KAMI Gerakan Moral, Tidak Berafiliasi dengan Capres Mana pun
“Sebagai gerakan moral, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tidak akan larut dalam kegiatan politik praktis, termasuk menggelar deklarasi mendukung bakal calon presiden mana pun.”
Begitu tegas Ketua Komite Eksekutif KAMI Adhie M. Massardi kepada wartawan di Sekretariat KAMI di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa pagi (28/2).
Menururt Adhie, sebagai kekuatan civil society (masyarakat sipil) paling terorganisir, didukung kalangan intelektual dan aktivis kampus, ulama, tokoh masyarakat, purnawirawan TNI, serta tokoh pergerakan pro-demokrasi yang tersebar di seluruh Indonesia, KAMI akan tetap istiqomah menjadi organisasi gerakan moral, sesuai kesepakatan awal dideklarasikan, 18 Agustus 2020.
“Harus diingat, KAMI lahir didorong oleh keprihatinan mendalam atas jalannya kehidupan berbangsa dan bernegara. Nyaris semua penyelenggara negara, baik yang di eksekutif, legislative maupun yudikatif tidak sungguh-sungguh berjalan berlandaskan Pancasila dan mengabaikan perintah Konstitusi UUD 1945 maupun UU lainnya,” kata Adhie.
“Itu sebabnya kohesi sosial makin mengkhawatirkan, indeks korupsi, palanggaran HAM dan jurang kaya-miskin menukik tajam,” tambahnya.
Ketika ditanya kenapa untuk menyelamatkan dan memperbaiki Indonesia tidak lewat pemilu, misalnya dengan berafiliasi dengan balon capres yang sudah mulai ramai dibicarakan public?
“Pemilu di banyak negara memang menjadi salah satu instrumen penyelesaikan persoalan bangsa. Tapi di sini, di negara kita, pemilu justru merupakan salah satu persoalan krusial bangsa ini. Pemilu menjadi pendorong tingginya angka korupsi dan pencetus merebaknya kohesi sosial, dan ini tugas moral KAMI untuk menyelamtkan demokrasi di negeri ini” jawabnya.
Lebih lanjut, koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini menjelaskan kenapa KAMI mengambil jarak dengan perhelatan pemilu sebagai buah demokrasi.
“Banyak hal perlu dikritisi, terutama pemilu kali ini. Pertama, apakah bisa terselenggara sesuai jadwal yang disepakati. Kalau tidak, misalnya karena satu dan lain hal dibatalkan pemerintah, Langkah apa yang harus dilakukan?”
“Jika pun digelar sesuai jadwal, apakah berjalan sesuai kaidah demokrasi yang jujur, adil dan akuntabel? Kalau terjadi kecurangan, langkah apa yang harus dilakukan?”
“KAMI juga punya tanggungjawab moral-intelektual untuk memandu dan membekali masyarakat guna pertimbangan dalam memilih anggota legislatif (pusat dan daerah), DPD, presiden/wapres, serta kepala daerah yang rencananya akan digelar serentak.”
“Tapi bukan sebab itu saja KAMI memilih tidak berafiliasi dengan capres/cawapres dan kontestan pemilu lainnya di semua level. Tokoh-tokoh yang bergabung di KAMI ini memiliki Jalan Politik yang sangat berwarna. Beberapa di antaranya ASN dan pejabat di kampus. Ada dosen, rector, dll yang tidak boleh berpolitik praktis.”
“Jadi kalau KAMI mendukung salah satu kontestan, bisa berantakan organisasi masyarakat sipil yang banyak diharapkan public menjadi corong suara kelompok terpinggirkan dan tertindas.”
Akan tetapi menurut Adhie, bukan berarti pendukung KAMI tidak boleh berpolitik dan ikut berpemilu ria.
“Secara personal bebas berpolitik. Sesuai dengan pilihannya. Bahkan ada yang sudah menjadi anggota tim sukses balon capres tertentu. Tidak masalah. Tapi jika dia tercantum dalam struktur, sekalipun di pucuk pimpinan, ya harus mundur,” pungkas Adhie Massardi. (Ys)