Oleh Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
BAGI siapapun yang menonton film Jejak Khilafah Di Nusantara 2, pasti mendapatkan gambaran jelas tentang hubungan Nusantara dengan Islam, hingga hubungan Kekuasaan di Nusantara dengan Khilafah. Agama Islam yang dipeluk umat Islam di negeri ini, tidak mungkin putus dari hubungan umat ini dengan kakek buyutnya.
Siapapun Anda, sempatkan menonton film ini sebelum berkomentar. Jangan sampai mengulangi komentar Marsudi Suhud, yang kadung berapi-api mengomentari JKDN jilid 1, jebule ‘Belum Mirsani’.
Dalam film JKDN 2, Umat Islam di negeri ini jadi tahu dan paham, bahwa nasab mereka berasal dari para pejuang-pejuang Islam yang tangguh. Mereka, memiliki Kakek moyang pejuang, bukan pelaut yang selama ini didoktrinkan lewat lagu anak-anak.
Jadi, bukan kaleng-kaleng. Kakek buyut kita adalah mujahid dan Mujahidah Islam. Mereka adalah pejuang yang gigih melawan penjajahan.
Kakek moyang bangsa ini, memiliki hubungan kokoh dengan Daulah Khilafah yang ketika itu berpusat di Turki. Sejumlah puzzle penemuan sejarah, riwayat, dan berbagai literatur mampu dikumpulkan menjadi satu bangunan kokoh yang terbaca dengan sangat kontras bahwa : Ada hubungan antara Nusantara dengan Khilafah.
Tak usah cemburu, fakta sejarah ini nyata dan tak perlu meminjam tinta kekuasaan untuk meyakinkannya. Beda dengan PKI yang berusaha meminjam tinta kekuasaan, untuk mengubah sejarah kelam komunisme PKI.
Dengan demikian, segenap elemen anak bangsa di negeri ini yang memperjuangkan Khilafah, sesungguhnya sedang melanjutkan perjuangan kakek buyut mereka. Dahulu, Kakek buyut mereka melawan penjajah baik Inggris, Portugis dan Khususnya bangsa Belanda.
Kini, anak cucu dari para pejuang Islam di Nusantara berjuang melawan demokrasi yang diwariskan penjajah. Melawan sistem sekuler yang diinjeksikan penjajah, sekaligus melawan para pengkhianat-pengkhiana, yang sejak dahulu juga sudah ada dan pernah mengkhianati kakek buyutnya.
Kegagahan Nenek Buyut umat ini yakni Laksamana Malahayati yang membunuh Cornelis De Houtman didepan prajurit-prajurit Belanda dalam satu perang lawan tanding, merupakan spirit epic bagi anak bangsa di negeri ini, untuk bangkit dan melawan penjajahan dalam bentuk yang lain. Tidak boleh ada sedikitpun rasa takut, untuk bangkit memperjuangkan Islam melawan penjajahan.
Alhasil, perjuangan penegakan Khilafah di negeri ini bukanlah a historis. Para pengasong Demokrasi juga bukan a historis, mereka melanjutkan pengkhianatan kakek buyut mereka, yang dahulu mengabdi pada sistem penjajah, dengan memeras keringat bangsa sendiri.
Wah, sepertinya setelah menonton film ini, para pembeci Khilafah jadi kejang-kejang nich ? Mungkin juga, hanya dengan membaca ulasan artikel ini juga sudah kejang-kejang ? [].