SETARA Institute: Pasal 50 B RUU Penyiaran Harus Ditolak, Bungkam Pers
PRIBUMINEWS.CO.ID – Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menegaskan, pasal 50 B yang termuat dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran harus ditolak karena membungkam kebebasan berekspresi. Menurut dia, keberadaan pasal tersebut mengebiri kebebasan pers.
Halili menilai, keberadaan 50 B dalam draft RUU Penyiaran tidak memberikan ruang sama sekali untuk jurnalisme investigasi Oleh sebab itu, dia menilai pasal tersebut harus ditolak.
“Pasal 50 B tersebut (RUU Penyiaran) membungkam kebebasan berekpresi, tidak memberikan ruang sama sekali untuk jurnalisme investigasi, dan mengebiri kebebasan pers. Oleh karena itu, Pasal tersebut harus ditolak,” kata Halili kepada IDN Times saat dihubungi, Minggu (12/5/2024).
1. Diduga agenda setting pemerintah
Ilustrasi kebebasan pers dibatasi (IDN Times/Sukma Shakti)
Halili menduga, disusupinya pasal 50 B tersebut merupakan agenda pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang mau menutup celah jurnalisme investigatif.
Padahal, dia mengatakan, di banyak negara yang demokratis, jurnalisme investigasi merupakan bagian dari mekanisme kontrol terhadap pemerintah oleh lembaga pers dan media. Sehingga jika ada abuse of power yang dilakukan pemerintah, maka dilakukan investigasi secara mendalam.
“Saya melihat ini semacam agenda setting bagi pemerintahan ini yang menutup celah bagi jurnalisme investigasi,” ujar dia.
“Padahal kalau kita cek pengalaman negara-negara demokratis, jurnalisme investigasi itu bagian dari mekanisme kontrol yang dijalankan oleh lembaga pers dan media,” imbuh dia.
2. Larang tayangan eksklusif konten investigasi
Draft RUU Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran saat ini sedang bergulir di DPR RI. Draf RUU itu bukan hanya untuk penyiaran konvensional seperti TV dan radio, namun juga penyiaran digital.
Undang-Undang Penyiaran yang tengah direvisi menimbulkan keresahan bagi organisasi jurnalis dan masyarakat. Sebab, sejumlah pasal di dalam draf revisi undang-undangnya dianggap bisa membahayakan kebebasan pers. Dalam pasal 50B ayat dua huruf melarang penayangan ekslusif jurnalistik investigasi.
“Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran, Standar Isi Siaran (SIS) memuat larangan mengenai penayangan eksklusif jurnalistik investigasi,” demikian bunyi pasal tersebut.
3. RUU Penyiaran tengah dilakukan harmonisasi di Baleg DPR
Komisi I DPR RI telah mengirimkan draft RUU Penyiaran kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR, untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi.
Selanjutnya, jika disetujui, RUU Penyiaran akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menyampaikan ada beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan untuk penyempurnaan RUU tentang Penyiaran yang diusulkan komisi I DPR RI.
Menurutnya, RUU tersebut tidak ada masalah dan sudah sesuai dengan asas yang termuat dalam undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Jadi yang kita lakukan adalah kan di Baleg itu tugasnya hanya mengharmonisasi. Kami sampaikan beberapa aspek teknis substansi dan beberapa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujar dia. **