MENCARI PEMIMPIN BANGSA 2024 DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI

0
820

Oleh Saeful Zaman – Analis Psikologi Politik dan Sosial

DUA puluh empat tahun pergerakan mahasiswa menuntut reformasi telah berjalan. Kepemimpinan nasional silih berganti berupaya mewujudkan misi-misi reformasi yang dituntut para mahasiswa.

Selama ini pula masyarakat dipaksa menelan kenyataan jauh panggang dari api. Apakah memang terlalu berlebihankah harapan masyarakat?

Belum cukupkah waktu bagi bangsa ini bermetamorfosa menjadi bangsa yang beradab, adil dan makmur seperti cita-cita bangsa ini?

Tidak ada usaha tegas dari pemerintah untuk mengusutmaupun mengadili para koruptor secara imbang.

Tingkat Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah kembali naik pada Maret 2022 menjadi Rp7.052,5 triliun.

Nominal tersebut bertambah 0,5% atau Rp37,92 triliun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp7.014,58 triliun, meski pada masa kampanye Joko Widodo secara tegas menolak untuk menambah porsi utang luar negeri bila terpilih menjadi presiden.

Berbagai peristiwa sosial-psikologis yang negatif pada anak-anak sebagai akibat meningkatnya peristiwa-peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pembunuhan, penggunaan napza, keretakan keluarga, dan berbagai penyakityang menghambat perkembangan anak.

Juga kejadian-kejadian seperti perang, kerusuhan, konflik, krisis ekonomi, bencana alam. Serta fenomena yang saat inimasih menjadi sorotan adalah kenaikan harga BBM dan minyak goreng yang terus berefek domino pada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Usaha pemerintah harus diakui memang tampak, namunternyata tidak memberikan efek yang signifikan.

Ada apa dengan kepemimpinan nasional kita? Seberapa besarupaya dan cara yang harus dilakukan pimpinan nasional untuk memenuhi tuntutan reformasi?

Dalam sudut pandang psikologi, saya berpendapat bahwakajian ini harus diurai secara sistematis dengan caramenetapkan karakteristik pemimpin bangsa, bagaimana caraterbaik mendapatkan pemimpin bangsa, kemudian apa yang harus kita Lakukan.

Karakteristik Pemimpin Bangsa

Dalam buku ”Essensi Kepemimpinan” (Mewujudkan Visi menjadi Aksi) dengan penulis Erry Riyana H (Jakarta, 2000) diuraikan bahwa pemimpin bangsa harus memiliki karakteristik Jujur (Honest), Kompeten (Competent), Melihatkedepan (Forward-looking), Selalu memicu inspirasi(Inspiring), Pandai, Cerdas (Intelligent), Obyektif, berlakuadil (Fairminded), Berwawasan luas (Broadminded), Berani mengambil risiko (Risk taking, Courage), Tidak basa-basi, langsung pada persoalan (Straight-forward), Penuh imajinasi (Imaginative).

Berkaca pada karakteristik tersebut di atas, maka sepuluhkarakteristik itu dapat di bagi ke dalam kategori Hard Skill dan sebagian lagi masuk ke dalam kategori Soft Skill.

Soft Skills berperan dalam dua per tiga dari serangkaiankompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan, dimana satu per tiganya lagi adalah Hard skill.

Dari pembagian ini saja bisa dilihat secara sederhana bahwa soft skill memiliki peran yang lebih banyak dibandingkan hard skill.

Soft skills merupakan aktualisasi kecerdasan emosi, yang dasarnya terbagi ke dalam dua bagian, yaitu kompetensiintrapersonal dan interpersonal.

Secara definisi hard skill adalah kompetensi profesional, yaitu kemampuan kita untuk menjalankan profesi tertentu.

Sementara soft skill adalah kompetensi intrapersonal, yaitu kemampuan kita untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri. Kompetensi interpersonal, yaitu kemampuan kita untuk bergaul dan berinteraksi dengan orang lain.

Dari penjelasan di atas dapat dengan mudah kita umpamakanposisi hard skill sebagai “password” dan soft skill sebagai isinya.

Bagaimana Cara Terbaik Mendapatkan Pemimpin Bangsa

Setelah kita mengetahui karakteristik yang harus dimilikipemimpin bangsa, maka pertanyaan terbesarnya adalah, bagaimana cara terbaik mendapatkan pemimpin bangsa?

Dengan pola Pemilu yang sudah disepakati bangsa ini, proses tertinggi dari demokrasi kita yaitu musyawarah mufakat tentutidak bisa diaplikasikan.

Maka proses Pemilu seperti apa yang bisa dioptimalkan? IlmuPsikologi semestinya difungsikan dan berperan dengan signifikan dalam proses Pemilu. Karena Pendekatan psikologisecara sederhana dapat menjawabnya.

Kita bisa melihat proses yang terjadi pada pemilu selama ini. Data yang didapatkan di Pemilu sebelumnya, ada sepuluhbidang kemampuan yang diukur.

Kesepuluh kemampuan itu adalah sembilan kemampuan yang terkait jasmani atau organ tubuh. Satu kemampuan yang tersisa terkait menyangkut kemampuan psikis.

Kesepuluh bidang yang diukur tersebut mempunyai parameter yang telah ditentukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), melaluisaran para dokter spesialis.

Pada dasarnya yang dicari kondisi fisik dan mental itu agar mampu menjalankan tugas sehari-hari secara mandiri dan mentalnya pun mampu mengambil keputusan, dan menganalisa.

Dari data tersebut di atas, nampak sekali bahwa peranan ilmuPsikologi sangat sedikit dan tanpa keterlibatan Psikologkarena dilakukan oleh Psikiater yang nota bene background Kedokteran, bukan Psikologi.

Secara sekilas saja, dipertanyakan baik mengenai kompetensipemberi tes maupun kualitas hasilnya.

Tes Psikologi yang dianggap ideal saja misalnya, membutuhkan waktu seharian, dari pagi sampai sore, bukanhanya satu jam saja. Alat ukur yang digunakanpun MMPI, suatu alat yang sebenarnya telah mengalami “peremajaan” hingga beberapa alat tes seperti EPPS, Papi Kostik, dan sebagainya yang tentu hasilnyapun lebih akurat.

Psikotes pada dasarnya upaya untuk mengungkap potensiyang ada serta meramalkan kecenderungan perilaku yang akan muncul kemudian.

Psikotes juga dapat mengungkap dan mencari tahu sebab dan alasan munculnya perilaku tersebut.

Hal ini dikarenakan sifat beberapa alat tes dapat bersifatproyeksi atau bersifat klinis, yang diukurnya adalah aspekkemampuan, misalnya kemampuan analitis dan sintesis (dayanalar) dalam pemecahan masalah, kemampuan hitungan, pengetahuan umum.

Aspek sikap kerja seperti kecepatan kerja, ketelitian, dayatahan terhadap tekanan (stres), ketekunan, keteraturan dalambekerja.

Aspek kepribadian misalnya kepemimpinan, kerja sama, kematangan emosi, kepercayaan diri, penyesuaian diri, keterampilan interpersonal, motivasi.

Selain Psikotes, proses pengukuran sebenarnya dapatdikembangkan pula meliputi Assessment yang memilikibanyak kelebihan untuk melengkapi hasil dari Psikotes.

Hasil Assessment mampu mengungkap kompetensi, yaitu memotret perilaku yang muncul secara langsung.

Penerapan multi-metode yang dilakukan akan mencegah terjadinya bias dan mendapatkan reliabilitas pengukuran yang terbaik.

Apa yang Harus Kita Lakukan

Dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh perangkatPsikologi, maka sudah semestinya peranan Psikolog diberi ruang yang lebih luas agar bisa lebih berdaya guna bagi terpilihnya pemimpin bangsa yang terbaik dari semuaaspeknya.

Satu hal terakhir adalah, hasil dari serangkaian tes untuk calon pemimpin bangsa sudah sewajarnya diketahui oleh seluruh komponen bangsa.

Karena jabatan itu adalah jabatan publik, jika saat ini harta kekayaan para calon harus diketahui rakyatnya, maka hasil pemetaan kesehatan jiwa dan ragapun sudah selayaknya diketahui rakyat.

Maka yang harus kita bersama lakukan adalah mendorong pihak-pihak terkait (eksekutif-legislatif-yudikatif) untuk memperjuangkan sistem pemeriksaan capres-cawapres menggunakan psychological assessment.

Kemdian mendorong pihak-pihak terkait untuk bisa mengumumkan hasil tes kesehatan fisik & psikologi ke publik, sehingga upaya-upaya katrol citra bisa diredam.

Dan yang tidak kalah penting yaitu mulai turut berpikir positif tentang masa kini dan masa depan bangsa, karena apa yang kita pikirkan, itu yang akan terjadi.***

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.