Oleh Aendra Medita Kartadipura*)
DALAM peta politik saat ini –khusus Pilpres 2024– semua berharap apa yang akan jadi kepurusan dari sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan mantan Wakil Menteri dan kini jadi Pakar hukum tata negara Denny Indrayana merespon prediksinya diunggah dalam akun X-nya ( 27/3/2024) sebagai berikut: “Prediksi saya, ada potensi permohonan Paslon 01 dan 03 dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi,” kata Denny Indrayana.
Denny mengemukakan bahwa komposisi Majelis Hakim MK yang menyenangkan sengketa Pilpres 2024.
“Prediksi itu dilandaskan bukan hanya pada argumentasi di dalam posita Permohonan dan alat-alat bukti yang diajukan oleh Tim Hukum Paslon 01 dan 03, tetapi lebih jauh setelah mencermati komposisi Majelis Hakim MK yang menyidangkan sengketa Pilpres 2024,” terangnya.
Denny mengungkapkan 8 orang hakim tanpa Hakim Konstitusi Anwar Usman.
“Dengan majelis yang hanya 8 (delapan) orang, tanpa Hakim Konstitusi Anwar Usman, maka dibutuhkan minimal 4 (empat) hakim saja, dengan Ketua MK Suhartoyo berada di posisi mengabulkan, untuk putusan diskualifikasi Paslon 02, menjadi mungkin terjadi,” ungkapnya.
“Apakah prediksi itu menjadi kenyataan? Kita lihat saat putusan dibacakan beberapa hari ke depan,” ucap Denny.
Sedang Sutoyo Abadi Koord Kajian Merah Putih melihat ada Misteri sesuatu yang belum diketahui dengan pasti dan menarik keingintahuan orang-orang. Tinggal beberapa hari rakyat dan semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pilpres menunggu dengan harap positif dan negatif keputusan MK atas PHPU Pilpres. Keputusan itu akan menentukan masa depan bangsa Indonesia.
Rasa cemas tetap menghantui bahwa MK tidak akan bisa secara mandiri memiliki keberanian memutuskan hasil sidang sengketa Pilpres saat ini dengan adil, jujur sesuai fakta persidangan yang telah di tonton seluruh rakyat Indonesia.
Kekuatan Jokowi sebagai sumber biang kecurangan bersama kekuatan penopangnya sepertinya tidak akan tinggal diam, dan akan akan memaksa MK harus melahirkan keputusannya sesuai sahwat keinginannya dengan segala resikonya.
Keputusan MK akan mengadili perselisihan Pilpres antara paslon 01 Anies-Muhaimin dan 03 Ganjar-Mahfud melawan Paslon 02 Prabowo-Gibran.
MK akan mencetak sebuah momen sangat bersejarah pada 22 April 2024. Apakah bangsa kita akan meneguhkan era otoritarianisme baru ataukah mampu menegakkan kembali demokrasi.
Gambar dan rekaman dari hasil persidangan sudah terekam dalam hati dan pikiran seluruh rakyat adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan massif ( TSM ) baik terkait macam macam rekayasa manipulasi suara, penggelontoran bansos maupun rakayasa memaksa pengerahan aparat untuk Paslon 02.
Suasana yang mencekam akibat terjadinya kecurangan yang ugal ugalan dan memperkosa demokrasi sehingga Pilpres terkesan hanya aksesoris ( formalitas ) sudah tidak akan bisa bersembunyi dengan dalih dan rekayasa apapun untuk membela diri.
Melahirkan dukungan baik akademisi dari berbagai Perguruan Tinggi masyarakat sipil, dan aktifis dari berbagai kekuatan masyarakat sangat nyata dan tegas agar MK mempertahankan demokrasi untuk menyelamatkan Indonesia dari negara otoriter.
Tekanan kepada MK sangat besar terutama yang diwakili 303 Guru Besar, para Ahli dan kalangan Cendekiawan termasuk mantan Presiden Megawati yang bertindak sebagai Sahabat Pengadilan (Amicus Curiae). Keputusan MK harus berani menegakkan keadilan substantif, demokrasi, dan kenegarawanan.
Saat ini beredar luas ajakan dan panggilan kepada masyarakat untuk hadir pada tanggal 19 sampai 21 April demo damai yang akan mengawal para Hakim MK agar terjaga dari distorsi, sehingga akhirnya para hakim dapat mengambil Keputusan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya sehingga Bangsa Indonesia kembali ke democratic way berdasarkan Pancasila dan konstitusi UUD 1945.
Masyarakat luas sudah mengetahui tuntutan atau ”Petitum Paslon 01″ , meminta mendiskualifikasi Paslon 02 (Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka), lalu pemungutan suara ulang (PSU) Pilpres hanya antara Paslon 01 dan 03 saja; hanya mendiskualifikasi cawapres Gibran Rakabuming Raka, lalu PSU Pilpres dengan mengikutsertakan Prabowo Subianto dengan cawapres pengganti Gibran.
“Petitum Paslon 03” meminta mendiskualifikasi Paslon 02 (Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka), lalu pemungutan suara ulang (PSU) Pilpres hanya antara Paslon 01 dan 03 saja.
Setelah melihat jalannya persidangan, bukti-bukti yang dihadirkan, termasuk keterangan saksi, ahli dan para menteri, juga memperhatikan komposisi dan rekam jejak delapan hakim konstitusi yang menyidangkan, menduga putusan Mahkamah akan berada pada beberapa pilihan keputusannya :
Pilihan pertama : MK akan menolak seluruh permohonan, dan hanya akan memberikan catatan dan usulan perbaikan untuk Pilpres masa mendatang”.
Resiko, gejolak masyarakat yang tidak puas akan bereaksi dan melakukan perlawanan yang keras. Sangat mungkin akan memakan waktu panjang. Stabilitas negara akan terguncang.
Pilihan kedua : MK mengabulkan seluruhnya
Kecil kemungkinannya mengingat Jakowi bersama kroni kekuatan penopangnya masih berada di puncak kekuasaannya.
Pilihan ketiga : MK mengabulkan sebagian permohonan, yaitu mendiskualifikasi cawapres Gibran Rakabuming Raka
Opsi ketiga rasanya akan bisa menahan gejolak masyarakat yang marah dan kecewa yang bisa berubah menjadi kekuatan people power bahkan revolusi.
Tony Rosyid yang juga pengamat politik bahkan menyebut ada rumor tentang diskualifikasi Gibran, bukan Prabowo. Maksudnya, pencalonan Gibran dianggap cacat hukum dan cacat administrasi.
Maka, Prabowo akan dilantik sendiri sebagai presiden, tidak didampingi wakil presiden. Ini mah rumor murahan. Anda percaya? Pertama, apa dasar hukumnya mendiskualifikasi satu orang dan meloloskan pasangannya? Prabowo-Gibran itu satu pasang calon. Syarat maju pilpres itu satu paket. Kalau batal satu, batal yang lainnya juga.
Karena syarat yang ditetapkan berpasangan. Kedua, mereka memperoleh suara itu dari paket pasangan. Kalau Gibran didiskualifikasi, suara yang memilih Gibran berarti tidak sah. Sementara suara Prabowo sendiri, tidak sampai 50 persen. Ini juga akan rumit menghitungnya. Gak ada dasar untuk memisahkan suara keduanya. Ketiga, kalau Gibran didiskualifikasi, bandar tekor.
Semua makhluk di bumi Indonesia ini paham kalau Prabowo gak bakal menang jika tidak didukung kekuasaan. Ini clear. Operasi penguasalah yang membuat Prabowo menang. Dalam konteks ini, Jokowi punya saham mayoritas.
Walaupun banyak orang memprediski, saham Jokowi akan tergerus, turun tajam dan menjadi minoritas kalau Prabowo dilantik jadi presiden. Setelah oktober 2024, penguasanya Prabowo, bukan Jokowi lagi.
Situasi politiknya akan berubah Saat ini, Jokowi masih punya peran kuat. Untuk sementara, Prabowo “manut”. Terutama dalam penyusunan kabinet. Infonya Jokowi nitip 3-4 menteri ke Prabowo.
Jadi, jangan berhayal Prabowo dilantik tanpa Gibran. Di MK, tidak ada win win solution. Adanya kalah-menang. Ketika kasus hukum sudah masuk proses persidangan, maka endingnya kalah-menang.
Bukan win-win solution seperti emak-emak arisan.. Suka tidak suka, banyak orang begitu yakin gugatan akan ditolak. Ini bukan soal fakta hukum. Tapi ini lebih pada subyektifitas para hakim. Apalagi, situasi politik betul-betul sangat terkendali dan terkonsentrasi. Apa indikatornya kalau gugatan akan ditolak? Pertama, pejabat kementerian yang dipanggil MK bukan orang yang terlibat secara langsung dalam eksekusi di lapangan.
Sedang padangan Rizal Fadillah melihat Tanggal 19 dan 22 April 2024 himbauan untuk aksi bersama cukup gencar. Untuk 19 April yang bertepatan dengan hari Jum’at akan diawali dengan shalat Jum’at berjama’ah di lapang atau jalan. Pendekatan spiritual dinilai strategis. Dengan pertolongan Allah SWT kesuksesan perjuangan dapat segera tercapai.
Sesungguhnya aksi spiritual telah dimulai sejak Selasa 16 April dengan agenda Istighosah Kubro yang diselenggarakan Tripilar PA 212, GNPF dan FPI. Demikian juga aksi moral penyerahan Amicus Curiae kepada MK oleh Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI) yang menghimpun IA ITB, KAPPAK ITB, TPDI, Pergerakan Advokat, KIPP pada tanggal yang sama.
Aksi 19 April adalah “gempuran” serius rakyat sebagai “warning” moral, hukum dan politik. Kecurangan atau kejahatan Pilpres 2024 bukan hal yang biasa. Reaksi publik 2024 berbeda dengan 2019. Lebih masif dan konsisten. Dahulu Capres Prabowo lemah dan melemah, kini Anies dan Ganjar kuat dan semakin menguat. Rakyat pun bergerak serius, dimulai dari dukungan untuk para Hakim MK.
Hakim MK tentu menyadari bahwa rakyat sesungguhnya ingin Pilpres berjalan jujur dan adil, namun rakyat merasakan bahwa Pilpres 2024 ternyata curang. MK dituntut untuk menghukum pelaku konspirasi dari kecurangan dan kejahatan Pilpres.
Tanggal 19 April mulai gempuran serius, berlanjut tanggal 22 April. Bagi rakyat, Putusan diskualifikasi Prabowo Gibran akan menjadi kabar gembira. Sejarah bangsa diukir oleh MK yang diketuai Suhartoyo bukan Usman.
Namun jika Putusan ternyata menolak Gugatan artinya mengukuhkan Prabowo Gibran, maka aksi-aksi dipastikan akan berlanjut dan semakin membesar. Prabowo Gibran dinilai lahir cacat atau dalam keadaan tidak normal.
Awal Mei 2024 buruh akan melakukan aksi “Mayday” untuk isu omnibus law dan pemakzulan Jokowi. Bahkan dengan tagline “Mayday Revolution” menunjukkan kemarahan akibat keputusasaan tidak terpenuhinya tuntutan. Bulan Mei juga mahasiswa potensial bergerak hebat, melepas isu elektoral dan fokus pada pemakzulan Jokowi. Melawan politik dinasti.
Bulan Mei 1998 adalah sukses gerakan mahasiswa dalam melakukan perubahan politik dengan memakzulkan Soeharto. Kini sukses itu dapat berulang kembali. Mei adalah bulan kelabu bagi rezim-rezim otoriter. Bulan terang bagi pejuang perubahan.
Dalam sejarah Islam kekuasaan Rumawi Timur juga ditaklukkan oleh pasukan Al Fatih. Benteng kokoh Konstatinopel akhirnya jebol dan kekuasaan Raja Konstantin berakhir. Itu terjadi pada tanggal 29 Mei 1453.
Mei memang bulan kebangkitan bagi keadilan dan kehancuran dari kezaliman.
Buruh, mahasiswa dan umat adalah bagian dari kekuatan bangsa yang memiliki daya dobrak besar terhadap perilaku otoriter. Kondisi yang berkembang telah memanggil gerakan pedobrak tersebut.
Jika MK memutus dengan memaksakan “pengukuhan” pasangan Prabowo Gibran, maka misi perjuangan perlawanan terhadap ketidakabsahan pasangan ini akan terus berlanjut. Realisasi pelantikan Oktober 2024 bukan hal yang sederhana.
Jika sampai dilantik pun, bukan berarti bahwa Prabowo Gibran dapat menjalankan roda pemerintahan dengan mudah.
Teriakan lawan, lawan dan lawan akan terus menggema.
AKhirnya dari semua pandangan itu jelas bahwa kita masih teka teki karena selain Misteri keputusan MK yang dibacakan pada 22 April 2024 nanti ini juga penenti ke depan demokrasi di Indonesia dan semua itu ada resikonya. Jadi hanya kita mimnta sama yang kuasa Allah dan semog Hakim juga mengambil putusan adalah yang terbaik. Pokoknya keseimpulan itu bukan yang jelas jangan jadi Kekecewaan tapi sumua harapan yang baik untuk bangsa ini? Tabik…!!***
*)penulis adalah analis Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI)