Professor Ini Bilang, Indonesia Sejatinya Sudah Lapuk dari Dalam

0
646

Oligarki yang semakin menguat mencengkeram ke dalam sistem politik dan negara dikhawatirkan bisa membuat negara Indonesia
bubar. Demikian disampaikan Direktur Institute Soekarno-HattaHatta Taliwang dalam diskusi Kajian Politik Merah Putih dan Institut Soekarno-Hatta yang digelar di resto Pulau Dua Senayan Kamis, 1 September 2022.

Tema besar “Oligarki Semakin Menguat, Para Tokoh Bangsa Khawatir Indonesia Bisa Bubar, disebutkan Hatta bahwa “Secara sederhana oligarki dapat diartikan sebagai segelintir orang yang mengatur Negara. Dan istilah sekarang sudah dipahami oleh masyarakat umum, bahwa ternyata negara Republik Indonesia yang didirikan dengan semangat musyawarah mufakat itu, berujung menjadi diatur oleh segelintir orang,” jelasnya.

Implementasi dari oligarki tersebut, menurut Hatta, secara nyata ada di bidang
politik dengan “mengatur” Pilpres misalnya, bahkan mereka bisa mengatur siapa
yang menang dalam Pilpres atau Pemilu. Dari sisi politik, kata Hatta oligarki bisa mengatur dana partai politik. Dari sisi ekonomi mereka juga menguasai sumber daya alam dan sumber daya finansial. “Akibatnya, terjadi perkawinan antara pengusaha dan penguasa,”tegasnya.

Pernyataan tegas Prof. DR. Hafidz Abbas menarik bahwa negara Indonesia sejatinya sudah lapuk dari dalam. “Dan persoalan oligarki, menurut saya, adalah persoalan selamat atau tidaknya bangsa Indonesia di masa depan,” ungkapnya.

Prof. DR. Hafidz Abbas, akademisi yang juga mantan anggota Komnas HAM
mengutip publikasi Bank Dunia dalam ‘Indonesia’s Rising Divide’ bahwa “Indonesia
bisa bubar karena empat penyebab:
Pertama, adanya diskriminasi yang terjadi pada seluruh warga. Seperti ada yang
diberi kesempatan menguasai sumber daya alam namun ada yang tidak.
Menurut catatan Hafidz Abbas, orang miskin di Jakarta saja pada era Gubernur
Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) 193 kali orang miskin digusur. Namun di sisi lain hampir 50 juta lahan di Indonesia dikuasai oleh hanya segelintir orang.
“Bayangkan, empat orang, bukan empat perusahaan, menguasai kekayaan hampir
setengahnya dari kekayaan seluruh penduduk negeri ini,” kata Hafidz.

Kedua, adanya diskrepansi mutu manusia Indonesia karena kebanyakan
berpendidikan rendah. Sehingga mereka tidak bisa masuk ke sektor ekonomi modern.
“Dia hanya bisa berdoa, tertinggal. Karena yang menikmati kekayaan alam
Indonesia itu hanya 3 persen,” ujarnya.

Ketiga, orang-orang Indonesia mayoritas tidak punya tabungan untuk masa depan
anaknya juga tidak punya tabungan untuk kesehatannya.

Keempat, uang yang beredar hanya kepada sekitar 2000-an perusahaan besar.
Sementara 59 juta perusahaan mikro kecil lainnya tidak bankable.
“Jadi, kalau dilihat dari empat faktor ini, Bank Dunia tidak bisa melihat Indonesia
bisa selamat,” ungkap Hafidz.

Ditempat yang sama Dr Marwan Batubara juga melihat oligarki di Indonesia sudah kian akut. Marwan menyoroti soal UU Ciptaker yang nyata-nyata dibuat untuk kepentingan oligarkis. Pembentukan UU Korona No.2 2020, UU Minerba 2020, UU Ciptaker No. 11 2020,
maupun UU IKN No. 3, 2022, menurut Marwan proses pembentukannya terlihat
jelas menunjukkan peran oligarki.

“Negara semakin otoriter, oligarki semakin kuat, Presiden Jokowi makin otoriter,
DPR dan partai-partai cenderung di bawah kendali penguasa dan oligarki,” ujarnya.

Menurut Marwan, oligarki telah mengubah secara perlahan Indonesia dari negara
hukum menjadi negara kekuasaan. Menanggapi hal ini, aktivis Syahganda Nainggolan menyitir Jeffrey Winters ketika diwawancara.

“Bagaimana menurut Anda mengalahkan oligarki? Dia bilang, mesti ada orang
seperti Mahatma Gandhi,” kata Syahganda.

Maksudnya, itu kan di India, kalau di Indonesia model Gandhi itu ya Habib Rizieq.
Tapi ini personifikasi, maksudnya adalah orang yang tidak bisa dibeli, lanjutnya.

Mantan Duta Besar DR. Hazairin Pohan atau biasa disama Bung Haz melihat, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengubah Indonesia menjadi lebih baik.
Menurutnya, setelah kasus Sambo struktur oligarki Indonesia saat ini sedang
berantakan.

“Ini kesempatan bagi kita untuk melakukan perubahan Indonesia ke arah yang
lebih baik karena secara global, China juga sedang menurun pasca Covid-19,”
ungkapnya.

Sutoyo Abadi dari Kajian Merah Putih mengungkapkan bahwa diskusi dan seminar
tidak akan menyelesaikan masalah menguatnya oligarki di Indonesia.

Tidak bisa melawan oligarki di Indonesia dengan cara ke MK atau ke lembaga
lainnya. Tidak bisa. Satu-satunya harus muncul ‘people power dan revolusi’.
Karena situasinya sudah gawat, katanya.

“Bahwa Indonesia tidak akan bisa selamat atau bubar jika tidak kembali kepada UUD 1945,”tegasnya.

Dalam acara ini dihadiri sejumlah tokoh bangsa. Antara lain Suripto, Jumhur Hidayat, Sri Bintang Pamungkas, dll. (YOS/JAKSAT)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.