakan fasilitas publik merupakan cerminan dari pikiran yang primitive;
  • Bahwa terdakwa tidak mengetahui siapa saja yang siapa saja melihat, merespon dan menyebar positingan miliknya;
  • Bahwa menurut Terdakwa twitter atau instagram adalah media dialog yang bebas. Terdakwa tidak pernah meminta izin twitter atau pihak lain sebelum melakukan postingan. Hingga hari ini tidak dilakukan report atau take down terhadap postingan Terdakwa baik oleh pihak twitter sebagai penyedia jasa maupun Pemerintah;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan dalam postingannya terkait konteks hak – hak buruh menggunakan referensi dari media dan analisis kebijakan RUU;
  • Bahwa Terdakwa tidak kenal dan tidak memiliki hubungan apapun dengan Febrianto Dunggio, baik sejak menjadi saksi atau sebelum menjadi saksi;
  • Bahwa Terdakwa menyatakan sejak terlibat dalam dunia gerakan ataupun organisasi buruh sudah terbiasa melakukan kritik terhadap kebijakan – kebijakan yang dianggap salah. Kritik yang dilakukan berupa tulisan berisi masukan atau kritikan di berbagai media, diskusi, seminar baik sebagai perwakilan organisasi maupun pribadi;
  • Bahwa pada saat Terdakwa membuat tweet pertama pada tanggal 25 Agustus, telah terjadi demonstrasi penolakan Omnibus Law. Terdakwa mengomentari salah satu video buruh yang bersatu di berbagai wilayah di Indonesia untuk melawan Omnibus Law;
  • Bahwa pada 7 Oktober Terdakwa mengomentari salah satu berita di Kompas. Terdakwa berada dalam kondisi sakit dan akan di operasi di rumah sakit. Terdakwa tidak mengetahui situasi dan kondiai setelah itu;
  • Bahwa pada tanggal 11 Terdakwa ditangkap setelah kembali dari rumah sakit; 74

IV.

Bahwa saat menjadi aktivis, Terdakwa telah berjuang untuk “tidak disahkannya RUU Omnibus Law” melalui berbagai front. Terdakwa melihat pemerintah tidak melibatkan masyarakat sipil dalam kebijakan. Terdakwa membuat narasi di twitter sebagai upaya perjuangan.

Bahwa pada saat membuat narasi di twitter tersebut, Terdakwa tidak punya rasa benci terhadap siapa pun dan golongan apapun. Semuanya dalam skema ketidaksetujuan terhadap RUU Omnibus Law, dan itu adalah mata rantai yang sama di front – front yang lain;

Bahwa menurut Terdakwa, tindakannya merupakan dialog biasa termasuk dalam dinamika buruh dan perusahaan;

Bahwa pada masa Orde Baru Terdakwa pernah dipidana dengan situasi yang identik seperti sekarang. Terdakwa tidak menyadari akan terjadi kembali situasi seperti kejadian sebelumnya.

Terdakwa menyatakan bahwa Terdakwa tidak berbohong karena hanya mengomentari berita. Terdakwa melakukan analisis terhadap berita, walaupun pendek. Terdakwa tidak punya niat buruk apapun, apalagi untuk melakukan kerusuhan, keonaran seperti yang dituduhkan. Terdakwa tidak terkoneksi dengan mereka, dan itu terbukti, dan pada waktu itu dalam keadaan sakit dan harus dirawat.

ANALISA FAKTA PERSIDANGAN

a. Terdakwa mengalami proses hukum yang tidak adil selama pemeriksaan di tingkat Penyidikan.

Majelis Hakim Yang Mulia,

Bahwa pada tanggal 13 Oktober 2020, Terdakwa ditangkap di rumahnya oleh sejumlah orang yang mengaku sebagai petugas kepolisian dari Dittipidsiber Bareskrim Polri pada saat Terdakwa masih menjalani pemulihan pasca operasi dan terdapat perban yang menempel. Terdakwa ditangkap tanpa ada surat penangkapan dan seisi rumahnya digeledah tanpa ada surat izin penggeledahan dari Pengadilan Negeri setempat, serta barang-barang milik Terdakwa dan anak-anaknya turut disita tanpa diberikan Berita Acara Penyitaan.

Bahwa pada hari berikutnya yaitu tanggal 14 Oktober 2020, pihak keluarga Terdakwa baru mendapatkan surat perintah penangkapan dari penyidik. Di samping itu, selama proses pemeriksaan di kepolisian, penasehat hukum yang ditunjuk sendiri oleh Terdakwa sering dihalang-halangi tanpa alasan yang jelas oleh penyidik maupun polisi yang berjaga di Rutan Bareskrim Polri tempat Terdakwa ditahan, sehingga penasehat hukum mendapatkan kesulitan untuk berkunjung ataupun berkoordinasi dengan Terdakwa dalam rangka pendampingan atau pemberian bantuan hukum untuk pembelaan.

Bahwa Terdakwa tidak pernah diminta untuk mengajukan saksi a de charge selama proses penyidikan dan penyelidikan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Terdakwa sesaat setelah Penuntut Umum membacakan surat tuntutannya tanggal 23 Oktober 2021, yang menerangkan bahwa Terdakwa selama pemeriksaan di tingkat kepolisian tidak pernah diminta oleh penyidik untuk mengajukan saksi-saksi yang meringankan baginya. Sedangkan Penuntut Umum dalam tuntutannya berpendapat bahwa saksi- saksi a de charge yang dihadirkan oleh Terdakwa di persidangan tidak ada di dalam Berita Acara Pemeriksaan dalam Berkas Perkara, bahkan Penuntut Umum berdalih telah memberikan kesempatan kepada Terdakwa (dahulu Tersangka) untuk mengajukan saksi a de charge.

b. Penuntut Umum tidak konsisten menolak saksi-saksi a de charge yang dihadirkan oleh Terdakwa dalam persidangan.

Majelis Hakim Yang Mulia,

Bahwa terhadap saksi-saksi yang meringankan (a de charge) Terdakwa yang telah hadir di persidangan, diperoleh fakta yang mana penasehat hukum Terdakwa, Penuntut Umum, maupun Majelis Hakim, tidak pernah keberatan terhadap kedudukan para saksi a de charge yang dihadirkan oleh Terdakwa tersebut. Akan tetapi, Penuntut Umum dalam tuntutannya (halaman 72) memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak keterangan saksi a de charge karena saksi-saksi tersebut tidak ada dalam Berita Acara Pemeriksaan di Berkas Perkara, meskipun Terdakwa (saat itu Tersangka) telah diberikan kesempatan oleh penyidik untuk mengajukan saksi-saksi yang meringankan. Namun hal ini dibantah oleh Terdakwa dalam sidang pembacaan tuntutan, karena Terdakwa mengaku tidak pernah sama sekali dimintakan untuk mengajukan saksi-saksi yang meringankan baginya, justru Penasehat Hukum Terdakwa beberapa kali dihalang-halangi oleh penyidik untuk memberikan bantuan hukum kepada Terdakwa saat ditahan di Rutan Bareskrim Polri.

Fakta di atas membuktikan bahwa Penuntut Umum tidak konsisten dalam menanggapi keterangan para saksi a de charge yang dihadirkan oleh Terdakwa selama persidangan. Penuntut Umum telah terindikasi mengesampingkan ketentuan hukum acara pidana yang menjamin hak-hak Terdakwa untuk mengajukan saksi yang meringankan baginya (Pasal 65 KUHAP) pada setiap tingkatan pemeriksaan, mulai dari kepolisian, kejaksaan, sampai dengan di pengadilan. Bahwa selain itu, Penuntut Umum berpendapat yaitu saksi-saksi meringankan yang dihadirkan oleh Terdakwa hanya memberikan informasi terkait pengalaman hidupnya antara lain saksi sebagai Ketua BEM UI, saksi dari anggota WALHI yang menolak UU Omnibus Law, dan saksi pengusaha berasal dari Wakil Ketua Umum HIPMI.

Para saksi di atas disebut-sebut sama sekali tidak mengetahui fakta perbuatan Terdakwa terkait postingannya di Twitter tanggal 25 Agustus 2020 dan 7 Oktober 2020 yang menjadi pokok perkara dan sejak awal pemeriksaan persidangan para saksi a de charge tersebut tidak mem-follow akun Twitter Terdakwa, sehingga Penuntut Umum menilai bahwa para saksi tersebut tidak dapat menjelaskan peristiwa pidana yang melibatkan Terdakwa berdasarkan apa yang saksi-saksi lihat, dengar dan alami sendiri (Pasal 1 angka 27 KUHAP) dan keterangan para saksi a de charge tidak relevan dengan perkara pidana yang melibatkan Terdakwa. Di sisi lain, saksi Pelapor yaitu Febriyanto Dunggio, Husin Shahab, dan Adintho Prabayu juga tidak mem-follow akun Twitter Terdakwa.

Namun, Penuntut Umum telah mengesampingkan Putusan MK No. 65/PUU-VII/2010 tentang perluasan makna ‘Saksi’ yang pada pokoknya menyatakan Pasal 1 angka 27 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang pengertian saksi dalam pasal tersebut tidak dimaknai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

Bahwa Penuntut Umum tidak memahami aplikasi Twitter dengan baik. Penuntut Umum menganggap bahwa saksi-saksi a de charge bukan merupakan saksi fakta karena tidak mem-follow akun Twitter Terdakwa, sedangkan saksi pelapor juga bukanlah follower akun Twitter Terdakwa. Di sisi lain akun Twitter milik Terdakwa bersifat publik atau tidak privat, artinya akun tersebut dapat dilihat, dikomentari, disukai atau tidak disukai, maupun di-retweet oleh siapapun tanpa harus meminta izin kepada pemilik akun yang bersangkutan. Oleh karenanya, muncul pertanyaan: Mengapa saksi a de charge harus mem-follow akun Twitter Terdakwa terlebih dahulu untuk dapat memenuhi kualifikasi saksi fakta?, sedangkan tidak ada ketentuan bahwa saksi a de charge harus mem-follow akun Twitter seseorang. (BERSAMBUNG…..)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.