Tolak 1 Juta Ha Lahan Pertanian Dikasih ke Cina, Lebih Bagus Dikelola Rakyat Sendiri

0
149
Tolak 1 Juta Ha Lahan Pertanian Dikasih ke Cina, Lebih Bagus Dikelola Rakyat Sendiri

PRIBUMINEWS.CO.ID –  Masyarakat Sumatera Utara dari kalangan politikus, akademisi, aktivis dan kelompok sipil lainnya secara tegas menolak program pemerintah soal pemberian lahan 1 juta hektare lahan pertanian di Kalimantan Tengah untuk dikelola oleh Cina.

Penolakan yang disuarakan dalam sebuah diskusi panas yang diinisiasi oleh Koorwil Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) Sumut Gandi Parapat, Senin (6/5/2024), mengungkap banyaknya efek negatif daripada keuntungan bekerjasama dengan Cina dalam mengelola lahan pertanian 1 juta hektare tersebut, AKTUALONLINE.co.id.

Menurut Gandi Parapat, program tersebut aneh dan tidak layak. Namun, mau tidak mau rakyat tetap dipaksa menerima dan harus mengikutinya.

“Aneh ini menurut kami, tapi mau tidak mau kami ikut,” pancing Gandi Parapat membuka diskusi yang diawali dengan nyanyian Indonesia Raya.

Namun, audiens tidak sepakat dengan guyonan putra daerah asal Tapanuli Utara itu dengan beberapa alasan. Pertama, soal eksistensi dan populasi penduduk Cina di Kalimantan akan bertambah dan menguasai tanah Indonesia, di saat penduduk Indonesia yang masih ada tidak memiliki sejengkal tanah, termasuk di dalamnya adalah petani.

“Yang terjadi saat ini, Petani kita termasuk dalam petani Gurem atau petani yang tidak memiliki tanah, kalaupun ada hanya sengah hektare saja. Kenapa 1 juta hektare ini mau dikasih ke Cina,” ungkap Prof Togu Harlen Lumban Raja yang merupakan Rektor Institut Bisnis dan Komputer Indonesia.

Jika peruntukan 1 juta hektare lawan persawahan itu untuk masyarakat Indonesia maka akan ada sekitar 500 ribu kepala keluarga mendapat tanah di Kalimantan untuk diolah.

Selaku masyarakat, Alexander Fasha yang ikut bersuara dalam forum itu mengaku sedih dengan cara berpikir para pejabat di Indonesia. Jangan-jangan menurutnya mereka lupa akan program transmigrasi yang pernah digaungkan oleh Presiden Soeharto. Tanpa Cina, Indonesia tetap mampu mengolah tanah airnya dengan hasil bumi melimpah hingga mampu swasembada beras.

Datangnya Cina ke Indonesia tidak memberi jaminan kepada Indonesia, teritorialnya akan aman. Apalagi, penduduk Cina memiliki program wajib militer. Jika mau suudzon maka kehadiran Cina bisa jadi langkah awal untuk merebut NKRI dari anak bangsa.

“Kalau didatangkan dari China Hajablah kita. Menurut Prof Yusril, biasanya penduduk China ke sini rata-rata wajib militer. Apa tidak mungkin mengambilalih NKRI. ini boleh aja suudzon,” cecar Alexander Fasha.

Jika memang proyek 1 juta hektare lahan persawahan ini diberikan pada Cina, maka bagi Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar sama saja dengan melecehkan Institut Pertanian Bogor, serta seluruh universitas yang mengajarkan pertanian di kampusnya.

“Ini pelecehan terhadap fakultas pertanian, khususnya IPB,” suara Abyadi terdengar keras.

Jalan keluar dari persoalan ini tidaklah sulit, praktisi hukum Toni Blensto Nasution secara singkat mempromosikan cara cepat dan gampang, yakni lawan.

“Hanya ada satu kata, lawan,” teriakannya menggema di ruang diskusi yang juga dihadiri oleh Dofu Gamo Gaho dari Aliansi Jurnalis Hukum, Suwandi Purba, T. Manurung, Ezri Situmorang, selaku jurnalis, Hotman Sinaga dari Forkaper Sumut, Ali, Melva S, Haris Dermawan selaku akademisi, Maju Manalu seorang politisi, Roder Nababan, Abyadi Siregar dan Eben Panggabea selaku aktivis.**

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.